Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
KEMBANG BATAVIA
Suka
Favorit
Bagikan
8. #8 Lelaki Misterius

FADE IN:

33. RUMAH KEPALA DESA KAMPUNG JAWA (PETANG)

Cast: Cast: Jan Pekel, Saathi, Mlêthik, Byomå

Saathi menurunkan satu demi satu satu batang bambu dari atas gerobak. Byomå memberi sedikit bantuan dengan merapikan tumpukan bambu yang sudah Saathi letakkan di pekarangan samping rumah Jan Pekel, Kepala Kampung Jawa. Mlêtik tertidur di dalam gerobak beberapa saat setelah mereka meninggalkan hutan bambu di pinggir Sungai Krukut.

JAN PEKEL

(Keluar pagar rumah)

Ngana jadi pigi ke Sungai Krukut, Saathi?

SAATHI

(Meletakkan bambu terakhirnya)

Benar, Tuan. Semuê limabelas batang. Pekan depan sayê genapi menjadi tiga pulo.

JAN PEKEL

Tidak sulit ngana sampai Hutan Krukut? Saathi menggeleng. Tidak bicara.

JAN PEKEL

Ngana memang hebat.

SAATHI

(Tidak peduli)

Kami pulang, Tuan.

JAN PEKEL

(Menghampiri Saathi)

Tunggu sebentar. Saathi menunggu. Byomå lebih dulu naik gerobak.

JAN PEKEL

Ngana tidak merasa ini terlalu berat, Saathi?

Saathi menggeleng.

JAN PEKEL

(Bersidekap)

Ngana harus membagi waktu dengan mencari uang dan menjaga adik-adik ngana. Kita kalmaring berpikir tentang ini. Bagaimana menurut ngana, kalau kita bantu bayar pajak ini?

Saathi mengangkat wajah. Tetapi tetap diam.

JAN PEKEL

Kita bisa beri keringanan ke ngana. Pajak bambu kita hilangkan selama enam bulan. Kita yang bayar. Bagaimana? 

Saathi masih belum menjawab.

CLOSE UP: WAJAH SAATHI YANG BEREKSPRESI DINGIN DAN LUGU

JAN PEKEL

Setelah kita lihat ngana menyanyi di pasar, kita pikir, ngana bisa menjadi pekerja seni. Tapi, kalau ngana harus mengumpulkan bambu, juga mengurus adik-adik ngana, tidak cukup waktu untuk berkembang.

SAATHI

Sayê sanggup mengumpulkan bambu sendiri, Tuan.

JAN PEKEL

Tapi itu memberatkan ngana.

Saathi menggeleng.

JAN PEKEL

Kita bayangkan, ngana bisa tampil di gedung pengelola Ommelanden. Bahkan di Kota Batavia.

Saathi diam lagi. Membiarkan Jan Pekel bicara terus.

JAN PEKEL

Ngana pasti berpikir soal pajak pertunjukan. Kita bisa bicarakan itu nanti.

SAATHI

Sayê di kampong saja.

JAN PEKEL

Sayang jika kemampuan ngana tidak dilihat banyak orang-orang, Saathi. Coba ngana pikirkan betul.

Saathi menyatukan tangan di depan. Mendengarkan.

JAN PEKEL

Mungkin ngana pikir, kita terlalu tergesa-gesa. Tapi, kita lihat penampilan ngana memang istimewa. Ngana perlu tampil banyak-banyak. Setelah enam bulan, ngana punya penghasilan yang bagus, ngana boleh mulai membayar pajak lagi.

Diam beberapa lama. Keduanya tak bicara.

SAATHI

Sayê pamit, Tuan.

JAN PEKEL

Ngana akan pikirkan tawaran kita?

SAATHI

Sayê sanggup sendiri.

Meski tampak kecewa, Jan Petel tak menghalangi Saathi yang meninggalkannya, naik ke gerobak. Lalu, perlahan gerobak itu bergerak, meninggalkan rumah kepala kampung yang sedang bingung sendiri.

FADE OUT:

FADE INI:

 34. DEPAN RUMAH PAK SUTHA (PAGI)

Cast: Pak Modin, Pak Sutha, Bu Suta, Anak Pak Suta, Orang-orang kampung.

