Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
KEMBANG BATAVIA
Suka
Favorit
Bagikan
5. #5 Kemeja yang Dikanji

CUT TO:

15.INT. KAMAR PENGINAPAN CATHARINA FLORIS (MALAM)

Cast: Gesù, Ventura

Gesù memelototi baju dan celana yang baru saja kembali dari tukang cuci. Seolah-seolah dia tak mengenali pakaiannya lagi. Baju itu sedikit koyak di beberapa bagian.

Ventura batal ke luar kamar Gesù setelah meletakkan keranjang pakaian bersih itu. Dia mulai merasa sedang dalam kesulitan.

GESÙ

(Mengangkat selembar kemeja)

Kamu apakan baju-baju saya?

VENTURA

(Mengangkat wajah sedikit)

 Itu baju dicuci, Tuan.

GESÙ

(Menyorongkan bajunya yang koyak)              

Lihat ini. Dale stele alle stalle… bagaimana cara kalian mencuci?

Ventura menirukan gerakan memukul-mukul. Wajahnya tak bersalah.

                            

CLOSE UP: WAJAH MELAS VENTURA

GESÙ

Dipukuli?

VENTURA

(Mengangguk lugu)

Dengan kayu.

GESÙ

(Tambah kesal)

Supaya apa, Ventura?

VENTURA

Supaya dapet bersih, Tuan.

GESÙ

Kamu lihat ini. Kotoran memang hilang. Tapi, baju saya rusak. Ini baru saya beli di Malaka.

Ventura menunduk, takut-takut.

GESÙ

Di Batavia biasa kalian mencuci baju dengan dipukuli?

VENTURA

(Mengangguk lemah)

Itu benar, Tuan.

GESÙ

(Meraba-raba permukaan kemejanya)

Apa yang buruh cuci balurkan di kemeja saya?

Mengapa jadi kaku begini?

VENTURA

Itu kanji, Tuan.

GESÙ

Kanji?

VENTURA

Supaya itu baju dapet rapi.

Gesù melepas kemeja yang dia pakai. Kemudian, dia mengenakan kemeja yang baru kembali dari tempat cuci. Giliran hendak dia masukkan bagian bawah kemeja ke dalam celana, dia kesusahan karena kain menjadi sangat kaku.

GESÙ

Rapi bagaimana?

Ventura menunduk dalam-dalam.

                                                                      

GESÙ

(Meluruskan lengan, menunjuk tumpukan pakaian itu dengan seluruh jarinya)

 Demi Tuhan, saya butuh jawaban, Ventura.

VENTURA

Di ini Batavia semua kemeja misti ditaro kanji, Tuan. Laen-laen pejabat, pengusaha, atau orang biasa.”

GESÙ

Kamu tidak mengada-ngada?

VENTURA

(Menggeleng)

Mereka punya kemeja tiada dikasih masuk di dalam celana.

GESÙ

Astaga.

Gesù lalu menghampiri tempat tidur dan duduk di pinggirnya.

GESÙ

Sudahlah. Bukan salahmu. Maafkan saya menumpahkan kesal kepadamu.

VENTURA

(Masih menunduk)

Iya, Tuan.

GESÙ

Kamu tahu izin ke luar tembok Batavia belum saya peroleh. Tidak ada kepastian apakah saya akan memperolehnya. Itu membuat pikiran saya kacau.

Ventura tidak bergerak. Dua tangannya menyatu di depan. Sesekali dia mengangkat wajah lalu menunduk lagi.

GESÙ

(Memijit-mijit kepala)

Saya sangat perlu untuk menemui seseorang di Ommelanden. Tapi keadaan menjadi tidak bisa ditebak. Berlama-lama di Batavia bisa membuat saya gila.

Sudahlah. Kamu boleh keluar.

Ventura mengangguk lalu menuju pintu.

GESÙ

(Seperti mendapatkan ide baru)

Ventura.

CLOSE UP: WAJAH GESÙ

Ventura urung ke luar kamar. Dia berbalik lagi, menatap Gesù dengan kebingungan.

VENTURA

Saya, Tuan?

GESÙ

Apakah mungkin saya ke luar tembok tanpa sepengetahuan penjaga gerbang?

VENTURA

Ke mana Tuan bekal pegi?

GESÙ

Mencari seseorang bernama Lim Samsang. Dia pemilik penggilingan tebu di Ommelanden.

VENTURA

Itu Tuan Lim saya tahu.

GESÙ

(Terkesiap)

Kamu tidak main-main?

VENTURA

(menggeleng)

Saya punya perkatahan sunggu-sunggu, Tuan. Saban-saban pekan itu Tuan Lim ada sewa saya buat pelihara dia punya ladang tebu di pinggir Sungai Krukut.

GESÙ

(Tampak bersemangat)

Ah, jadi yang dimaksud Nyonya Tijntje bahwa kamu dan Domingos ke Ommelanden waktu itu untuk keperluan itu?

VENTURA

Itu betul, Tuan.

              

GESÙ

Kamu bisa mengantar saya ke tempat penggilingan tebu Tuan Lim?

VENTURA

Pemeriksaan di itu gerbang kota terlalu ketat sekali, Tuan.

GESÙ

Ada cara lain?

Ventura bengong. Menatap Gesù tapi tidak berkata apa-apa.

CLOSE UP: WAJAH VENTURA YANG KEBINGUNGAN

CUT TO:

16.EXT. PINGGIR SUNGAI (SIANG)

CAST: Saathi, Byomå, Mlêthik

Selagi tungku menanak nasi, Saathi dia turun ke kali, mencuci beberapa lembar kain dan peralatan dapur. Mlêtik baru saja selesai mandi di sungai. Sekarang dia menonton Byomå yang sedang memandikan kerbau-kerbaunya.

Byomå bercengkrama dengan kerbaunya. Dia naik ke atas punggung kerbau dengan berpegangan pada ekor, mendaki kaki belakang, lalu melompat ke punggungnya. Mlêtik sangat gembira melihat kelihaian kakangnya.

MLȆTHIK

(Bertepuk tangan sambil melompat-lompat)

Kakang hebat! Kakang hebat!

CUT TO:

17. EXT. DEPAN GEROBAK, PINGGIR SUNGAI (SIANG)

Cast: Saathi, Byomå, Mlêthik, Mbok Marti, Wångså

Saathi ke luar dari sungai. Dia meletakkan peralatan dapur yang dia cuci lalu menghampiri tungku. Dia membuka tutup gerabah berbentuk piring yang tertelungkup, memeriksa nasi dalam kukusan. Mencicipinya. Dahinya berkerut sedikit. Belum tanak. Dia meletakkan tutup kerucut bambu itu kembali.

Saathi lalu menuju belakang gerobak, membuka laci tambahan di bawah lantai gerobak. Dia memasukkan peralatan dapur lalu mengambil tiga piring tanah liat, ulekan, talenan kayu, dan bangku kecil.

Dia duduk mengulek bumbu-bumbuan untuk membuat sambal. Beberapa cabai merah, terasi, dan bawang merah. Dia taburi garam sedikit. Semua ditumbuk dengan ulekan kayu.

Mbok Marti datang menyapa dari pinggir jalan. Di belakangnya, seorang pemuda yang memikul tumpukan gerabah. Tumpukan yang sangat tinggi. Keranjangnya menggantung sampai pergelangan kaki, sedangkan gerabahnya ditata rapi sampai setinggi bahu.

MBOK MARTI

(Lantang)

Cah Ayu, pagi-pagi sudah sibuk sekali.

                                                                                    

SAATHI

(Mengangguk sambil tersenyum)

Nggih.

MARTI

(Menghampiri Saathi)

Apa pådå slamêt?

SAATHI

Pangestunipun, Mbok.

MBOK MARTI

Masak apa, Thi?

SAATHI

(Berhenti mengulek)

Sambal.

MBOK MARTI

Pakai terasi?

SAATHI

Nggih.

MBOK MARTI

Baunya enak sekali.

INSERT: WANGSA YANG TERSENYUM-SENYUM.

MARTI

(Menoleh pada Wångså)

Wångså mau ke rumah Jo Hongko. Pendagang arak di Jalan Jaccatra. Jo Hongko punya rumah di sana. Tapi sehari-hari berdagang di Batavia. Di dalam tembok.

Saathi menoleh ke Wångså dan Marti bergantiantanpa berkomentar.

MBOK MARTI

Araknya laris. Dijual dari rumah ke rumah.              Kalau jual langsung ke Pasar di Parit Singa Betina, ndak bisa, Thi… orang Jawa ndak bisa bebas Batavia. Kalau bukan orang Tionghoa, ya, orang-orang India yang dapat untung banyak. Dari subuh sudah berjualan sayuran dan buah-buahan di sana.

Saathi menaruh ulekannya. Beranjak ke tungku.

 

MBOK MARTI

Kowe menumbuk padi sendiri, Thi?

SAATHI

Ndak punya lesung.

MBOK MARTI

Jadi minta tolong orang di pasar?

Saathi mengangguk.

MBOK MARTI

Lain kali, bawa saja padinya. Ditumbuk di rumahku.

Marti mengambil tenggok nasi; keranjang bambu kecil tempat nasi dan enthong; sendok kayu.

MBOK MARTI

Sudah tanak nasinya? Sini kubantu.

Saathi mengangkat kerucut bambu, ia tumpahkan nasi di dalamnya ke tenggok. Marti membantu menyendoki nasi dari kerucut ke tenggok kecil itu. Asap mengepul, aroma nasi tanak memanggil rasa lapar.

MBOK MARTI

Ehm…. Enak tenan ini. Nasi panas lauk sambal terasi.

Marti meletakkan sendok kayu di atas gumpalan nasi lalu duduk di depan tungku. Mematikan apinya dengan memukul-mukul bara.

WȦNGSȦ

Mbok saya berangkat dulu, nggih. Takut kesiangan.

MBOK MARTI

(Menoleh)

Iya. Pergi sana. Kalau sudah dibayar langsung pulang.

WȦNGSȦ

Nggih, Mbok.

Wångså melanjutkan perjalanan, pelan-pelan.

MBOK MARTI

(terus memukuli bara)

Wångså kurus-kurus begitu orange rajin sekali. Sudah lama membantu di tempatku. Disuruh apa-apa menurut.

Saathi menghampiri gerobak, mengambil kendi dan satu lagi piring tanah liat.

MBOK MARTI

Aku sudah sarapan, Thi. Ndak usah repot-repot.

Saathi tidak mengembalikan piring yang terlanjur dia ambil. Dia tumpuk saja dengan piring-piring yang lain.

MBOK MARTI

Kowe suatu saat harus pergi ke Batavia, Thi. Kalau di kampung saja, penghasilanmu ndak akan seberapa.

Saathi mempersilakan Marti duduk di bangku kecil. Dia sendiri duduk menyerong di atas bongkahan batu.

SAATHI

Dingklik-nya, Mbok.

Mbok Marti meletakkan dingklik lalu mendudukinya.

MBOK MARTI

Berusaha di Batavia itu sulit. Serbabayar. Apa-apa harus ada izinnya. Ada pajaknya. Tapi, kalau tahu caranya, ada saja peluangnya, Thi.

Saathi mengangguk sedikit.

MBOK MARTI

Jo Hongko itu pintar dagang. Kalau menyewa lapak di pasar kota mahal. Sekali duduk sepuluh sen. Sebulan sudah berapa? Dia pilih jualan lemak dan arak dari rumah ke rumah. Untungnya banyak. TIdak heran, setiap beli gerabah juga sampai puluhan setiap pekan.

Marti mengambil buntalan berisi bahan-bahan untuk menginang. Daun sirih yang sudah diisi dengan racikan pinang. Dia lipat daunnya lalu ia pakai untuk menggosok-nggosok giginya.

MBOK MARTI

(Semakin bersemangat saja)

Di Batavia macam-macam pasarnya, Thi. Ada pasar ikan, pasar sayur, pasar unggas, pasar hewan. Dipisah-pisah. Setiap hari ramai. Tidak seperti di kampung ini, harus menunggu sepekan sekali. Pasar di Parit Singa Betina itu ramai sekali. Katanya begitu. Aku juga belum pernah ke situ.

CLOSE UP: WAJAH MBOK MARTI SEDANG MENGINANG

MBOK MARTI

(Menoleh ke kerbau-kerbau Saathi)

Wångså ndak hanya bekerja di tempatku. Dia punya kenalan banyak. Pedagang kerbau saja dia kenal. Kalau kamu perlu sewaktu-waktu, minta tolong Wångså saja.

SAATHI

(Menggeleng)

Kerbau kulå ndak dijual.

 

Mbok Marti berhenti menginang. Dia meludah ke arah yang berlawanan dengan Saathi. Ludahnya berawana merah seperti darah.

MBOK MARTI

Itu tadi kalau, Thi. Seumpama saja. Tentu saja kamu masih membutuhkan kerbau-kerbaumu.

Marthi mengambil gumpalan tembakau dari lipatan kainnya tadi.

MBOK MARTI

Sampai melantur. Aku ke sini tadi mau menyampaikan pesan, Thi.

Saathi menoleh pada Marti.

MBOK MARTI

Pak Suthå Singåmênggålå hendak mengkhitan anaknya. Kemarin dia datang ke rumah. Bertanya kepadaku, barangkali kenal dengan kelompok hiburan. Aku jadi ingat kowe.

Saathi menatap penuh bersemangat.

MBOK MARTI

Kowe mau ndak menghibur di acara khitanan?

SAATHI

Mau.

MBOK MARTI

Ini kehormatan untuk kowe, Thi. Keluarga Singåmênggålå itu keturunan ningrat. Satu-satunya keluarga priyayi Jawa di Ommelanden.

SAATHI

Nggih.

MBOK MARTI 

(Kesusahan bicara karena ada gumpalan tembakau menggembungkan pipinya)

Harinya sebelum pasaran, pekan depan.

                            

SAATH

Nggih, mau.

                                                                                    

MBOK MARTI

(Meludah lagi)

Kepala Kampung suka ke sini, Thi?

SAATHI

Sekali, Mbok.

MBOK MARTI

(Mengeluarkan tembakau dari mulutnya)

Hati-hati… dia gemar daun muda.

Saathi terpana. Tidak mengerti.

MBOK MARTI

(Agak membisik)

Dia itu teleksandi. Mata-mata Kompeni untuk mengawasi orang-orang Jawa di kampung ini. Kompeni takut dengan orang Jawa. Dulu Kompeni sampai-sampai membuat sayembara. Siapa yang bisa menangkap orang Jawa hidup-hidup mendapat uang 50 real. Kalau mati 25 real.

Saathi memainkan ujung jari. Tidak menyela atau bertanya.

FADE OUT:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar