Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
LOKASI: Desa-desa sekitar Giyanti — Siang dan Sore Hari
WAKTU: Beberapa Hari Setelah Penandatanganan
VISUAL:
Pemandangan desa yang damai, sawah terbentang luas, anak-anak bermain di sekitar pohon beringin tua. Di balai desa, beberapa tetua dan pemuda berkumpul dengan penuh antusias. Di tangan mereka tersebar lembaran naskah kecil—salinan dari naskah asli yang dibawa Raka dan Sri.
DALANG (berdiri di atas panggung sederhana, mengayunkan wayang dengan gemulai):
"Kisah ini adalah suara yang dibungkam, cerita yang dirangkai dalam bayang-bayang, tapi kini kembali bernyanyi dengan bebas."
TETUA DESA 1 (berbisik pada yang lain):
"Ini bukan hanya cerita, ini adalah panggilan untuk bangkit, untuk mempertahankan tanah kita dari tangan asing."
TETUA DESA 2:
"Mereka bilang perjanjian itu membawa damai. Tapi damai yang dibuat dari ketidakadilan adalah bara yang membara dalam hati."
CUT TO:
LOKASI: Rumah Raka — Sore HariRaka duduk bersama Sri dan beberapa pemuda desa. Mereka sedang menyalin naskah demi naskah, hati-hati agar tak ketahuan prajurit Kompeni.
RAKA:
"Setiap lembaran yang kita sebarkan adalah senjata tanpa darah. Ini adalah perang kata dan sejarah."
SRI:
"Tapi kalau sampai ketahuan, kita semua bisa dianggap pemberontak."
RAKA (menatap tajam):
"Kadang, revolusi membutuhkan keberanian melangkah ke dalam kegelapan."
VISUAL:
Senyum kecil muncul di wajah pemuda-pemuda yang mulai memahami arti sesungguhnya dari perjuangan ini. Mereka mulai menyusun strategi—bagaimana menyebarkan naskah lewat tembang rakyat, dan menggunakan bahasa simbol agar pesan tak mudah dipahami musuh.
CUT TO:
LOKASI: Kantor Residen VOC — Malam HariHartingh duduk di meja kerjanya, wajahnya muram. Di depannya terdapat laporan intelijen tentang penyebaran naskah dan gelombang kecurigaan di kalangan rakyat.
HARTINGH (berbicara pada asistennya):
"Kita harus menekan perlawanan ini sebelum menyebar lebih luas. Tangkap mereka yang mencurigakan, dan pastikan tidak ada celah untuk pemberontakan."
ASISTEN HARTINGH:
"Namun, Tuan, mereka tersebar di desa-desa. Sulit untuk ditangkap semua tanpa menimbulkan kerusuhan."
HARTINGH:
"Kalau perlu, kita bakar desa itu. Tidak ada tempat bagi pemberontak dalam tatanan yang kami buat."
CUT TO:
LOKASI: Desa yang terkena operasi — Malam HariPrajurit Kompeni datang dengan obor dan senjata. Rumah-rumah dibakar, penduduk yang ketakutan berlari mencari perlindungan.
VISUAL:
Raka dan Sri yang mendengar kabar ini dari mata-mata mereka segera bergerak cepat. Mereka mengumpulkan warga yang selamat, membawa mereka ke gua tersembunyi di hutan.
SRI (menenangkan):
"Kita tak boleh kalah oleh kekerasan. Ini hanya membuat kita semakin kuat."
RAKA:
"Perjuangan kita bukan hanya soal tanah. Ini soal hati dan jiwa bangsa."
CUT TO:
LOKASI: Hutan — Malam HariRaka berdiri di depan kelompok kecil, menyalakan api unggun. Ia mulai mengisahkan tembang dan cerita leluhur yang menginspirasi semangat.
RAKA (bersuara tegas):
"Kita tidak sendiri. Sejarah ada di sisi kita, dan kelak, suara kita akan jadi nyanyian yang menggema lebih kuat daripada senjata mereka."
SRI (menambahkan):
"Kita akan terus menulis, terus bernyanyi, dan suatu saat, kebenaran akan menang."
VISUAL:
Wajah-wajah muda dan tua yang penuh harapan, mengelilingi api, siap mempertahankan warisan mereka. Malam itu, bukan hanya api unggun yang menyala, tapi juga semangat perlawanan.
CUT TO:
LOKASI: Aula Benteng Giyanti — Keesokan HarinyaPara bangsawan yang telah menandatangani perjanjian mulai merasa resah dengan kabar perlawanan rakyat. Sunan Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi duduk berdua, berbicara serius.
PAKUBUWONO III:
"Raka dan Sri bukan ancaman kecil. Mereka menyebarkan api yang bisa membakar seluruh kerajaan."
MANGKUBUMI:
"Mereka adalah suara rakyat yang kau dan aku abaikan. Mungkin ini peringatan agar kita tidak lupa siapa yang sebenarnya memiliki tanah ini."
PAKUBUWONO III (menatap tajam):
"Kita harus bertindak sebelum semuanya lepas kendali."
CUT TO:
LOKASI: Rumah Raka — Malam HariRaka duduk merenung di meja kerja, di hadapannya naskah dan potongan tembang. Tiba-tiba pintu diketuk pelan. Sri masuk dengan wajah serius.
SRI:
"Ada yang ingin bicara denganmu. Seorang utusan dari kerajaan."
RAKA (waspada):
"Siapa dia?"
SRI:
"Aku tidak tahu. Tapi ini bisa jadi ujian besar bagi kita."
CUT TO:
LOKASI: Halaman depan rumah Raka — Beberapa menit kemudianSeorang pria berpakaian sederhana tapi rapi berdiri dengan tenang. Ia mengangkat topinya.
PRIA:
"Salam, Raka. Aku datang atas nama Sunan Pakubuwono III. Ada tawaran yang mungkin bisa mengakhiri segala kekacauan ini."
RAKA (mendengus):
"Tawaran dari kerajaan? Apakah ini jebakan?"
PRIA (tersenyum tipis):
"Aku di sini bukan untuk menjebak, tapi untuk menawarkan jalan keluar. Namun, keputusan ada di tanganmu."
VISUAL:
Raka dan Sri saling pandang, menyadari bahwa mereka kini memasuki babak baru perjuangan—bukan hanya melawan VOC dan pengkhianatan, tapi juga intrik di dalam kerajaan sendiri.
FADE OUT.
NARATOR (VO):
"Perjuangan sejati bukan hanya soal melawan musuh luar, tapi juga menyelami hati dan niat di antara saudara sebangsa."
[AKHIR ADEGAN 8]