Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE IN
09. INT. RESTORAN CATHARINA FLORIS (PAGI)
Cast: Gesù, Catharina Floris, tiga tamu hotel.
Gesù sudah duduk di kursi kayu ruang makan dengan badan segar oleh mandi yang kedua kali dan persis di depannya telah terhidang secangkir kopi. Hanya ada beberapa tamu di penginapan. Dua lelaki Belanda masih mengenakan baju tidur. Mereka mengobrol sambil mengisap cerutu di dekat jendela. Seorang laki-laki Belanda lain, hanya mengenakan celana dalam panjang dan bagian atas badan yang terbuka. Dia sibuk mengelap-ngelap kaki sambil menyeruput kopi, sesekali.
INSERT: Tiga laki-laki Belanda melakukan kegiatannya.
Catharina mendatangi Gesù lalu meletakkan piring berisi selembar roti bermentega dan pisau garpu yang dia letakkan di kanan kirinya.
CATHARINA
Saya dengar tidur malam Anda terganggu semalam, Tuan?
GESÙ
(Berpikir sebentar)
Budak Nyonya memberi tahu saya, ada parade orang China di jalanan.
CATHARINA
(Memutar mata)
Bukan hanya semalam. Anda terjebak di kota yang membiarkan sandiwara mereka yang gaduh itu merusak waktu-waktu tidur. Sepanjang tahun.
GESÙ
(Meraih pisau dan garpu di depannya.)
Pemerintah tidak melarang?
CATHARINA
Jika sedang mabuk, petugas keamanan Batavia akan memaki-maki orang-orang itu dengan sebutan bangsa aneh. Tapi, begitu bangun tidur mereka akan ikut pawai dan menabuh tambur sampai pagi.
GESÙ
(Mengiris roti lalu menusuknya dengan garpu)
Bagaimana bisa begitu?
CATHARINA
(Sedikit berbisik)
Langkah paling tegas yang dilakukan Pemerintah Agung hanyalah memungut pajak pertunjukan sebesar dua ringgit.
GESÙ
(Mengunyah roti tengik. Dahinya mengerut. Menelan susah payah)
Pemasukan yang besar.
CATHARINA
Ribuan ringgit. Balaikota mengeluarkan izin pertunjukan ratusan lembar per tahun. Anda bisa menghitung betapa itu sangat menguntungkan bagi mereka.
GESÙ
(Meneguk kopi)
Ah … saya jadi ingat sesuatu, Nyonya.
CATHARINA
(Tersenyum dibuat-buat)
Floris. Catharina Floris.
GESÙ
Anda menyebut Balaikota, saya jadi ingat sesuatu, Nyonya Floris.
CATHARINA
Panggil saja Tijntje. Anda ingat apa, Tuan…?
GESÙ
Gesù. Saya harus pergi ke Balaikota pagi ini.
CATHARINA
Itu menerangkan mengapa Tuan sudah begitu rapi sepagi ini.
GESÙ
(Agak kikuk)
Saya hendak bertanya, apakah saya bisa menyewa budak-budak Anda?
CATHARINA
Untuk?
GESÙ
Saya ke balaikota untuk mengurus izin kegiatan di Ommelanden. Saya harus membawa kotak-kotak kayu saya untuk pemeriksaan.
CATHARINA
(Tatapan berbinar-binar)
Oh… bisa diatur, Tuan Gesù. Saya punya belasan budak yang bisa Anda sewa. Berapa budak yang Anda butuhkan?
GESÙ
Empat. Ehm … apakah saya bisa membuat permintaan khusus?
CATHARINA
Apa itu, Tuan?
GESÙ
Jika dibolehkan, saya ingin menyewa Ventura dan Domingos.
CATHARINA
(Terdiam sebentar lalu tersenyum)
Tentu saja, Tuan.
GESÙ
Terimakasih, Nyonya.
CATHARINA
Tapi….
GESÙ
Ya, Nyonya?
CATHARINA
Tampaknya jika Anda bersikeras untuk memakai Ventura dan Domingos, setidaknya Anda harus menunda rencana Anda besok atau lusa. Sebab, hari ini saya mengirim keduanya ke Ommelanden.
GESÙ
O, ya?
CATHARINA
Ada sedikit perlu di perkebunan tebu.
GESÙ
Saya bisa menunggu.
CATHARINA
Kalau begitu, tidak ada masalah.
GESÙ
Terimakasih, Nyonya.
Catharina sedikit merunduk lalu pergi, sementara Gesù buru-buru menyudahi sarapannya. Roti itu benar-benar membuat perutnya mual.
CUT TO:
10. EXT. PERKAMPUNGAN JAWA OMMELANDEN LUAR TEMBOK BATAVIA (PAGI)
Cast: Saathi, Mlêthik, Byomå, Jan Pethel
Gerobak glinding Saathi memasuki perkampungan Jawa di sebelah utara Batavia, kawasan luar tembok kota tak jauh dari ujung Pelabuhan Sunda Kelapa. Saathi dan kedua adiknya berbincang-bincang sambil memasuki kawasan perkempungan Jawa.
BYOMȦ
Tembok kota tinggi sekali, ya, Mbakyu?
SAATHI
Iya.
MLȆTHIK
(Penasaran)
Mengapa tembok kotanya tinggi sekali, ya?
BYOMȦ
Karena Kompeni orangnya tinggi-tinggi.
MLȆTHIK
Masa, iya?
BYOMȦ
Sungguh. Tiga kali tinggimu.
MLȆTHIK
Hiii … apa mereka manusia?
BYOMȦ
Tentu saja.
MLȆTHIK
Memangnya Kakang pernah bertemu Kompeni?
BYOMȦ
Kata orang-orang memang begitu. Orang Kompeni itu tinggi sekali, kulitnya seputih tepung, rambutnya seperti api, matanya biru.
MLȆTHIK
(Menoleh pada Saathi)
Seperti Mbakyu?
BYOMȦ
Tapi, kulit dan rambut Mbakyu sama seperti kita.
MLȆTHIK
(Meledek Byomå)
Kayak pernah bertemu orang Belanda saja.
BYOMȦ
(Bersidekap kesal)
Diberitahu tidak percaya.
MLȆTHIK
(Merapat ke bahu Saathi)
Aku takut.
BYOMȦ
Aku tidak takut.
Saathi mengabaikan perdebatan adik-adiknya yang menghangat. Suara air gemericik semakin dekat. Saathi melihat ke kejauhan.
SOUND EFFECT: GEMERICIK AIR SUNGAI.
CAMERA MOVEMENT: tampak jajaran rumah-rumah beratap daun kelapa kering.
SHAATHI
(V.O)
Kita hampir sampai.
CUT TO:
11. RUMAH BILIK BAMBU JAN PEKEL (PAGI)
Cast: Saathi, Jan Pekel, Mlêthik, Byomå
Saathi berjalan turun dari Gerobak glinding, di tepi sungai kecil yang cukup untuk dilalui tiga sampai empat perahu pada waktu bersamaan. Kamera menyorot dengan front ground rumah berpagar anyaman bambu yang sangat rapat dan tinggi. Ada gerbang kayu di tengah pagar dengan pintu kayu bergerendel yang lebih tinggi lagi. Di sebelah rumah itu terdapat lahan kosong dipenuhi tumpukan batang-batang bambu yang sudah dipotong rapi. Gerobak glinding tampak dia kejauhan.
SAATHI
Kalian ndak usah turun.
BYOMȦ
Nggih, Mbakyu.
MLȆTHIK
(Hampir bersamaan dengan Byomå)
Nggih, Mbakyu.
Saathi menghampiri pintu kayu dan mengetuknya perlahan.
SOUND EFFECT: bunyi ketukan.
SAATHI
Kulånuwun. Permisi.
Setelah beberapa lama, dan mengetuknya semakin keras, seseorang membuka pintu gerbang rumah itu.
Saathi sejenak terpaku. Di depannya berdiri Jan Peker (lelaki 40 tahunan berambut keriting pendek, berkulit lebih gelap dibanding rata-rata orang Jawa, hidung besar, dan senyum kecil sampai pipinya berlesung pipit)
JAN PEKEL
(Logat Maluku)
Månggå. Ngana cari siapa?
SAATHI
(Logat Melayu Malaka)
Sayê nak cari kepala kampung ini, Tuan.
JAN PEKEL
(Mengangguk-angguk)
Kita kepala kampung di sini. Jan Pekel kita punya nama.
SAATHI
(Sedikit kebingungan)
Oh…
JAN PEKEL
Kita memang orang Pulau Ternate. Tapi, kita Kepala Kampung Jawa di sini.
SAATHI
(Terkesan mulai mengerti)
Kata orang-orang kampung, sayê harus bertemu dengan Tuan.
Jan Pekel menutup pintu gerbang, menemui Saathi dengan berdiri di depan pagar rumah.
JAN PEKEL
(Menoleh ke gerobak glinding Saathi)
Ngoni pe asal dari mana?
SAATHI
Mataram, Tuan.
JAN PEKEL
Mataram! Apa yang akan ngoni lakukan di sini?
SAATHI
(Menoleh ke gerobak)
Sayê dan adik-adik, mengamen.
JAN PEKEL
Mengamen?
SAATHI
(Mengangguk)
Iye.
JAN PEKEL
Ngo pigi dari Mataram naik ngana punya gerobak kerbau itu?
SAATHI
Bena, Tuan.
JAN PEKEL
(Menatap Saathi lekat-lekat)
Itu sangat jauh. Tara ada yang mengganggu kalian di Krawang?
SAATHI
(Menggeleng)
JAN PEKEL
Krawang itu markas bekas tentara Jawa yang kalah perang. Mereka tidak pulang ke Mataram. Takut dihukum oleh Raja. Mereka cari makang merampok orang-orang lewat. Ngoni beruntung bisa sampai ke sini dengan selamat.
SAATHI
Sayê tiada tahu.
JAN PEKEL
Itu mengapa Batavia ketat ke orang Jawa. Jika mau tinggal di sini, ngana harus punya surat izin.
SAATHI
(Diam terpaku)
JAN PEKEL
Ngana mau tinggal di sini?
SAATHI
(Diam sebentar)
Iyê.
JAN PEKEL
(Mengangguk-angguk)
Ngana bisa tinggal di sini, tapi harus ikut peraturan.
Shaati tercenung.
JAN PEKEL
Harus menurut Pemerintah Agung punya aturan.
SAATHI
(Wajahnya menegang)
JAN PEKEL
Mengapa ngana pigi dari Mataram?
SAATHI
Di Mataram susah nak cari makan.
JAN PEKEL
Di sana masih ada perang?
SAATHI
(Mengangguk)
JAN PEKEL
Di sini, kita khawatir ngana tidak akan bisa memenuhi syarat-syaratnya.
SAATHI
Apa syaratnya, Tuan?
JAN PEKEL
Ngana bisa pinjam pemerintah punya lahan. Tapi, ngana harus bayar pajak. Ngana tahu pajak?
SAATHI
(Menggeleng perlahan)
JAN PEKEL
Orang Jawa pajaknya sepuluh batang bambu tiap bulan. Setiap orang. Anak-anak juga. Berapa orang ngana punya keluarga?
SAATHI
Tigê, Tuan.
JAN PEKEL
Ngana harus setor tiga puluh batang bambu tiap bulan.
Saathi terdiam.
JAN PEKEL
Orang China bayar tiga real tiap bulan. Tapi kita ragu ngana bisa mengumpulkan sembilan real dari pengamen untuk bayar pajak. Ngana hanya bisa mengamen di Ommelanden.
Saathi menoleh ke arah jauh. Ke tembok Batavia.
JAN PEKEL
Penduduk di dalam tembok memang banyak uang. Tapi, kalau ngana buat hiburan di sana, ngana harus bayar pajak lain. Sangat mahal, dua ringgit satu pertunjukan.
Saathi menunduk. Tangan menyatu di depan badannya.
JAN PEKEL
Sebenarnya, pajak bambu pun akan menyulitkan ngana. Suruh orang ambil dari hutan, ngana harus bayar kuli. Ngana masih harus sewa perahu untuk angkut itu bambu sampai ke sini.
SAATHI
Sayê sanggup menebang sendiri.
JAN PEKEL
Ngana harus pergi jauh dari sini. Hutan bambu masih banyak di sepanjang Sungai Krukut. Jalannya sulit. Orang-orang pakai perahu menuju ke sana.
SAATHI
Sayê sanggup.
JAN PEKEL
Jika pemerintah tahu, kita akan dapat masalah. Tapi, kita bisa buat sesuatu untuk ngana.
Saathi diam menunggu
JAN PEKEL
Tinggallah di mana pun ngana mau di kampungan ini. Besok hari pasar pekanan di pusat kampung. Ngana boleh mengamen di sana. Jika dalam tiga pekan, ngana kesulitan untuk bayar pajak, segera tinggalkan tempat ini.
SAATHI
(Tampak tak percaya.)
Terima kasèh, Tuan.
JAN PEKEL
(Seperti baru mengingat sesuatu yang tadi terlewat)
Siapa ngana punya nama?
SAATHI
Saathi.
JAN PEKEL
Ngana orang Mestizo?
SAATHI
(Menggeleng)
Mes…
JAN PEKEL
Mestizo.
SAATHI
(Menggeleng)
Sayê orang Mataram, Tuan.
JAN PEKEL
Ngana punya bahasa Melayu halus sekali.
SAATHI
Sayê belaja daripada seorang guru, Tuan.
JAN PEKEL
(Mengangguk-angguk)
Sudah-sudah. Kita akan lihat ngana punya kebolehan besok pagi.
SAATHI
(Mengangguk)
Baik, Tuan.
JAN PETEL
Kita harap ngana beruntung.
Saathi mengangguk berulang-ulang. Membungkuk lalu meninggalkan Jan Pekel, menghampiri gerobak. Tanpa menanti tamunya pergi, Jan Pekel masuk kembali ke rumahnya, menutup pintu gerbang rapat-rapat.
FADE OUT: