Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG
Pertempuran Karangateng berubah secara tak terduga, bertransformasi dari bentrokan antar pasukan menjadi konfrontasi satu lawan satu. Medan perang yang dulunya sibuk menjadi sunyi senyap saat para prajurit hanya menjadi penonton, melindungi diri mereka dari tembakan nyasar dan semburan energi dari dua petarung awal.
Sementara itu, Sari, sang Leyak Rajni, hanya bisa menyaksikan Calon Arang masuk. Ratu Leyak seolah tak mengakui kehadiran Sari; seluruh fokusnya tertuju pada Agastya, musuh bebuyutannya.
AGASTYA
(sinis)
Rangda, Rangda... Kau sungguh tak pernah belajar dari kegagalan.
Apa yang membuat kau begitu yakin ambisimu akan terpenuhi?
CALON ARANG
(percaya diri)
Ada beberapa alasan. Walau salah satu alasan itu sudah tak masuk hitungan akibat kemunculan dirimu yang ternyata kembali muda, baik aku dan semua saudari Leyak lain kini jauh lebih kuat dan lebih siap daripada sebelumnya, demi menggapai cita-cita mulia.
AGASTYA
(tegas)
Tapi tetap saja, demi menjaga keseimbangan, kedamaian, dan tatanan alam Rainusa, aku harus menentang “cita-cita mulia” itu, bahkan memusnahkanmu jika kau terus keras kepala.
CALON ARANG
(menentang)
Tidak jika aku memusnahkanmu lebih dulu!
Calon Arang dengan sigap melangkah maju, dan Agastya menyamai gerakannya. Sari terengah-engah saat mata ibunya bersinar merah terang. Inikah sekilas sifat asli Calon Arang? Apakah ini... Rangda, Keturunan Angkara? Apakah ini entitas yang inti energinya pernah bersemayam di tubuh Sari, hanya untuk ditukar dengan kekuatan tertinggi api hitam?
Menyaksikan pertarungan sengit dan seimbang antara Agastya dan Calon Arang dari jarak dekat, Sari memutuskan untuk tidak ikut campur. Dengan tujuan barunya, dia mendekati Taksaka, yang terbaring di tanah. Kelegaan membanjiri dirinya saat dia menyadari mutan ular naga itu masih bernapas, namun ada hal lain yang sangat membebani pikirannya.
SARI
(mendesak)
Rai Taksaka! Bisakah kau mendengarku?
Taksaka perlahan membuka matanya, menatap Sari dengan lemah.
TAKSAKA
(lemah)
Sari... Baguslah. Tolong, bunuh aku... si pecundang ini!
Sari menegurnya, suaranya penuh tekad.
SARI
(tegas)
Apa kau ingin tak jadi pecundang?
Katakan padaku, bagaimanakah ibuku mengalahkanmu?
Berjuang di ambang kesadaran, kata-kata Taksaka keluar seperti gumaman yang terfragmentasi.
TAKSAKA
(kacau)
Dengan... kekuatan dewata milikku... tak terlalu sulit untuk... mengatasinya. T-tapi, saat Calon Arang terdesak... dia berubah wujud menjadi Rangda.
Mata Sari membelalak tak percaya, suaranya bergetar.
SARI
(heran)
Apa? Tolong, Taksaka, jelaskan semuanya padaku!
CUT TO:
EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG
Pertarungan antara Agastya, pewaris Barong, dan Rangda, Ratu Leyak, semakin memanas. Kelincahan Rangda memungkinkannya menghindari pukulan dan serangan dahsyat Agastya, membalas dengan tusukan dan cakar mematikannya sendiri.
AGASTYA
(kurang ajar)
Kau tampak lebih kuat dari sebelumnya, Rangda.
RANGDA
(percaya diri)
Kau juga. Tubuhmu yang jadi muda dan bugar membuatku tidak bisa meremehkanmu.
AGASTYA
(tegas)
Kau takkan bisa mengalahkanku. Aku rela mengorbankan jiwa dan ragaku sekali lagi demi rakyat banyak. Tapi kau? Kau malah mengorbankan rakyat, bahkan saudari-saudarimu sendiri agar kau tetap selamat dan memuaskan nafsu angkaramu. Memuakkan!
RANGDA
(menentang)
Kau benar, aku tak seperti dirimu.
Halanganku hanya satu, yaitu kau!
Rangda sigap bermanuver sambil menyapukan cakarnya ke arah Agastya. Dia membela diri, tidak memberikan celah sedikit pun.
AGASTYA
(bertekad)
Sudah kubilang, jurus usang itu takkan mempan lagi padaku!
Agastya mengeluarkan raungan energi yang dahsyat, diperkuat oleh ayunan energi Gada Hanomanji. Bentrokan antara api hitam yang dilancarkan Rangda dan gabungan gelombang energi Agastya membentuk tontonan yang menakjubkan. Sebagian energi Rangda menghilang, sedangkan sisanya dibelokkan ke arah berbeda. Agastya tetap tidak terluka.
Rangda menyesuaikan strateginya, mengarahkan susunan api hitam yang kacau itu ke arah Agastya. Api hitam menembus punggung Agastya, menyebabkan dia mengaum kesakitan. Dia terjatuh ke tanah, rasa nyeri dan penderitaan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Kepala Rangda tetap terangkat tinggi sambil melirik lawannya yang terjatuh.
RANGDA
(menyeringai)
Ck, ck, bukankah tadi kau mengakui kemajuanku yang pesat?
Kurasa, justru kau yang meremehkan aku, bukan sebaliknya.
Agastya, meringis kesakitan, menjawab dengan menantang.
AGASTYA
(tegas)
Satu-satunya cara mengukur sejauh apa kemajuan lawan adalah dengan menjajal jurusnya. Untuk itu, seorang pendekar harus siap menahan luka dan nyeri akibat kekurangtahuannya, lalu belajar dari itu. Itulah jalan pendekar yang takkan bisa dipahami tukang sihir sepertimu!
Agastya bangkit, berdiri tegak meski tetap meringis kesakitan.
RANGDA
(meremehkan)
Ya ya. Aku tak butuh teorimu. Akan kubuktikan kalau kekuatanmu tak sebanding denganku.
Rangda bergerak terlalu cepat seakan menghilang. Sebelum Agastya sempat bereaksi, wajah Rangda muncul tepat di hadapannya.
Rangda bersiap melepaskan bayangan hitam yang akan merasuki dan mencelakakan Agastya. Dipaksa bertindak cepat, Agastya melompat tinggi ke udara, menghindari genggaman bayangan. Ia kemudian menukik ke bawah, melepaskan kekuatan batinnya dalam ledakan dahsyat ke arah Rangda.
Kedua petarung saling menerjang dan berkelit tanpa henti, gerakan mereka terlalu cepat untuk bisa diikuti oleh mata manusia. Mereka melewati barisan Leyak, melanjutkan pertempuran sengit menuju jalur masuk Celah Karangateng yang semula dijaga oleh Taksaka.
Sayangnya, kaki Agastya tersangkut batu sehingga membuatnya tersandung dan jatuh berlutut. Dampaknya mengirimkan sentakan rasa sakit melalui tempurung lututnya, menimbulkan jeritan kesakitan. Memanfaatkan peluang tersebut, Rangda melancarkan pukulan telak.
AGASTYA
(memberi kejutan tak terduga)
Kena kau!
Agastya dengan sigap berguling, nyaris menghindari serangan mematikan Rangda. Rangda terkejut, tapi sebelum dia sempat bereaksi, Agastya berputar seperti gasing di tanah, mendaratkan tendangan kuat ke wajah Rangda. Ratu Leyak terhuyung, tak berdaya. Agastya melancarkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi dari segala arah, menghajar Rangda tanpa henti.
RANGDA
(putus asa)
Bangkitlah dan kuasailah tubuhku, wahai Rangda Sejati!
Ledakan energi yang tiba-tiba mengagetkan Agastya. Tubuh Rangda dilalap aura api hitam, perlahan berubah. Calon Arang terbakar habis, digantikan oleh wujud Rangda yang aneh, Ratu Leyak. Wajahnya mengerikan, dengan tiga mata merah bulat, bibir lebar, dan taring menonjol. Rambut hitam panjangnya memutih dan tergerai seperti jubah.
Transformasi yang paling mencolok adalah kakinya yang bengkok dan menyatu, mengingatkan pada usus yang menjuntai. Dia melayang di atas tanah, melawan gravitasi.
Agastya bangkit, gelagatnya hendak menggagalkan proses perubahan wujud tersebut. Namun tiba-tiba Sari pasang badan menghalangi dirinya.
AGASTYA
(menghardik, kesal)
Minggir kau, Putri Leyak!
SARI
(wajah cemas)
Jangan serang! Taksaka saja takut, percuma mencegah kemunculan Rangda Sejati! Ibu telah mengambil inti energi Rangda yang seharusnya ada dalam ragaku. Harusnya aku mewarisi kekuatan itu.
AGASTYA
(mata terbelalak heran)
Oh, jadi kau ingin membantuku melawan ibumu sendiri?
SARI
(tersenyum penuh tekad)
Ya, ayo kita lakukan bersama-sama. Tapi apa kau bisa berubah wujud menjadi Barong sejati... ngg... Sesepuh?
AGASTYA
(ekspresi melembut, fokus)
Sayangnya tidak. Energiku belum cukup untuk itu.
Lagipula sudah tak sempat lagi. Lihat itu.
Agastya menunjuk ke arah Rangda dan Sari kembali menatap ke arah yang ditunjuk. Rupanya proses perubahan Rangda Sejati rampung.
Rangda Sejati mengamati medan perang, pandangannya tertuju pada dua lawannya, Sari dan Agastya. Suaranya bergetar karena kekuatan.
RANGDA
(mengancam)
Akulah Rangda, Dewi dan Duta Sang Angkara Yang Maha Digdaya.
Yang mendukungku hidup, yang menentang, apalagi mengkhianati aku, pasti mati!
CUT TO: