Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Giyanti
Suka
Favorit
Bagikan
9. ADEGAN 9
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

LOKASI: Rumah Raka — Malam Hari

WAKTU: Beberapa Menit Setelah Kedatangan Utusan

VISUAL:

Lampu minyak temaram menyinari ruangan sederhana yang penuh dengan naskah dan alat tulis. Raka dan Sri duduk berhadap-hadapan dengan utusan kerajaan, seorang pria berpakaian rapi tapi sederhana bernama Jaya, yang menunggu dengan sabar.

JAYA:

"Aku datang dengan pesan Sunan Pakubuwono III. Ia tahu bahwa perlawanan ini berakar dari ketidakadilan yang dirasakan rakyat. Oleh karena itu, ia menawarkan kesempatan untuk berdialog secara langsung."

RAKA:

"Dialog? Apakah Sunan Pakubuwono benar-benar peduli pada suara rakyat, atau ini hanya jebakan untuk memadamkan perlawanan kami?"

JAYA (menunduk sedikit):

"Aku paham keraguanmu. Tapi aku datang tanpa paksaan. Tuan Sunan ingin menghindari pertumpahan darah yang sia-sia."

SRI (menyela):

"Jika tawaran ini tulus, mengapa harus disampaikan lewat utusan rahasia? Mengapa tidak secara terbuka?"

JAYA (tersenyum tipis):

"Karena situasi masih rawan. Banyak pihak yang tidak ingin perdamaian. Mereka ingin mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan."

RAKA memandang Jaya dengan penuh perhatian, mencoba membaca niatnya.

RAKA:

"Jika kami menerima tawaran ini, apa jaminan bahwa suara kami akan didengar? Bahwa rakyat tidak hanya dijadikan alat politik?"

JAYA:

"Itu sepenuhnya ada di tangan kalian. Tapi Tuan Sunan berjanji akan mengupayakan reformasi dalam kerajaan. Perjuangan kalian bisa menjadi awal perubahan besar."

SRI menatap Raka, kemudian berkata dengan serius:

"Ini kesempatan yang mungkin kita tunggu-tunggu, tapi juga bisa menjadi jebakan yang menghancurkan semua yang kita perjuangkan."

VISUAL:

Raka berdiri dan berjalan perlahan ke jendela, memandang ke luar gelap malam. Bayangan pepohonan bergoyang diterpa angin dingin, seperti mencerminkan kebimbangan di dalam dirinya.

RAKA (VO):

"Di depan mata, dua jalan terbentang. Jalan damai yang sulit dipercaya, dan jalan perlawanan yang penuh darah dan pengorbanan. Mana yang harus kutempuh?"

CUT TO:

LOKASI: Balai Desa — Pagi Hari Berikutnya

Raka dan Sri mengumpulkan para pemuda dan tetua desa untuk membicarakan tawaran dari kerajaan.

RAKA:

"Kita menerima undangan berdialog. Ini mungkin peluang untuk memperjuangkan keadilan tanpa pertumpahan darah."

PEMUDA 1 (bersemangat):

"Tapi bagaimana jika ini cuma tipu muslihat? Kita sudah terlalu banyak berkorban untuk menyerah begitu saja."

TETUA DESA 1 (berwibawa):

"Dialog tidak selalu berarti menyerah. Jika kita dapat berbicara dari hati ke hati, mungkin kita bisa mengubah sistem dari dalam."

PEMUDA 2:

"Tapi jika ini jebakan, kita bisa kehilangan semua yang sudah kita bangun."

SRI:

"Kita harus siap dengan segala kemungkinan. Kita juga harus terus waspada."

VISUAL:

Wajah-wajah bercampur harap dan cemas. Keputusan berat menanti.

CUT TO:

LOKASI: Aula Keraton — Siang Hari

Raka dan Sri tiba di keraton dengan pengawalan terbatas. Mereka diterima oleh Sunan Pakubuwono III dan beberapa pejabat kerajaan.

PAKUBUWONO III (dengan senyum diplomatis):

"Selamat datang. Aku berharap pertemuan ini menjadi awal dari perdamaian dan kemajuan."

RAKA (tegas):

"Kami datang bukan untuk menyerah, tapi untuk memperjuangkan hak rakyat. Kami ingin reformasi nyata, bukan sekadar janji."

PAKUBUWONO III:

"Aku mengerti. Reformasi tidak mudah dan membutuhkan waktu. Namun aku berkomitmen untuk mendengarkan suara kalian."

VISUAL:

Percakapan berlangsung hangat tapi penuh ketegangan. Raka menyampaikan tuntutan rakyat tentang pembagian tanah yang adil, pendidikan, dan pengurangan pengaruh VOC.

CUT TO:

LOKASI: Ruang Rahasia di Keraton — Malam Hari

Sunan Pakubuwono III berbicara dengan beberapa pejabat kerajaan dan perwira VOC secara tertutup.

PAKUBUWONO III (dengan suara rendah):

"Kita harus mengendalikan gerakan ini, jangan sampai mereka menjadi ancaman besar. Namun kita juga tidak boleh terlihat keras agar tidak memicu pemberontakan."

PERWIRA VOC:

"Kami akan tetap mengawasi dan memastikan bahwa kepentingan Kompeni tidak terganggu."

PEJABAT KERAJAAN:

"Jangan lupa, kekuasaan kita juga bergantung pada kestabilan ini."

VISUAL:

Tatapan licik dan penuh perhitungan. Intrik politik yang rumit semakin terbuka.

CUT TO:

LOKASI: Rumah Raka — Malam Hari

Raka dan Sri kembali setelah pertemuan. Mereka duduk bersama dengan wajah lelah namun penuh pemikiran.

RAKA:

"Dialog ini mungkin jalan yang benar, tapi aku merasa kita sedang dipermainkan."

SRI:

"Setiap gerakan besar pasti ada risiko. Yang penting, kita tetap pegang teguh pada tujuan utama: keadilan untuk rakyat."

RAKA:

"Aku harus hati-hati. Sekali salah langkah, bukan hanya aku yang akan jatuh, tapi seluruh perjuangan."

VISUAL:

Raka menatap naskah yang masih terserak di meja, lambat laun matanya menunjukkan tekad baru.

CUT TO:

LOKASI: Balai Desa — Beberapa Hari Kemudian

Raka kembali mengumpulkan warga untuk membagikan hasil pertemuan dan mendengarkan pendapat mereka.

RAKA:

"Dialog dengan kerajaan berjalan, tapi reformasi tidak akan datang begitu saja. Kita harus tetap waspada dan siap kapan pun harus bertindak."

WARGA:

"Kami percaya padamu, Raka. Tapi jangan biarkan kami tertipu."

RAKA:

"Aku tidak akan mengecewakan kalian. Ini baru permulaan, dan aku butuh kalian semua bersama-sama."

VISUAL:

Semangat kembali membara, tetapi kesadaran bahwa perjuangan masih panjang tetap melekat kuat.

FADE OUT.

NARATOR (VO):

"Perjuangan bukan hanya soal berperang, tapi juga tentang kebijaksanaan memilih kapan melangkah maju dan kapan harus bertahan. Di sinilah ujian sejati bagi seorang pejuang dimulai."

[AKHIR ADEGAN 9]

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)