Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT. DESA WANARA - SIANG
Sari, Jaka, dan pasukan Manawa tiba di desa Wanara, perjalanan mereka melewati Hutan Usangha akhirnya mendekati tujuan.
Koloni Manawa, yang bersarang di antara dahan beringin, dan Wanara, manusia mutan dengan ciri mirip monyet, hidup berdampingan di desa. Berbeda dengan suku Manawa, suku Wanara membangun gubuknya dari kayu jati yang kokoh, pilihan praktis karena sifatnya yang kedap air.
Sari mengamati desa tersebut, memperhatikan kesamaan antara Wanara dan masyarakat manusia. Sistem keluarga dan desa mereka mencerminkan sistem Kerajaan Rainusa, yang menunjukkan struktur sosial bersama.
Penduduk desa berkumpul saat mereka melihat sosok asing memasuki wilayah mereka. Rasa penasaran terpancar di mata anak-anak Wanara yang berdiri paling depan, menyaksikan makhluk-makhluk yang belum pernah mereka temui sebelumnya.
Sari melambai ke arah salah satu anak mirip kera, yang menatapnya dengan kepala miring. Anak itu menyeringai, memperlihatkan serangkaian gigi kuning, menyerupai gigi simpanse. Anak lain melangkah maju, menawarkan Sari tiga bunga yang baru dipetik. Sari menerima hadiah itu sambil tersenyum, mencoba membelai anak itu, yang mundur ke tengah kerumunan.
Giri menimpali, menyapa Sari dan Jaka.
GIRI
Mereka masih takut pada kalian.
Ungun telah mengabarkan kedatangan kita pada kepala desa.
Itu rumahnya. Ayo kita temui beliau.
Giri menunjuk ke sebuah gubuk sederhana di antara gubuk-gubuk lainnya, di mana sesepuh Wanara yang agak bungkuk menunggu para tamu.
Sari memperhatikan ekspresi muram orang tua itu saat mata mereka bertemu. Dia mengerutkan kening, dengan cepat menutupi kekhawatirannya dengan senyuman sopan.
Wanara yang lebih tua menyapa mereka, suaranya diwarnai dengan kesedihan.
KI RUKAH
Selamat datang di Desa Wanara, manusia. Selamat kembali, Giri.
Aku Ki Rukah, pemimpin, tetua sekaligus kepala desa di sini.
Maaf aku tak bisa tersenyum saat ini. Meski aku amat senang ada pendekar-pendekar terpilih lagi di sini.
Sari, tertarik dengan sikap Rukah, bertanya.
SARI
Apa yang membuat Sesepuh bermuram durja?
KI RUKAH
Itu karena setiap kali ada pendekar yang bertemu denganku, itu pasti pertemuan kami yang terakhir. Aku kuatir...
sela Jaka, terdengar nada menenangkan.
JAKA
Tenang saja, Sesepuh. Dukungan Sang Srisari serta Sang Mahesa akan memampukan kami mengatasi Taksaka dan membebaskan kalian.
Ekspresi Rukah semakin suram.
KI RUKAH
Itulah yang kutakutkan. Semua pendekar yang datang sebelum kalian selalu berkata senada. Namun, walaupun senjata dewata menolak mereka, mereka terus saja menghadapi Taksaka. Alhasil, ular naga itu bertambah gemuk saja dari waktu ke waktu.
Sari menyadari kebenaran yang meresahkan bahwa Taksaka mungkin mengizinkan Manawa dan Wanara membawa penantang, memberinya banyak korban tanpa perlu berburu.
Bertekad, Sari menarik napas dalam-dalam, dengan hati-hati memilih kata-katanya.
SARI
Ki Rukah, sebenarnya kami hanya ingin melintasi hutan ini, melewati Danau Tarub, dan menuju Lembah Pohon Tengkorak untuk mencari ibuku. Mendengar kisah Giri, hati kami tergerak ingin membantu kalian dengan bantuan senjata dewata.
Namun, bila ternyata senjata dewata menolak kami dan kekuatan kami tak cukup untuk mengalahkan Taksaka, kami akan mencoba menyelinap dari penjagaan ular raksasa itu.
KI RUKAH
Andai kalian gagal dan kehilangan nyawa?
SARI
Jika memang itu ujung nasib kami, setidaknya kami telah berjuang sepenuh hati.
Giri menyela, menekankan ketulusan niat mereka.
GIRI
Saat kami bicara, aku sengaja tak menyebut soal imbalan dan mereka tak menanyakan itu pula padaku. Sari hanya berniat mencari ibunya, itu saja.
Rukah terdiam sejenak sebelum mengambil keputusan.
KI RUKAH
Baiklah. Kalian berdua kami perkenankan untuk melihat dan memegang senjata dewata. Biar senjata dewata yang akan memilih majikannya yang baru. Ikut aku.
Ki Rukah membawa Sari dan Jaka lebih jauh ke dalam desa, hingga akhirnya mencapai dinding belakang tempat tinggalnya yang sederhana. Ketiganya berdiri di tengah ruangan.
KI RUKAH
Nah, apa pun yang terjadi, jangan bergerak.
Ini pasti akan "mengguncang" kalian.
Ki Rukah mengucapkan mantra dalam bahasa kuno, memunculkan energi hijau di telapak tangannya. Dengan hantaman kuat ke tanah, debu memenuhi udara, dan tanah menjadi miring tajam, menyerupai tanjakan jalan raya. Di ujung lereng, terdapat bukaan seperti pintu masuk gua.
Dinding yang mengelilingi pintu masuk menyerupai akar beringin yang sangat besar. Terbukti, rumah Ki Rukah terletak di dekat salah satu pohon beringin terbesar di Hutan Usangha.
Sari, yang merasa sangat waspada, mengikuti Jaka ke dalam gua. Namun, napasnya menjadi sesak karena udara lembap. Ki Rukah dengan santai berkomentar tentang kelembapan, tidak terganggu karena adaptasi Wanara.
Di dalam ruangan, Sari melihat patung Hanoman, sosok yang dihormati dari Zaman Para Dewa, sedang duduk bersila. Tubuh patung ditutupi bulu berwarna putih bersih, dihiasi baju besi emas di bagian kepala, dada, dan selangkangan. Di pangkuan Hanoman terdapat gada berkepala bulat berukir indah yang terbuat dari kuningan, logam dewa, dan bercampur darah.
Jaka tergagap, meminta klarifikasi.
JAKA
S-siapa dia?
Ki Rukah memberikan jawabannya, mengungkap asal usul dan makna patung tersebut.
KI RUKAH
Inilah Hanoman, salah satu pahlawan terhebat Wanara dan sosok suci dari Zaman Para Dewa. Ketika jiwanya naik ke Nirwana, tubuhnya tetap berada di dunia ini, seperti patung abadi.
Sari mengingat pelajaran sejarahnya, menghubungkan titik-titik.
SARI
Tunggu, Hanoman berasal dari Semenanjung Arcapada.
KI RUKAH
Memang. Selama Kiamat Pertama, Wanara dan Manawa menghadapi kepunahan. Setelah kelahiran kembali mereka, Srisari Suci mengutus utusannya, Isyana, untuk membimbing kedua kaum kami ke negeri baru di luar Arcapada. Selama perjalanan kami yang sulit, nenek moyang kami menemukan jenazah Hanoman yang diawetkandan membawanya ke Antapada, di sini.
Jaka mencari konfirmasi.
JAKA
Jadi gada di pangkuan Hanoman itu senjata dewata?
Ki Rukah mengangguk penuh keyakinan.
KI RUKAH
Gada Kaumodaki dianugerahkan kepada Hanoman oleh Wisnu, salah satu Mahadewa kuno Arcapada dan Antapada. Hanoman menggunakannya saat membantu Rama dalam pertempuran melawan Rahwana, Raja Yaksha. Setelah kekalahan Rahwana, Wisnu mengganti nama gada menjadi Hanomanji.
Sari dan Jaka berdiri terkagum-kagum. Jika gada memang merupakan senjata dewa, hanya individu dengan kekuatan setengah dewa atau setara yang mungkin memiliki kemampuan untuk menggunakannya.
KI RUKAH
Perlu kalian ingat, ketika Hanoman menerima Kaumodaki, dia juga kurang percaya diri dan kurang sakti. Namun, Wisnu mempercayakan gada tersebut kepadanya, dan kepercayaan itu terbayar lunas.
Sari dan Jaka sadar bahwa nasib mereka ada di tangan Hanomanji.
KI RUKAH
Jadi tak ada salahnya mencoba. Toh tak ada ruginya.
Sari dan Jaka bertukar pandang, dan serentak mereka mengangguk.
JAKA
Biar Sari yang pertama mengambil senjata dewa itu dari pangkuan Hanoman.
KI RUKAH
Silakan.
Sari dengan hati-hati mengulurkan tangannya, menyentuh lembut gada kuningan di atas bahu Hanoman. Gelombang energi cair yang tiba-tiba mengalir ke seluruh tubuhnya, menyebabkan dia menjerit kesakitan dan mundur.
KI RUKAH
Hanomanji telah menolak Sari.
Kini giliran Jaka yang melangkah maju. Mengambil posisi setengah berlutut, dia mengatupkan kedua tangannya dan menutup matanya, meminta izin dari pengguna gada saat ini. Dengan satu telapak tangan di tanah dan satu lagi memegang gagangnya, Jaka menguatkan diri.
Sekali lagi gelombang energi dahsyat menerjang tubuh Jaka bagai gelombang yang tak henti-hentinya. Pria muda itu meringis, setiap seratnya terasa seolah terkelupas. Dengan tekad bulat, ia menyalurkan energi air ke dalam tanah melalui telapak tangannya, tertatih-tatih di ambang hidup dan mati. Dengan suara gemuruh yang dahsyat, otot-otot Jaka membuncit, pembuluh darahnya berdenyut-denyut, siap pecah kapan saja.
Pada akhirnya, Jaka harus mengakui kebenaran yang tak terbantahkan—gada dewata telah menolaknya.
FADE OUT.