Orang-orang berkerumun. Seorang anak laki-laki yang umurnya di atas Byomå beberapa tahun saja, ke luar dari rumah diapit Pak Suthå Singåmênggålå dan istrinya. Anak itu mengenakan kain putih tipis di balik sarung yang dibebatkan di pinggang. Sekujur tubuhnya dilumuri bedak warna kuning. Rangkaian melati menjadi mahkota di kepala, gelang pada tangan, dan kalung di lehernya.

Balai-balai lebar sudah ada di pekarangan. Anak itu dituntun ayahnya menuju ke sana lalu tidur tertelentang. Pak Modin (50 tahun); penuntun agama berpakaian serbaputih, ikat kepala putih, duduk di bangku,Pak Calak; dukun sunat 50 tahunan bersurjan dan kain batik sebagai sarung, di sebelahnya sedang menyiapkan wesi tawa; pisau sunat yang tajam luar biasa.

PAK MODIN

(Pelan-pelan)

Kowe tirukan kata-kata Pak Modin, ya.

ANAK PAK SUTHA

(Gemetaran)

Nggih.

PAK MODIN

Asyhadualla illa haillallah.

ANAK PAK SUTHA

Asyhadualla illa haillallah.

PAK MODIN 

Wa asyhaduanna Muhammaddarrasulullah.

ANAK PAK SUTHA

(Menutup mata)

Wa asyhaduanna Muhammaddarrasulullah.

Pak Calak melaksanakan tugasnya. Anak itu takut tapi kuat. Dia tidak pingsan. Sebagian kulit telah dipotong, anak itu bertahan sambil meringis menahan perih. Ia lalu ditidurkan di balai-balai. Ibu anak itu lalu melangkahinya sebanyak tiga kali. 

CUT TO:

35.EXT. PINGGIR JALAN DEKAT RUMAH PAK SUTHA (PAGI)

Cast:Mbok Marti, Saathi, Jozua, Mlêthik, Byomå, Orang-orang kampung.

Saathi menyingkir ke bagian lain dari keramaian. Byomå berjalan di sebelahnya dengan raut muka tak karuan. Sedangkan Mlêtik tidak berhenti menggodanya.

MLȆTHIK

(Mengejek Byomå)

Kakang takut, ya?

BYOMȦ

(Ketus)

Tidak.

MLȆTHIK

Kalau tidak takut, lihat sana.

BYOMȦ

Tidak mau.

MLȆTHIK

(Tertawa)

Kemarin kata Kakang juga tidak takut Kompeni. 

Begitu melihat langsung malah mencebur ke sungai.

BYOMȦ

(Bersidekap kesal)

Hhh … Mlêtik tidak baik!

Saathi menggandeng Mlêtik menuju ke gerobak.

MBOK MARTI

(V.O.)

Thi! Saathi!

Saathi menoleh. Tampaklah Mbok Marti bergegas menyusulnya.

MBOK MARTI

Kowe mau ke mana?

SAATHI

Menunggu di gerobak, Mbok.

MBOK MARTI

Oh, aku kira kowe mau pulang. Ini khitannya sebentar lagi selesai. Setelah pengantin khitannya masuk ke rumah, kalian langsung tampil.

Saathi mengangguk. Berdiri gelisah.

MBOK MARTI

Kenapa, tå, malah ke gerobak? Orang-orang ramai menonton pengantin khitan.

MLȆTHIK

(Nyeletuk)

Kakang Byomå takut, Mbok.

CLOSE UP: MLȆTHIK YANG MENUTUP MULUT MULUT MENAHAN TAWA

BYOMȦ

Ndak benar. Aku ndak takut.

MBOK MARTI

(Berdecak)

Nanti kowe juga mengalami, Byomå.

SAATHI

Alat-alat gamelan masih ada di gerobak, Mbok.

MBOK MARTI

Ya, sudah. Kalian ambil dulu. Nanti langsung ke halaman.

Saathi mengangguk. Dia hendak terus menghampiri gerobak ketika dia melihat Jozua (pemuda Jawa awal 20 tahun, rambutnya hitam lurus, dikucir tinggi di belakang kepala. Seperti ekor kuda. Lehernya kokoh dan lebar. Matanya tegas, hidungnya kukuh, rahangnya bersudut tegas. Dari jambang, pipi, kumis, hingga jenggotnya tersambung rapat.) di seberang jalan depan rumah Pak Sutha. Berdiri di tegalan sawah. Jozua memperhatikan Saathi dengan tajam. Bersidekap, berdiri tegap.  

