Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
KEMBANG BATAVIA
Suka
Favorit
Bagikan
4. #4 Sastra Gendhing

FADE IN:

12. EXT. JALAN KOTA BATAVIA (PAGI)

Cast: Gesù, Ventura, Domingos, Dua Budak Malabar, Tuan Nyonya Belanda,   budak-budak India.

Gesù berjalan di depan empat budak sewaan yang menggendong kotak-kotak kayu besar menuju Standhuis van Batavia: Balaikota Batavia, tempat berkantor Gubernur Jenderal. Di kejauhan tata kota Batavia tampak. Setiap jalan dipisahkan oleh kanal-kanal berdinding batu.

INSERT: Beberapa orang Belanda turun ke air kanal melewati tangga-tangga batu di  kedua sisi. Tampaknya di kanal-kanal itu sebagian penduduk kota mandi, perahu-perahu yang berlalu lalang.  Pepohonan hijau berjajar rapi dan rindang di tepi jalan. Di bawah pohon-pohon itu, berdiri paviliun-paviliun kayu tanpa dinding dengan kursi-kursi bersantai. Di sebelahnya lagi, jalan berbatu. Sado, kuda, hewan ternak, dan budak bersliweran. Seorang budak akan dikejar-kejar petugas keamanan karena melewati di jalan besar, melintasi rumah penduduk kota.

Di atas jalan berbatu, para budak yang disewa Gesù berjalan merunduk saking beratnya kotak-kotak kayu milik Gesù.

GESÙ

(Menoleh ke Ventura)

Apa yang terjadi sebelum kamu datang ke Batavia, Ventura?

DOMINGOS 

(Menyerobot)

Nasib tiada bruntung, Tuan. Itu tempo, VOC serang kami punya kota. Kita orang jadi tawanan.

GESÙ

(Menoleh ke Domingos)

Lalu dijual kepada Nyonya Floris?

                                                

ENTURA

(Balas menyerobot)

Nyonya Floris ada saya punya majikan yang ke empat, Tuan.

              

GESÙ

Kamu Domingos?

DOMINGOS

                                                                      Lebi-lebi dari belasan kali, Tuan.

GESÙ

(Menoleh ke dua budak lain di belakang mereka)

Bagaimana dengan mereka?

              

VENTURA

Mereka orang baru, Tuan. Orang Selam Bengali.

GESÙ

Tawanan perang juga?

VENTURA

(Mengangguk-angguk)

Begitu saya dapet denger orang-orang punya omongan.

GESÙ

(Menoleh ke sana-sini)

Apakah itu gereja?

DOMINGOS

Itu Gereja Portugis, Tuan. Kami punya Nyonya suru kami pegi ke Mardiker itu punya gereja.

GESÙ

(Penasaran)

Mardiker?

VENTURA

(Suaranya melirih)

Mereka seperti kita orang … tapi keidupannya sangat bruntung.

GESÙ

Orang India?

VENTURA

Budak India yang suda dilepas oleh mereka punya majikan.

GESÙ

(Memahami perlahan-lahan)

Oh … Jadi budak yang dibebaskan pemiliknya disebut Mardiker?

VENTURA

(Mengatur napas lebih dulu)

Orang-orang Mardiker sebagiannya ada hidup di rumah petak atap rumbia ke luar itu tembok bagian timur. Dia orang apa punya uwang dari jual pisang.

Sebuah sado lewat dan budak-budak itu kerepotan untuk berbagi jalan.

Gesù melongok ke gereja di pinggir jalan yang puncak bangunannya hanya sedikit lebih tinggi dibanding rumah-rumah penduduk kota. Bentuknya kotak, pintu utama diapit dua jendela kaca raksasa. Pagar tembok mengelilingi gereja itu, dengan beberapa gubuk beratap rumbia. Di dalamnya, pedagang-pedagang Tionghoa sedang menunggui dagangan mereka. 

VENTURA

Ke luar tembok ada satu itu Gereja Portugis lain.

              

GESÙ

O, ya?

VENTURA

Itu Mardiker boleh dikataken dia apa punya banyak uwang. Mereka bole bangun mereka punya gereja sendiri.

Gesù memerhatikan nama-nama jalan dan kawasan, juga melihat perilaku orang-orang, atau seluk-beluk kota lainnya. Mereka kembali melintasi sebuah jembatan yang sibuk dan jauh lebih besar ketika menyeberangi Sungai Ciliwung yang membelah kota.

Mereka melintasi Gereja Belanda yang megah. Gereja itu seperti punya tiga muka. Bagian bawah berbentuk bujur sangkar, atasnya segi tiga. Pintu utama berwujud lengkungan di dalam segi empat. Di atasnya bentuk segitiga. Kanan kiri pintu adalah jendela raksasa. Bagian gedung belakang juga berjendela besar-besar, berjajar.

GESÙ

Itu Gereja Belanda?

VENTURA

(Mengangguk)

Gereja para Tuan dan Nyonya.

GESÙ

Megah sekali.

VENTURA

(Memberi tanda dengan gerakan kepala)

Balaikota ada di ujung itu jalan, Tuan.

              

CUT TO:

13. EXT. DEPAN BALAIKOTA BATAVIA (PAGI)

Cast: Gesù, Ventura, Domingus, Dua Budak Malabar, warga kota.

Gesù menyaksikan alun-alun Balaikota yang megah. Rupa bangunan itu balok memanjang tiga lantai dengan jendela raksasa, puluhan jumlahnya. Warna dinding utamanya kuning tanah, kayu jendela-jendela dikelir hijau tua. Persis di tengah-tengah atap yang begitu panjang, terdapat kubah penunjuk mata angin. Bangunan utama punya sayap di bagian timur dan barat. 

Gerombolan orang-orang di pekarangan balaikota yang berlantai batu dengan kolam dan pepohonan di sekitarnya. Mereka berkerumun di gerbang berupa lengkungan-lengkungan dari tiga sisi berbeda. Bagian segitiga di atasnya tertulis besar-besar; Governourskantoor; tempat kerja gubernur.

CAMERA MOVEMENT: Gesù tampak belakang, lalu mengambil bird view ke arah Balaikota Batavia.

CUT TO:

14. EXT. PASAR JAWA (PAGI)

Cast: Saathi, Byomå, Mlêthik, Mbok Marti, Jan Pekel, para pengunjung pasar.

Di sisi luar jajaran gubuk pasar beratap ilalang yang sibuk, Saathi duduk beralas tikar pandan. Dia tekun memetik chelempung. Jemarinya menciptakan bunyi dengan penuh penjiwaan. Terdengar indah dan membawa nelangsa pada waktu sama. Pengunjung pasar Kampung Jawa sebagian mengerumuni Saathi, Byomå, dan Mlêtik.

Seorang perempuan separuh sepuh yang berdiri sambil mengunyah tembakau menatap gemas pada Mlêtik yang lincah memainkan bonang seperti orang dewasa. Byomå memainkan ketipung penuh semangat.

Saathi menyinden dengan penuh perasaan.

SOUND EFFECT: BUNYI CHELEMPUNG, KETIPUNG, DAN BONANG

SAATHI

(Menembang Sastra Gendhing)

Eling-eling kang sånyå mangudi-nalar

Aywå kongsi nemahi

Kadrojoging tekad

Lah pådå den prayitnå

Sayekti ambebayani

Luwih agawat

Watgating trag ing urip

CLOSE UP: SAATHI MENEMBANG

              

Lelaki Jawa tua, tertegun tanpa bicara. Tatapannya seperti sedang mengenang sesuatu. Marti (Perempuan jawa, 40-an tahun. Berpakaian kebaya yang menutup bahu dan lengannya, kain jarit menjuntai semata kaki. Rambut disanggul rendah dan diminyaki hingga berkilau. Tatapannya bersahabat, senyumya pun tampak tulus) menggendong keranjang bambu mengangguk-angguk. Dia duduk berjongkok sambil meludahkan air sirih. Seorang lelaki yang memikul barang dagangan berdiri tertegun. Sepasang muda-mudi saling pandang, tak pasti apakah mereka mengerti. Beberapa orang mulai melempar keping uang ke depan Saathi. Beberapa lagi sekadar ingin menikmati.

Saathi membungkuk ke orang-orang, berterima kasih karena telah diberi kesempatan memainkan musik mereka. 

MBOK MARTI

(Meletakkan keping uang)

Kowe seko ngendi, Nduk? Dari mana datangnya?

SAATHI

Mataram, Mbok.

MBOK MARTI

Sudah menghadap kepala kampung?

SAATHI

Sampun. Sudah kemarin.

MBOK MARTI

Oh, syukurlah kalau begitu. Tinggal di mana?

SAATHI

Di pinggir sungai. Dekat kebun kelapa.

MBOK MARTI

Hati-hati. Kamu cantik sekali. Jangan mudah percaya kepada sembarang orang.

SAATHI

(Saathi mengangguk lemah)

Nggih.

Marti lalu mengangguk pamit Begitu juga orang-orang yang tadinya berkerumun. Kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

MLȆTHIK(

(Merapat ke Saathi)

Simbok tadi baik, ya, Mbakyu.

