Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
LOKASI: Rumah Raka — Malam Hari
WAKTU: Beberapa Menit Setelah Kedatangan Utusan
VISUAL:
Lampu minyak temaram menyinari ruangan sederhana yang penuh dengan naskah dan alat tulis. Raka dan Sri duduk berhadap-hadapan dengan utusan kerajaan, seorang pria berpakaian rapi tapi sederhana bernama Jaya, yang menunggu dengan sabar.
JAYA:
"Aku datang dengan pesan Sunan Pakubuwono III. Ia tahu bahwa perlawanan ini berakar dari ketidakadilan yang dirasakan rakyat. Oleh karena itu, ia menawarkan kesempatan untuk berdialog secara langsung."
RAKA:
"Dialog? Apakah Sunan Pakubuwono benar-benar peduli pada suara rakyat, atau ini hanya jebakan untuk memadamkan perlawanan kami?"
JAYA (menunduk sedikit):
"Aku paham keraguanmu. Tapi aku datang tanpa paksaan. Tuan Sunan ingin menghindari pertumpahan darah yang sia-sia."
SRI (menyela):
"Jika tawaran ini tulus, mengapa harus disampaikan lewat utusan rahasia? Mengapa tidak secara terbuka?"
JAYA (tersenyum tipis):
"Karena situasi masih rawan. Banyak pihak yang tidak ingin perdamaian. Mereka ingin mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan."
RAKA memandang Jaya dengan penuh perhatian, mencoba membaca niatnya.
RAKA:
"Jika kami menerima tawaran ini, apa jaminan bahwa suara kami akan didengar? Bahwa rakyat tidak hanya dijadikan alat politik?"
JAYA:
"Itu sepenuhnya ada di tangan kalian. Tapi Tuan Sunan berjanji akan mengupayakan reformasi dalam kerajaan. Perjuangan kalian bisa menjadi awal perubahan besar."
SRI menatap Raka, kemudian berkata dengan serius:
"Ini kesempatan yang mungkin kita tunggu-tunggu, tapi juga bisa menjadi jebakan yang menghancurkan semua yang kita perjuangkan."
VISUAL:
Raka berdiri dan berjalan perlahan ke jendela, memandang ke luar gelap malam. Bayangan pepohonan bergoyang diterpa angin dingin, seperti mencerminkan kebimbangan di dalam dirinya.
RAKA (VO):
"Di depan mata, dua jalan terbentang. Jalan damai yang sulit dipercaya, dan jalan perlawanan yang penuh darah dan pengorbanan. Mana yang harus kutempuh?"
CUT TO:
LOKASI: Balai Desa — Pagi Hari BerikutnyaRaka dan Sri mengumpulkan para pemuda dan tetua desa untuk membicarakan tawaran dari kerajaan.
RAKA:
"Kita menerima undangan berdialog. Ini mungkin peluang untuk memperjuangkan keadilan tanpa pertumpahan darah."
PEMUDA 1 (bersemangat):
"Tapi bagaimana jika ini cuma tipu muslihat? Kita sudah terlalu banyak berkorban untuk menyerah begitu saja."
TETUA DESA 1 (berwibawa):
"Dialog tidak selalu berarti menyerah. Jika kita dapat berbicara dari hati ke hati, mungkin kita bisa mengubah sistem dari dalam."
PEMUDA 2:
"Tapi jika ini jebakan, kita bisa kehilangan semua yang sudah kita bangun."
SRI:
"Kita harus siap dengan segala kemungkinan. Kita juga harus terus waspada."
VISUAL:
Wajah-wajah bercampur harap dan cemas. Keputusan berat menanti.
CUT TO:
LOKASI: Aula Keraton — Siang HariRaka dan Sri tiba di keraton dengan pengawalan terbatas. Mereka diterima oleh Sunan Pakubuwono III dan beberapa pejabat kerajaan.
PAKUBUWONO III (dengan senyum diplomatis):
"Selamat datang. Aku berharap pertemuan ini menjadi awal dari perdamaian dan kemajuan."
RAKA (tegas):
"Kami datang bukan untuk menyerah, tapi untuk memperjuangkan hak rakyat. Kami ingin reformasi nyata, bukan sekadar janji."
PAKUBUWONO III:
"Aku mengerti. Reformasi tidak mudah dan membutuhkan waktu. Namun aku berkomitmen untuk mendengarkan suara kalian."
VISUAL:
Percakapan berlangsung hangat tapi penuh ketegangan. Raka menyampaikan tuntutan rakyat tentang pembagian tanah yang adil, pendidikan, dan pengurangan pengaruh VOC.
CUT TO:
LOKASI: Ruang Rahasia di Keraton — Malam HariSunan Pakubuwono III berbicara dengan beberapa pejabat kerajaan dan perwira VOC secara tertutup.
PAKUBUWONO III (dengan suara rendah):
"Kita harus mengendalikan gerakan ini, jangan sampai mereka menjadi ancaman besar. Namun kita juga tidak boleh terlihat keras agar tidak memicu pemberontakan."
PERWIRA VOC:
"Kami akan tetap mengawasi dan memastikan bahwa kepentingan Kompeni tidak terganggu."
PEJABAT KERAJAAN:
"Jangan lupa, kekuasaan kita juga bergantung pada kestabilan ini."
VISUAL:
Tatapan licik dan penuh perhitungan. Intrik politik yang rumit semakin terbuka.
CUT TO:
LOKASI: Rumah Raka — Malam HariRaka dan Sri kembali setelah pertemuan. Mereka duduk bersama dengan wajah lelah namun penuh pemikiran.
RAKA:
"Dialog ini mungkin jalan yang benar, tapi aku merasa kita sedang dipermainkan."
SRI:
"Setiap gerakan besar pasti ada risiko. Yang penting, kita tetap pegang teguh pada tujuan utama: keadilan untuk rakyat."
RAKA:
"Aku harus hati-hati. Sekali salah langkah, bukan hanya aku yang akan jatuh, tapi seluruh perjuangan."
VISUAL:
Raka menatap naskah yang masih terserak di meja, lambat laun matanya menunjukkan tekad baru.
CUT TO:
LOKASI: Balai Desa — Beberapa Hari KemudianRaka kembali mengumpulkan warga untuk membagikan hasil pertemuan dan mendengarkan pendapat mereka.
RAKA:
"Dialog dengan kerajaan berjalan, tapi reformasi tidak akan datang begitu saja. Kita harus tetap waspada dan siap kapan pun harus bertindak."
WARGA:
"Kami percaya padamu, Raka. Tapi jangan biarkan kami tertipu."
RAKA:
"Aku tidak akan mengecewakan kalian. Ini baru permulaan, dan aku butuh kalian semua bersama-sama."
VISUAL:
Semangat kembali membara, tetapi kesadaran bahwa perjuangan masih panjang tetap melekat kuat.
FADE OUT.
NARATOR (VO):
"Perjuangan bukan hanya soal berperang, tapi juga tentang kebijaksanaan memilih kapan melangkah maju dan kapan harus bertahan. Di sinilah ujian sejati bagi seorang pejuang dimulai."
[AKHIR ADEGAN 9]