Dia bercelana panjang sebetis, kakinya bersepatu kulit. Dia mengenakan rompi tak berlengan dan tanpa kancing di dada. Sabuk besar melilit pinggangnya. Air muka Saathi berubah seketika.  

SAATHI

(Menyentak lembut tangan Mlêtik) 

Ayo. 

Byomå mengikuti Mbakyunya dengan buru-buru. Bertiga mereka meninggalkan Marti yang sedikit kesal.

CUT TO: 

36. INT. DALAM GEROBAK (PAGI)

Castro:Saathi, Byoma, Mletik

Sebelum naik ke gerobak, Saathi menoleh ke tegalan itu lagi. Jozua sudah tak ada. Saathi menyusul Byomå dan Mlêtik yang sudah naik lebih dulu. Dia lalu duduk menyandar ke dinding gerobak. Menenangkan pikiran.

BYOMȦ

(Khawatir)

Wonten punapa, Mbakyu? Ada apa?

SAATHI

(Menggeleng lalu meraih chelempung) 

Ayo bersiap-siap.

Byomå dan Mlêtik segera mengambil peralatannya dengan berisik. Sementara itu, Saathi berupaya.

SOUND EFFECT: BUNYI ALAT MUSIK BERTUMBUKAN

   

FADE OUT

FADE IN:

37. EXT. JALAN UTRECHT (PETANG)

Cast:Gesù, Adam Thomasz, Clara

Malam itu, Gesù hendak pergi ke pasar sayur Parit Singa Betina lewat Jalan Utrecht. Pada waktu malam, serambi-serambi Jalan Utrecht menjadi jalur berisik. Bule Belanda, Mardiker India berpakaian Belanda senda gurau antartetangga. Beberapa perang mulut dan caci maki. 

Rumah-rumah di Jalan Utrecht sambung-menyabung di sepanjang blok di kedua sisinya. Setiap rumah memiliki serambi yang menempel satu sama lain. 

Clara (Seorang perempuan Mardiker berkulit gelap berdandan bak Nyonya Belanda, dengan gaun menyapu jalan) berkacak pinggang di depan rumah di awal jalan.

Adam Thomaz (lelaki India 40 an tahun, berpakaian rapi, bertopi hitam bundar) sedang duduk minum arak di serambi bersama tuan rumah

CLARA

(Berkacak pinggang)

Meester Adam Thomasz! Apakah angkau sekarang suda ada jadi sinyo besar, heh! Saya ada tiga kali suru angkau dateng ke saya punya rumah, tapi angkau rasa suda ada jadi sinyo besar dan tiada sekali-kali mau dateng!

INSERT: GESU YANG BERJALAN KIKUK

  

Gesù ragu untuk terus melanjutkan langkah. Dia lalu berjalan perlahan seolah-olah tak terganggu dengan keadaan di kanan kirinya. 

 

ADAM THOMASZ

Jangan gusar, Nyonya. Saya tiada ada punya cukup tempo. Dari kerna apa, tak bisa dateng ke rumah Nyonya.

CLARA

Angkau mau mendustain saya? Itu tempo angkau curi uang Warnaer Dinckelaar, angkau ada boleh datang! Apa ada angkau pikir, Dickelaar punya budak-budak lebi baek dari saya punya budak? Angkau mau ajar-ajar Dickelaar punya budak-budak buat jadi murid. Tapi, tidak sekali-kali mau ajar-ajar saya punya budak-budak!

Tetangga satu banjar dan yang di seberang bersuitan, berteriak-teriak memberi semangat atau memperburuk suasana. Mereka yang letaknya lebih jauh, sampai turun ke jalan, mencari tahu apa sebab keributan.

CLARA

Angkau anak Wanita Penghibur! Angkau curi uang!

ADAM THOMASZ

(Adam bangun dengan gusar)

Apa sebab Nyonya hina saya punya ibu! Apa ada Nyonya bisa kasih bukti Nyonya punya perkatahan?

CLARA

(Histeris)

Ini buktinya!

Clara merunduk, melepas sandal kayunya. Dia lalu hendak memukulkan sandal kayu itu ke kepala Adam Thomasz. Akhirnya, orang-orang turun tangan menengahi pertengkaran mereka. 

Gesù sekarang melangkah buru-buru. 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar