Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
LOKASI: Hutan Utara Giyanti – Menjelang Fajar
WAKTU: Dua Hari Sebelum Tenggat Waktu Sultan
VISUAL:
Kabut tipis menggantung di atas hutan utara. Embun membasahi dedaunan, dan suara burung malam perlahan digantikan oleh desiran angin pagi. Empat orang bergerak perlahan di balik semak: Jagad, Darto, Leman, dan Soma—patroli kecil utusan Sri untuk mengawasi pergerakan VOC di perbatasan.
LOKASI: Hutan Utara — Jalur RahasiaDARTO (berbisik):
"Jalur ini jarang dipakai. Tapi tiga hari lalu, Surya lihat asap di lereng timur. Mereka mungkin bangun pos di sana."
LEMAN (sambil memeriksa busur):
"Atau perangkap. Jangan-jangan mereka tahu kita akan mengintai."
JAGAD (menunduk, mengambil segenggam tanah):
"Tanah ini basah… tapi tidak cukup untuk menimbun jejak. Lihat itu."
VISUAL:
Jagad menunjuk bekas tapak sepatu berat—bukan sandal petani, melainkan sepatu kulit. Ada lima arah langkah, mengarah ke balik tebing kecil. Ia mencium tanah, seperti pemburu kawakan.
SOMA:
"Kompeni?"
JAGAD:
"Bukan. Ini sepatu Jawa. Tapi pola barisannya… terlatih. Mungkin pasukan keraton."
LEMAN (cemas):
"Mengapa pasukan keraton ada di sini? Bukankah kita sedang dalam masa menunggu jawaban?"
DARTO:
"Kalau mereka kirim pasukan sekarang, artinya… mereka sudah pilih perang."
JAGAD (datar):
"Atau mereka bersiap menghabisi kita sebelum pengumuman resmi keluar."
Mereka lanjut menyusuri jejak, semakin dalam ke hutan. Matahari mulai mengintip di balik pepohonan, tapi suasana justru semakin mencekam.
LOKASI: Celah Batu di Lembah KeringVISUAL:
Darto memberi isyarat berhenti. Di depan mereka, terbentang cekungan dengan bangunan kayu kecil setengah tersembunyi. Di sekitar bangunan, tampak tiga orang bersenjata—dua dengan senapan, satu membawa keris. Mereka mengenakan seragam abu tua, bukan VOC, bukan juga rakyat.
DARTO (pelan):
"Pos rahasia. Tapi bukan VOC. Mereka bawa lambang Surakarta."
SOMA (gemetar):
"Ini pengkhianatan... Mereka sudah siapkan serangan sebelum hasil perundingan diumumkan."
JAGAD memandang dari balik batu. Ia menghunus keris kecil dari balik sarungnya, matanya tajam.
LEMAN (curiga):
"Kau tenang sekali, Jagad."
JAGAD (dingin):
"Karena kita bukan di sini untuk gegabah. Kita lihat dan kita kembali. Itulah perintah."
DARTO:
"Atau… kita kirim satu orang mendekat. Cari dokumen. Bukti. Surat perintah. Jika kita bawa bukti ke Sri, dia tak perlu menunggu keputusan Sultan lagi."
LEMAN (menatap Jagad):
"Kalau begitu, dia saja yang ke sana."
JAGAD tak menjawab. Ia sudah bergerak sebelum selesai dibicarakan. Diam-diam ia menyelinap menuruni lereng, langkahnya nyaris tak terdengar.
LOKASI: Pos RahasiaVISUAL:
Jagad tiba di belakang pondok. Ia mengiris tali pengikat jendela, membuka celah kecil. Di dalam tampak seorang perwira keraton—Tumenggung Wiradipa, sedang menulis di atas meja.
WIRADIPA (suara terdengar samar):
"...laksanakan pada malam terakhir. Giyanti akan terbakar sebelum ayam berkokok di hari keempat."
Jagad mencatat dalam benaknya. Ia mundur perlahan. Tapi—
KREEK.
Ranting patah. Salah satu penjaga menoleh.
PENJAGA:
"Siapa di sana?!"
Jagad segera melompat ke semak. Dua peluru menembus udara di belakangnya. Ia berlari cepat ke lereng tempat kawan-kawannya menunggu.
DARTO (panik):
"Apa kau ketahuan?!"
JAGAD (terengah):
"Mereka siapkan serangan. Malam terakhir, dua hari lagi. Aku dengar langsung dari mulut Tumenggung."
SOMA:
"Kita harus kembali. Sekarang!"
VISUAL:
Mereka bergerak cepat ke arah desa. Namun dari kejauhan, satu peluru menembus udara dan menghantam bahu Leman. Ia jatuh, menjerit.
LEMAN (berdarah):
"Pergi! Jangan tunggu aku!"
JAGAD (diam, lalu berbalik):
"Tidak. Kau belum lunas pada tanah ini."
Ia mengangkat Leman ke pundaknya, meski tubuhnya sendiri gemetar.
LOKASI: Perbatasan Giyanti — Fajar MenyingsingVISUAL:
Keempatnya berhasil menyeberang sungai kecil, memasuki batas Giyanti. Sri dan Raka sudah menunggu dengan beberapa penjaga.
SRI (khawatir):
"Apa yang terjadi?"
DARTO:
"Pasukan keraton. Mereka bangun pos rahasia. Tumenggung Wiradipa memerintahkan serangan sebelum pengumuman hasil perundingan."
RAKA (geram):
"Mereka tipu kita. Kita beri tiga hari, mereka gunakan untuk menyiapkan pembantaian."
SRI menatap Jagad. Tak ada kata. Hanya pandangan dalam yang mengandung pertanyaan dan pengakuan diam-diam.
SRI (pelan):
"Kau selamatkan kawanmu. Dan kau kembali membawa kebenaran. Tapi kepercayaan bukan hanya dibuktikan sekali."
JAGAD (menunduk):
"Berikan aku tugas selanjutnya. Aku belum lunas."
VISUAL:
Kamera beralih ke benteng kayu di Giyanti. Bendera merah-putih naik perlahan, kali ini tidak berkibar dengan semangat, tapi dengan kesadaran akan perang yang segera datang. Irama gamelan terdengar perlahan dari kejauhan, menyerupai detak jantung menjelang badai.
NARATOR (VO):
"Mereka ingin diam. Tapi kata-kata telah disalahgunakan. Mereka ingin damai. Tapi waktu digunakan untuk berkhianat. Maka kini, satu-satunya jalan adalah menulis sejarah dengan api."
FADE OUT.
[AKHIR ADEGAN 18]