SAATHI

(Menatap ke kejauhan)

 Iya.

Byomå yang sudah sibuk mengumpulkan keping uang melihat setangkai mawar merah tergeletak di antara keping uang.

CLOSE UP: SETANGKAI MAWAR DI ANTARA KEPING UANG LOGAM

BYOMȦ

(Mengangkat tangkai bunga mawar)

Mbakyu. Ada yang membayar pakai bunga.

Saathi meraih tangkai bunga. Seperti berpikir)

MLȆTHIK

Kowe ambil dari mana, Kang?

BYOMȦ

(Mengangkat dua telapak tangannya yang penuh koin uang)

Dari sini… di antara uang yang dilempar orang-orang.

Saathi menoleh ke berbagai arah.

MLȆTHIK

Siapa yang menaruh di situ?

BYOMȦ

(Menggeleng)

Tidak tahu.    

                                          

MLȆTHIK

(Berbicara serius kepada Saathi)

Orang itu mungkin tidak punya uang, Mbakyu. Jadi dia membayar dengan bunga. Mawarnya bagus. Kulå mau.

SAATHI

(Menyerahkan mawar merah kepada Mlêtik)

Ayo berkemas-kemas.

CUT TO:

14. INT. RUANG PEMERIKSAAN BALAIKOTA (PAGI)

Cast: Gesù, Ferment

Gesù berusaha menutupi kekesalan. Sering-sering tersenyum. Dia duduk dipisahkan meja dengan Ferment (lelaki 20-an tahun, petugas perizinan Balaikota Batavia berambut surai jagung, disisir rapi ke belakang. Kulitnya terang bukan kepalang. Sedikit pucat dan tampak tak sehat. Matanya biru, wajahya agak kotak. Dia berpakaian beludru dengan berbagai tanda kepangkatan di bahu)

FERMENT

(Menyatukan tangan di atas meja)

Jadi, persisnya apa pekerjaan Anda?

GESÙ

Naturalis, Tuan.

FERMENT           

Apa yang dikerjakan seorang naturalis?

GESÙ

Mengumpulkan spesimen dari sejarah alam.

                                                                                                 

FERMENT

(Menoleh ke kotak-kotak kayu Gesù)

 Maksud Anda bangkai hewan dan rumput kering itu?

CAMERA MOVEMENT: berpidah ke kotak-kotak kayu milik Gesù yang sudah dibongkar. Terbuka, tampak semua isinya. Hewan-hewan awetan, kulit burung yang sudah dikeringkan, botol-botol berisi cairan pengawet, senapan berburu, pisau untuk menguliti macam-macam hewan dan burung.

GESÙ

(Mengendik)

 Dalam dunia ilmiah, kami menyebutnya spesimen.

FERMENT

Anda memasukkan bangkai monyet besar di dalam tong arak, Tuan. Belum lagi kadal, kodok, ekor burung. Tidakkah itu menjijikan?

GESÙ

(Menatap masghul)

Monyet itu…

Orang Borneo menyebutnya Mias. Monyet besar yang sangat mirip manusia. Tenaganya luar biasa. Saya mendapatkan dengan susah payah. Dia baru menyerah setelah saya tembak lima kali.

FERMENT

Jadi Anda seorang pemburu?

GESÙ

(Menunjuk kepalanya sendiri dengan jemari mengerucut seperti hendak menjumput biji jagung)

Tujuannya berbeda. Saya mengumpulkan spesimen hewan, tumbuhan, untuk mengetahui asal-usul kehidupan.

FERMENT

Dengan cara menembaki mereka?

GESÙ

(Mengangkat bahu. Wajahnya jadi agak lucu)

Saya membutuhkan mereka untuk penelitian.

Ferment menggeleng-geleng. Dia lalu bangkit, menghampiri salah satu kotak kayu paling dekat dengannya.

FERMENT

Lihatlah ini. Burung-burung ini jika hidup mungkin masih ada gunanya. Tapi dalam keadaan mati begini. Saya tidak mengerti.

Gesù menyusul Ferment lalu mengambil burung awetan berwarna hitam lalu mengaguminya sendiri. Sementara itu, Ferment menutup hidung.

                                                        

GESÙ              

(Gesù tersenyum bangga)

Ini burung sempur hujan sungai. Saya menemukannya di Gunung Ophir, Malaka.

              

Wajah Ferment mengerut. Mulai dahi, pojok mata, hingga pipinya.

              

GESÙ

Anda harus ke sana untuk tahu keindahan Gunung Ophir. Sungguh pengalaman tidak terlupakan.

Anda tahu? Kami kehabisan air di perjalanan sampai terpaksa minum dari teko alami berupa tumbuhan bernama kantung semar. Airnya hangat, segar, tapi penuh serangga.

FERMENT

Anda melakukan pekerjaan ini sampai Borneo?

GESÙ

Borneo, Malaka, Singapura. Aah…… saya di Borneo cukup lama. Tinggal bersama orang-orang Dyak di dalam hutan. Berburu mias besar dan memakan durian.

FERMENT

                                                                      Durian?

GESÙ

(Dua mata memejam, mengecup tangan sampai berdecak)

Kami biasa makan durian hingga setengah mabuk. Rasanya….saya sampai menjilati jari-jari saya sendiri ketika semua durian itu sudah habis.

Anda harus mengalaminya.

FERMENT

Tidak mungkin. … We edele hoog gebooren Hollander tidak akan melakukannya.

GESÙ

Maksud Anda?

FERMENT

Apa yang Anda lakukan lakukan itu mustahil dikerjakan seorang pria Belanda kelas tinggi yang terhormat. Kami tidak sama dengan inlander. Pribumi.

GESÙ

Pribumi? Orang asli pulau ini?

FERMENT

Bukan. Mardiker. Orang-orang Portugis keling yang mencoba berpenampilan seperti orang Belanda. Mereka bercelana komprang dan bertopi hitam. Jika musim kering mereka memakai kaus kaki dan sepatu, berpesiar ke Ancol setiap hari Minggu. Berusaha keras meniru kami tapi tidak bisa mengubah warna kulit mereka.

GESÙ

(Mengangguk-angguk, pura-pura paham tapi tampak betul dibuat-buat)

Buonanotte al secchio.

FERMENT

Maksud Anda?

GESÙ

(Menarik pipi kanannya, sampai kelopak mata bawahnya tertarik)

 Anda orang pintar.

FERMENT

Orang Italia sungguh melakukan gerakan bodoh itu untuk memuji seseorang?

GESÙ

(Mengangguk buru-buru)

 Ya.

 Tuan. Apakah Anda mau tong arak dibuka agar Ada bisa melihat langsung … bangkai monyet Borneo?

Ferment mengibaskan tangan lalu meninggalkan Gesù begitu saja, kembali ke kursinya. Gesù menyusul dengan senyum kemenangan.

FERMENT

Anda tahu? Tanah Batavia sangat labil. Gedung yang tempat kita bicara saat ini kondisinya buruk. Perlahan-lahan tenggelam.

GESÙ

Saya tidak mengerti perihal ilmu bangunan.

FERMENT

(Menyeringai)

Itulah yang saya rasakan tadi, ketika Anda membicarakan hal yang saya tidak mengerti.

Gesu tersenyum ganjil.

FERMENT

Jadi…Anda hendak melakukan kegiatan sama seperti yang Anda lakukan di Malaka dan Borneo?

GESÙ

Benar, Tuan.

FERMENT

Di Batavia?

GESÙ

Jika di dalam kota masih ada hewan-hewan yang bisa saya temukan, mengapa tidak?

FERMENT

(Menggeleng)

Anda harus pergi ke Ommelanden.

GESÙ

Di luar tembok?

FERMENT

Ya.

GESÙ

Itu maksud saya.

FERMENT

Artinya Anda harus mengantungi izin dari kami.

GESÙ

(Hampir kehabisan kesabaran)

Saya rasa itu tujuan saya menyewa empat budak untuk membawa kotak-kotak kayu saya ke mari, Tuan. Untuk memperoleh izin pergi ke luar tembok kota.

FERMENT

Bisa jadi izin yang Anda maksud butuh waktu dan akan mahal.

GESÙ

Saya bisa menunggu.

FERMENT

(Meletakkan dua tangan ke pinggir meja)

Baiklah. Anda bisa datang kembali nanti setelah kami tentukan segala syaratnya.

              

GESÙ

(Tampak lega)

Baiklah. Saya harus kembali besok? Lusa?

FERMENT

Bulan depan.

GESÙ

(Senyumnya hilang)

Tuan bersungguh-sungguh saya harus menunggu selama itu?

FERMENT

(Sudut bibirnya terangkat)

Ya. Saya harus melibatkan banyak pihak untuk membahas ini. Terutama soal senapan, cairan-cairan aneh itu, dan kerusakan yang bisa Anda lakukan.

CLOSE UP: WAJAH GESÙ YANG SEOLAH MEMAKI DALAM HATI

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar