Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT. RUANG AJNADEWI - SIANG
Ardani, Putra Mahkota Kerajaan Rainusa didampingi Hulubalang Paraya bergegas menuju kamar Ajnadewi. Suasananya dipenuhi dengan antisipasi dan kekhawatiran. Mereka mendekati tempat tidur kelambu tempat Ajnadewi terbaring lemah, wajahnya pucat pasi.
ARDANI
(dengan lembut)
Nenekda, Cucu membawa kabar gembira. Pertempuran di Jalur Karangateng telah berakhir dan kita menang.
Mata Ajnadewi melebar saat dia mencoba memproses kata-katanya. Bibirnya yang gemetar berusaha membentuk respons.
AJNADEWI
(lirih, tersendat-sendat)
B-benarkah, Cucuku? Syukur pada Sang Mahesa.
T-tapi... bagaimana kejadiannya?
Hulubalang Paraya, yang berdiri di samping Ardani, memberikan penjelasan singkat tentang Pertempuran Celah Karangateng, merinci strategi sukses Mpu Bhadara.
PARAYA
Akhirnya Jaka dan Sari berhasil menaklukkan Rangda.
Mereka lantas muncul di depan kedua pasukan yang tengah bertempur dan menyerukan perintah mundur pada pasukan Leyak.
Para Leyak patuh karena melihat ratu baru mereka. Pertempuran berakhir seketika. Pasukan Kerajaan dan Pasukan Kecak bersorak menang. Hanya jatuh sedikit korban dalam pertempuran itu.
AJNADEWI
Di mana Jaka dan... Sari sekarang?
Paraya menggelengkan kepalanya, mengungkapkan ketidakpastian.
PARAYA
Mereka pergi membawa Calon Arang dan pasukan Leyak menjauh dari ibu kota. Kami hendak mengejar, tetapi Baginda memerintahan kami agar membiarkan mereka melarikan diri saja. Toh para Leyak sudah kehilangan seluruh semangat tempur mereka.
AJNADEWI
(dengan lembut lega)
Syukurlah. Yang penting Sari, Jaka... dan seluruh rakyat Rainusa selamat.
Ajnadewi tersenyum lega dengan hasilnya. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya kembali pada Ardani.
AJNADEWI
(napas agak berat)
Cucuku tersayang, jangan pernah... lupakan peristiwa ini.
Bila kau naik takhta kelak... sayangilah rakyat dan perjuangkanlah... kesejahteraan mereka. Dengan demikian... rakyat akan sayang dan setia padamu... dan kau akan dikenang... sebagai Raja yang baik hati... dan arif bijaksana.
ARDANI
(matanya berkaca-kaca)
Cucu akan selalu ingat pesan Nenekda.
AJNADEWI
(napas agak berat)
Satu hal lagi. Kakakmu, Sari telah berjasa... menyelamatkan... negeri kita... dari ancaman Rangda. Sari tak akan menjadi Ratu, tapi dia tetap adalah Putri Kerajaan. Bila kau naik takhta kelak... pakailah nama gelar... Anak Wungsu. Agar kau ingat, bahwa kau menjadi raja... karena kakakmu... adalah perempuan.
ARDANI
(lembut setulus hati)
Ya, Nenekda.
AJNADEWI
(tersenyum tipis)
Bagus, cucuku. Nenek yakin kau... akan menjadi Raja yang baik.
Memerintahlah dengan... adil dan arif bijaksana... N-niscaya... hidupmu akan bahagia... dan namamu akan dikenang sepanjang masa.
Suara Ajnadewi menghilang dan matanya tetap terpejam. Ardani dengan putus asa memanggilnya, berharap mendapat jawaban, tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan.
ARDANI
(tertekan)
Nenekda Yang Mulia!
Ardani berharap mendapat secercah kehidupan, namun mata Ajnadewi tetap terpejam. Wajahnya menunjukkan ekspresi tenang dan damai, sedikit senyuman menghiasi bibirnya.
AJNADEWI, wanita pertama yang memerintah Rainusa, telah mangkat.
FADE OUT.
EXT. ASTANA NUSA GIRI - AULA UTAMA - SIANG
CAPTION TEXT
Tujuh tahun kemudian...
Tujuh tahun telah berlalu, dan suasananya penuh dengan antisipasi dan kegembiraan. Ardani yang kini berdandan dengan pakaian yang lebih rumit dan berwarna dari biasanya, berjalan melewati aula utama Astana Nusa Giri. Motif perada emas yang didominasi elang melambangkan pentingnya peristiwa penting ini. Aula dipenuhi pejabat, pejabat, dan anggota istana, semuanya membungkuk hormat saat Ardani lewat.
Ardani yang kali ini berjalan sendirian berjalan menuju mimbar singgasana tempat Raja Airlangga berdiri, siap menyambutnya. Saat Ardani mencapai puncak panggung, dia menghadap Raja dan membungkuk, setengah berlutut.
AIRLANGGA
Hari ini, Negeri Rainusa akan dikembalikan pada garis keturunan dinasti semula. Putra Mahkota Ardani, ucapkan sumpahmu. Saya, Airlangga, Raja Diraja negeri ini akan menilainya.
Raja Airlangga bertatap muka dengan Ardani, momen yang sangat berarti. Ardani mengambil sumpah jabatan sebagai Raja Rainusa, menyampaikannya dengan tepat dan penuh keyakinan. Tak satu kali pun dia salah ucap, terlalu cepat atau terlalu lambat. Tidak perlu menayangkan suara saat sumpah tersebut diucapkan.
Airlangga hanya mematung setelah Ardani merampungkan sumpahnya. Suasana balairung singgasana menjadi amat sunyi.
Beberapa saat kemudian, barulah sang Raja bangkit berdiri dan berdiri berhadap-hadapan dengan cucunya, Ardani. Wajah Ardani sempat tegang sejenak, tapi setidaknya ia sudah melakukan apa yang harus ia lakukan, tak ada beban lagi.
AIRLANGGA
(tegas)
Dengan ini saya, Airlangga Putra Udayana menyerahkan tampuk kekuasaan tertinggi Negeri Rainusa pada Ardani Putra Marakata.
Semoga Sang Raja Baru panjang umur dan arif bijaksana, sehingga negeri dan rakyat Rainusa makin makmur dan sejahtera.
Airlangga melepas mahkota emas dan bunga dari kepalanya sendiri dan meletakkannya di atas kepala Ardani, yang melambangkan peralihan kekuasaan secara resmi.
ARDANI
(bisikan)
Terima kasih, Kakekda Yang Mulia.
Airlangga turun tahta, bergabung dengan Mpu Bhadara dan para pejabat negara lainnya. Ratna yang kini menjadi Ibu Suri duduk di samping Ardani dengan wajah penuh kelegaan.
ARDANI, yang kini resmi menjadi Raja Anak Wungsu, menyampaikan pidato di hadapan hadirin. Berangkat dari ajaran Airlangga, Ajnadewi, dan Mpu Bhadara, beliau berbicara dengan penuh kewibawaan dan kejelasan.
ARDANI
Meskipun peristiwa tujuh tahun lalu telah membawa stabilitas bagi Rainusa tercinta, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sebagai Raja, saya akan memenuhi segala kewajiban saya dengan sebaik-baiknya. Tak hanya berdasarkan sumpah jabatan saja, tapi juga demi memenuhi wasiat mendiang Ratu Sepuh Ajnadewi.
Penonton terpikat, penasaran dengan wasiat Ajnadewi.
ARDANI
Sebagai langkah pertama, saya akan menggunakan nama gelar yang telah dipilihkan oleh Ratu Sepuh Ajnadewi.
Mulai hari ini, saya adalah Anak Wungsu, Raja Rainusa. Dengan dukungan semua pejabat pemerintah, bangsawan, dan seluruh rakyat, kita akan terus menjaga dan mengembangkan kemakmuran serta kesejahteraan di tanah Rainusa yang kita cintai ini. Semoga Sang Mahesa dan Sang Srisari terus mencurahkan berkah bagi Negeri Rainusa.
Usai upacara peresmian, Raja Anak Wungsu diarak keliling jalan dengan kereta besar. Seluruh penjaga Kota Danurah bergerak untuk memastikan keselamatannya, membentuk penghalang pelindung antara Raja dan kerumunan yang bersemangat.
Masyarakat Rainusa, termasuk masyarakat sekitar, berbondong-bondong turun ke jalan, ingin melihat sekilas Raja muda mereka yang baru. Ardani melambai dan tersenyum, mengulurkan tangannya untuk menunjukkan persatuan dan meminta dukungan dan kerja sama dari rakyatnya.
Saat kereta melewati pasar yang ramai, Ardani melihat dua wajah familiar berdiri di kejauhan. Mereka mirip Jaka, prajurit Gada Hanomanji, dan Sari, kakak perempuan Ardani. Kegembiraan Ardani memaksanya menghentikan kereta.
ARDANI
Hentikan kereta ini sebentar!
Ada orang-orang penting yang kukenal di sana.
KUSIR
(gigih)
Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia.
Menurut tradisi, kereta tak boleh berhenti sama sekali sepanjang pawai ini, agar tak terjadi bencana selama masa pemerintahan Yang Mulia!
Saat Ardani berdebat dengan kusir, sosok Sari dan Jaka menghilang di tengah kerumunan. Ardani pasrah dan bersandar di kereta sambil menghela nafas bercampur rindu dan harapan.
ARDANI
(menghela nafas)
Baiklah, teruskan arak-arakan ini.
Saat itulah, lamunan Raja Anak Wungsu, Ardani, teringat pada adik kesayangannya dan Jaka. Diam-diam ia mendoakan mereka mendapatkan kebahagiaan sejati seiring prosesi akbar melanjutkan perjalanan penuh kegembiraan melalui jalanan Rainusa.
FADE OUT.