Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
20. Ni Dyah - Bagian 1

EXT. TEPI GUNUNG - SIANG

 

Pertarungan telah berakhir, namun ketegangan yang tidak menentu masih tetap ada di celah antara pegunungan, perbatasan Hutan Usangha dan Danau Tarub. Gangguan Giri yang tiba-tiba menghalangi Jaka menghabisi Taksaka menimbulkan kecurigaan di benak Sari. Mungkinkah Giri mengkhianati Jaka?

 

Sari mendekati Giri dengan kipas ajaibnya terangkat, siap menghadapinya.

 

SARI

Apa maksudmu, Giri?

 

Giri tetap diam, menoleh ke arah Taksaka yang masih gemetar ketakutan. Pembuluh darah menonjol dari dahi Taksaka, indikasi jelas bahwa dia sedang disiksa oleh kekuatan tak dikenal.

 

Maju selangkah, Sari berteriak.

 

SARI

Biar kutolong dia!

 

Dia melipat kipasnya dan memberikan pukulan kuat ke ulu hati Rai Taksaka dengan pegangannya, memancarkan energi lembut.

 

Mata Taksaka melebar, erangannya berhenti, dan dia terjatuh ke tanah, tak sadarkan diri.

 

CUT TO:

 

 

EXT. TEPI GUNUNG - SIANG

 

Jaka menggendong Taksaka di punggungnya sambil mengikuti Sari dan Giri melewati celah di tebing gunung.

 

JAKA

(menggerutu)

Ampun, ramping-ramping begini ternyata berat juga!

 

Balas Giri.

 

 

GIRI

Itu karena kau menyandang gadamu juga! Kalau mau terasa ringan, kerahkan saja tenaga dalammu, Pemuda Dungu!

 

JAKA

(marah)

Apa maksudmu, Kera Sok Tahu!?

 

Tanpa diduga, sebuah suara menginterupsi perdebatan mereka.

 

DYAH, sosok mirip pertapa, tiba-tiba muncul.

 

TAKSAKA

Hah, kalian anak muda, selalu membuat keributan!

 

Sari terkesiap, perhatiannya tertuju pada Dyah. Jaka menjadi waspada, dengan lembut menempatkan Taksaka di tanah dan berdiri tegak di samping Sari, dengan senjata siap.

 

Rai Taksaka duduk bersandar di tebing. Giri memposisikan dirinya di sampingnya, dengan posisi merangkak.

 

SARI

Jelaskan apa yang terjadi!

 

JAKA

(mencurigakan)

Apakah ini jebakan?!

 

TAKSAKA

(sinis)

Dasar bodoh! Kalau ini memang jebakan,

kalian berdua pasti sudah tewas!

 

Jaka dan Sari saling pandang bingung.

 

Giri menghela nafas.

 

GIRI

Begini, karena kalian telah memulihkan Taksaka, kami akan menjelaskan seluruh masalahnya. Kalian duduklah dulu.

 

Jaka dan Sari ragu namun tetap berdiri, senjata masih di tangan.

 

Lanjut Giri.

 

 

GIRI

Sebelum menjadi tiran, Taksaka sebenarnya adalah utusan Sang Srisari, pelindung Wanara dan Manawa di Hutan Usangha.

 

JAKA

(heran)

Tapi kata Ki Rukah...

 

TAKSAKA

(menggerutu)

Ki Rukah adalah insan berpikiran sempit. Setelah benakku dikuasai sihir Rangda, ia menganggap aku sudah tak tertolong lagi dan harus dimusnahkan. Padahal dia tahu sejatinya aku seorang pencinta, bukan tiran.

 

Penasaran, Sari mendesak lebih jauh.

 

SARI

Apa maksudmu dengan 'pencinta'?

 

TAKSAKA

(tersenyum)

Asal tahu saja, tidak ada makhluk di dunia ini yang lebih indah, cantik, dan elok selain wanita. Aku sungguh mengagumi mereka.

 

Jaka dan Sari bertukar pandang penasaran.

 

SARI

Bagaimana dengan kaum Leyak?

 

TAKSAKA

Sang Srisari tahu tentang sikapku terhadap wanita, tapi ia justru memilihku sebagai dutanya. Aku selalu ramah pada para penyihir cantik itu dan membiarkan mereka lewat.

 

GIRI

Tentunya selama para Leak tak membuat onar dengan kaum Manawa-Wanara. Dengan demikian, hutan ini damai dan tenteram selama berabad-abad... hingga Rangda merusaknya.

 

JAKA

(realisasi)

Jadi, bolehkah aku dan Sari melanjutkan perjalanan?

 

 

 

 

TAKSAKA

Tentu. Dengan membebaskanku dari pesona Rangda, kalian telah memulihkan jati diriku yang sebenarnya. Aku akan kembali ke Desa Wanara untuk meminta maaf dan menyembuhkan luka-lukaku.

 

GIRI

Dan aku akan ikut Taksaka sebagai saksi.

 

JAKA

(menyela)

Oh ya, Taksaka, bagaimana bisa dirimu yang sakti diperdaya sihir Rangda?

 

TAKSAKA

(sedih)

Aku salah mengenali Ratu Leyak yang menyamar sebagai penyihir cantik berpakaian biasa. Tak kusangka, dia melanggar perjanjian di antara kami dengan menyihirku dan mengendalikan benakku, lalu mengerahkan pasukannya melewati hutan ini.

 

SARI

Nah, kami sudah paham. Selamat tinggal dan terima kasih banyak.

 

Sari membungkuk hormat pada Giri dan Taksaka.

 

SARI

Kami akan melanjutkan perjalanan menuju Danau Tarub.

 

TAKSAKA

Ah, Danau Tarub? Hati-hatilah dengan Isyana, si ular naga air.

Walau ia tak sekuat aku, kelincahan pergerakannya di air akan lebih menyulitkan ketimbang di tanah datar. Karena itulah, bila ia tak mengizinkan kalian lewat, sebaiknya kalian mundur saja sambil mencari kesempatan lain.

 

SARI

Terima kasih, kami akan ingat itu.

 

Sari berbalik dan berjalan pergi bersama Jaka. Namun, selama perjalanan mereka, Sari merasa telah melupakan sesuatu yang penting, sesuatu yang mungkin menentukan hidup atau mati.

 

CUT TO:

 

 

EXT. DANAU TARUB - SIANG

 

Setelah melewati celah tebing Hutan Usangha, Sari disambut pemandangan yang menyegarkan. Danau berwarna biru kehijauan terbentang di hadapannya, dikelilingi pepohonan yang tidak terlalu lebat di lapisan terdalam. Di seberang danau, beberapa pohon berjejer di tepian dan tebing pegunungan.

 

Sari meluangkan waktu sejenak untuk menghilangkan kelembapan Hutan Usangha dan panasnya pertarungannya dengan Taksaka di tebing. Dia merentangkan tangannya lebar-lebar dan menarik napas dalam-dalam.

 

SARI

(kagum)

Aah, jadi ini Danau Tarub.

Rasanya aku ingin tinggal di sini saja.

 

Jaka memicingkan sebelah matanya, penasaran.

 

JAKA

(menggoda)

Bukankah kau ingin ke Lembah Pohon Tengkorak?

 

Senyum Sari menjadi masam.

 

SARI

(aneh)

Eh, ya. Tapi udara di sini begitu segar. Hutannya, pemandangan danaunya amat indah. Tentu kau juga ingin tinggal di sini, kan?

 

Jaka menyenggol Sari sambil bercanda.

 

JAKA

(tampak penuh harapan)

B-bersamamu?

 

Sari menjulurkan lidahnya, dengan nada menggoda menolak gagasan itu.

 

SARI

Enak saja! Kau sendirian! Aku bersama ibuku!

 

Pundak Jaka merosot, setengah menyesal menyebutkan tujuan utama perjalanan Sari.

 

Tapi Sari tidak keberatan. Dia telah memenangkan perdebatan, dan senyumnya melebar. Dia menaridengan lincah dan bebas, lebih bebas daripada tarian-tarian yang teratur. Keindahan Danau Tarub memikat hati mereka berdua.

 

Jaka menyela setelah Sari menyelesaikan tarian dadakannya.

 

JAKA

(dengan lembut)

Bukan maksudku merusak suasana, tapi kita harus mengitari danau ini untuk mencari perahu atau jalan menuju lembah kaum Leyak.

 

SARI

(tegas)

Benar juga. Ayo kita menjelajah dulu sebisanya sebelum hari gelap. Kita bisa mencari makanan sepanjang jalan. Semoga kita tak perlu sampai memancing murka Isyana atau siapa pun.

 

Sari menyebutkan perbekalan karena perbekalan mereka dari Desa Wanara dibakar pada pertempuran terakhir mereka. Untungnya, dalam perjalanan menuju danau, Sari dan Jaka berhasil mengumpulkan beberapa buah murbei dari pohon-pohon di hutan. Mereka makan sambil berjalan, langkah mereka kini lebih ringan.

 

Namun, perjalanan damai mereka tiba-tiba terganggu. Segerombolan mutan manusia ikan, yang dikenal sebagai Bejlema, muncul dari permukaan danau dan menyerang Jaka dan Sari. Pergerakan para mutan yang cepat dan licin membuat para pejuang kesulitan untuk menyerang mereka dengan senjata.

 

Seorang Bejlema berhasil mencakar lengan Jaka dengan tombaknya, namun Jaka sigap membalas. Dia meraih gagang tombak dan menariknya, membanting tongkatnya ke wajah ikan mutan itu.

 

Jaka kemudian melukai Bejlema kedua dengan tombaknya, menggunakan gada sebagai tameng. Anehnya, mutan yang terluka itu pingsan dan mati dengan mulut berbusa.

 

Sementara itu, kipas Sari membelah dua ikan mutan dengan hembusan angin kencang.

 

Pemimpin Bejlema menyerang ke depan, mengincar Sari. Dia dikelilingi oleh mutan, dan tombak yang dipenuhi energi meluncur ke arahnya. Terlambat menghindar, tombak itu menggores perutnya hingga membuat Sari menjerit kesakitan.

 

Marah, Jaka menerjang pemimpin tersebut dan menghantamkan kepala besarnya dengan ayunan tongkatnya ke atas. Taring makhluk itu jatuh dari mulutnya yang terbuka lebar.

 

Pemimpinnya, yang masih linglung, memberi isyarat untuk mundur yang terdengar seperti berkumur air. Antek-anteknya segera mengikutinya, menyelam kembali ke danau. Mutan ikan yang bernapas dengan insang tidak dapat bertahan lama di darat tanpa pingsan dan mati lemas.

 

Lega, Sari menghela nafas lega. Namun, rasa sakitnya semakin parah, dan dia memegangi perutnya, kekuatannya melemah.

 

JAKA

(mendesak)

Bertahanlah, Sari!

 

Jaka segera menyandarkan Sari pada pohon dan meletakkan tangannya di perut Sari, menyalurkan kekuatan batinnya untuk menghentikan pendarahan.

 

Sayangnya, kondisi Sari semakin memburuk. Wajahnya menjadi hitam, tanda jelas keracunan. Ujung tombak Bejlema pasti telah dibubuhi racun mematikan, perlahan mengalir ke seluruh tubuhnya. Hidup Sari berada di ujung tanduk.

 

JAKA

(bertekad)

Biar kukeluarkan racun dengan tenaga dalamku!

 

SARI

(ragu-ragu)

Apa kamu tau bagaimana caranya?

 

JAKA

Biar kucoba dulu!

 

Jaka meletakkan tangannya di punggung Sari dan mulai menyalurkan energinya.

 

Pada awalnya, aliran energi berbasis air yang pelan dan lembut, mengurangi ketegangan di wajah Sari. Namun tiba-tiba, wajah Sari membiru dan ia meringis kesakitan. Racunnya menolak, melawan kekuatan batin Jaka.

 

Jaka terpaksa mengatur aliran energinya. Ini mempercepat, mengurangi potensi racun. Namun Sari kejang-kejang dan muntah darah hitam. Wajahnya tetap membiru, menandakan racun masih mengalir melalui pembuluh darahnya.

 

Keputusasaan Jaka mencapai puncaknya.

 

JAKA

(putus asa)

Siapa saja, tolong kami! Sang Mahesa, andai Kau sungguh merestui perjalanan kami ini, kumohon tolonglah kami! Utuslah seseorang atau apa pun! Kumohon, Sang Mahesa!

 

Tidak ada yang datang. Mereka berada di daerah terpencil dan dijaga ketat. Siapa yang mereka harapkan akan muncul?

 

Saat ini Sari hanya bisa pasrah pada kehendak para dewa. Ia tidak bisa hanya mengandalkan bakat Jaka sebagai pewaris Gada Hanomanji.

 

Jika hari ini Mahesa menghendaki Sari mati, biarlah. Bagaimanapun, sebagian besar jiwa yang telah meninggal menemukan jalan menuju akhirat.

 

Tapi Sari ingat Lastika. Dia harus menyelamatkan ibunya terlebih dahulu. Sari tidak bisa mati sekarang. Jiwanya tidak akan menemukan kedamaian sampai tugas terpentingnya terpenuhi.

 

Kesadaran Sari memudar, dan di kejauhan, samar-samar dia mendengar suara seorang wanita tua memanggil.

 

NI DYAH (VO)

Hentikan! Biar kubantu!

 

Sari tersenyum lega saat semuanya menjadi gelap.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar