Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
36. Rangda - Bagian 2

EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG

 

Jantung Sari berdebar kencang saat dia menghadapi raksasa mengerikan di hadapannya, mengetahui bahwa makhluk ini bukan lagi ibunya. Kata-kata Rangda yang menekankan kata "mengkhianati" menghantam Sari bagaikan palu godam.

 

SARI

(bertekad)

Ini bukan dilema lagi. Rangda telah melewati batas, dan ambisinya menjadi ancaman bagi seluruh Rainusa. Kita tidak bisa membiarkan dia berhasil.

 

Sari menyadari betapa beratnya situasi ini. Jika Rangda mengalahkan Agastya, dia akan melampiaskan amarah, kebencian, dan kekuatan destruktifnya ke seluruh negeri, mengubah Rainusa menjadi lautan darah.

 

RANGDA

(menekankan)

Rainusa pasti akan jadi lautan darah kaum lelaki. Yang akan mati pertama oleh murkaku adalah si penghalang besar bernama Barong dan Sari si pengkhianat!

 

Sari melangkah maju, bertekad menantang Rangda.

 

SARI

(menentang)

Tak semudah itu, Rangda! Apa kau pikir semua perempuan di Rainusa akan mendukung cita-cita gilamu? Setiap istri yang memiliki suami, setiap ibu yang memiliki anak laki-laki, setiap perempuan yang sedang atau pernah mengalami cinta tulus dari para lelaki pasti sama denganku, menentang dirimu!

 

RANGDA

(meremehkan)

Maka mereka semua akan binasa!

 

Ucapan Rangda menggantung di udara, seakan tak tergoyahkan. Agastya berseru kepada pasukan Leyak, mendesak mereka untuk mempertimbangkan kembali kesetiaan mereka.

 

AGASTYA

(bertekad)

Kalian dengar sendiri, ambisi Ratu Leyak sudah melanggar batas keyakinan kalian! Dia akan membantai semua orang yang menentangnya meski mereka adalah perempuan! Masih maukah kalian mendukungnya?

 

Pasukan Leyak tetap bergeming.

 

RANGDA

(menyeringai)

Seperti yang kalian lihat, kaum Leyak terikat padaku lebih daripada kesamaan cita-cita saja. Hanya takdir yang mampu mengubah keberpihakan para Leyak!

 

Tekad Sari menguat, dan dia menantang Rangda sekali lagi.

 

SARI

(percaya diri)

Jadi ayo kita cari tahu di pihak mana takdir akan berpihak: kau atau kami!

 

Rangda mencemooh ucapan Sari.

 

RANGDA

(arogan)

Sesumbar dangkal! Tentu saja aku yang terpilih karena akulah yang terkuat! Inilah buktinya!

 

Rangda melambaikan tangannya, dan tujuh sosok bayangan muncul di udara mengelilingi Sari dan Agastya. Situasinya menjadi serius.

 

Agastya mengangguk ke arah Sari, mengingatkan pada diskusinya dengan Jaka. Sari mengangguk kembali, mengambil posisi membelakangi Agastya.

 

Tujuh sosok bayangan menyerang secara bersamaan, siap menyerang. Agastya dan Sari melepaskan seberkas cahaya putih dan api hitam, berusaha menangkis bayangan. Namun bayangan itu menghilang dan muncul kembali, gerakan mereka sulit dipahami.

 

Garis-garis hitam dan putih berubah arah, namun bayangan tetap menghindarinya. Sari dan Agastya terpaksa menghindar saat bayangan menembus aura pelindung mereka.

 

Cakar hitam Rangda berulang kali merobek aura mereka, mengancam akan menghancurkan pertahanan mereka sepenuhnya.

 

AGASTYA

(bertekad)

Meremehkan kami, rasakan akibatnya!

 

Agastya dan Sari memusatkan energi mereka, mengumpulkan kekuatan mereka. Agastya berjongkok, badannya menyerupai landak menebarkan jarum ke segala arah. Jarum-jarum cahaya hitam putih menembus bayang-bayang, kecuali bayang-bayang yang pasti wujud asli Rangda.

 

Rangda terpesona oleh kekuatan itu, namun Agastya pingsan karena kelelahan. Dia berbaring telentang, melindungi Sari, yang berjongkok di bawahnya.

 

SARI

(khawatir)

Agastya!

 

Namun tenaga Agastya terkuras, dan lukanya terlalu parah. Sari adalah satu-satunya yang berdiri di arena, nasibnya tidak menentu.

 

RANGDA

(mengancam)

Belum. Aku tidak akan puas sampai aku menghancurkan kalian berdua!

 

Jantung Sari berdebar kencang saat kekuatan Rangda menguasai dirinya. Bisakah dia menghadapi Rangda sendirian?

 

RANGDA

(mengejek)

Oh, mau adu jurus yang sama?

Percuma, kekuatan kita tak seimbang!

 

SARI

(tegas)

Aku tahu. Tapi kita tidak akan tahu siapa yang lebih kuat sampai kita mencobanya.

 

Kedua petarung mengerahkan energi pamungkasnya, membentuk bola hitam raksasa di telapak tangan mereka. Bola mata Sari sedikit lebih kecil dari mata Rangda. Sikap mereka mencerminkan satu sama lain, lutut ditekuk, dan lengan diluruskan.

 

Udara di sekitar mereka tersedot ke dalam bola-bola itu, membuat Sari sulit bernapas. Bola-bola itu secara bertahap menyusut seiring dengan meningkatnya energi yang dikompresi.

 

Dengan bola di depannya, mereka mulai berjalan ke depan, mendorong bola masing-masing dengan tangan terentang.

 

Bola energi raksasa bertabrakan dengan ledakan yang memekakkan telinga. Ada tarik ulur, perjuangan yang sengit. Satu langkah yang salah bisa berakibat buruk bagi pihak yang kalah. Bola-bola tersebut memakan dan menyerap satu sama lain, hanya menyisakan abu atau arang di belakangnya.

 

Detik demi detik, bola Rangda berhasil menguasai bola Sari. Wajah Sari menjadi pucat saat dia mencapai batas kemampuannya, menangis kesakitan yang luar biasa. Tubuhnya tampak terkikis, tetesan darah berceceran di belakangnya.

 

Apakah ini pilihan zaman? Apakah Rainusa harus tunduk pada hukum rimba, dimana yang kuat memangsa yang lemah? Apakah rahmat Maha Suci Mahesa sudah kering? Akankah Rainusa selamanya terisolasi dari alam lain?

 

Sari tidak punya waktu untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini. Dia tahu akhir hidupnya sudah dekat. Namun saat harapannya tampak hilang, seberkas energi menenangkan menyelimuti dirinya, mengalir melalui lengan dan tangannya. Sari terengah-engah, bola api hitamnya kembali bulat dan berangsur-angsur berubah menjadi warna kuning keemasan.

 

SARI

(terkagum-kagum)

A-Agastya!

 

AGASTYA

(mendorong)

Ya. Ayo kita kalahkan dia!

 

Agastya menyalurkan energi emasnya, memasukkannya ke dalam tubuh Sari. Energi tersebut memperkuat kemampuan Sari, menggandakan daya serapnya.

 

Ketiga mata Rangda terbelalak karena terkejut.

 

Sari membalas dengan menelan bola energi Rangda dan menyerap energi sebenarnya yang ada di dalam tubuh Rangda. Urat-urat emas menyebar dari telapak tangan Sari, menutupi setiap inci wujud Rangda. Tubuh Rangda melemah, saluran energinya sendiri terhambat.

 

Rangda, dalam tindakan terakhirnya dalam keputusasaan, melepaskan inti energinya dari telapak tangannya, yang diserap oleh Sari. Wujud Rangda pun berubah, kembali menjadi Calon Arang, penyihir cantik berambut hitam panjang. Pembuluh darah emas menghilang, dan bola api hitam di depan telapak tangannya menghilang. Dia jatuh ke tanah, tidak sadarkan diri.

 

Sari, yang terpacu oleh kelebihan energinya, melepaskan bola api hitam keemasan yang dahsyat, melenyapkan tumpukan batu yang menghalangi jalan di Celah Karangateng. Bebatuan berhamburan, memperlihatkan jalan terbuka.

 

Sari berdiri di tengah-tengah dampaknya, tubuhnya memancarkan kekuatan baru.

 

CUT TO:

 

 

EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG

 

Pertarungan tersebut melampaui alam fisik, ketika mata roh Sari melihat wujud hitam transparan Rangda. Rangda telah melepaskan penampilan luarnya yang mengerikan, kini muncul sebagai wanita dewasa dalam wujud roh.

 

SARI

(dengan tegas)

Mau apa kau, Rangda? Kalau kau ingin mengambil alih ragaku untuk meneruskan pertempuran dan memenuhi ambisimu, akan kulawan kau dengan segala energi yang telah kuserap ini!

 

ROH RANGDA

(lebih tenang)

Tunggu, Sari. Aku sadar, dalam kondisi seperti ini, melawanmu berarti bunuh diri. Aku tak sebodoh itu.

 

SARI

(mengancam)

Jawab, apa maumu sekarang? Katakan!

 

ROH RANGDA

 (permohonan)

Aku telah kalah dari kalian berdua. Karena itulah, aku hanya minta kau menarik mundur pasukan Leyak dan membawa pulang Calon Arang dan saudari-saudari kita yang lain ke Lembah Pohon Tengkorak, tempat tinggal kami. Sekarang kau adalah inangku, jadi kaulah Ratu Leyak yang baru.

 

SARI

(skeptis)

Bukankah kau hanya setia pada sosok yang kuat? Kalau tidak, kau takkan keluar dari raga Calon Arang saat ia sedang lemah. Bagaimana aku bisa percaya padamu?

 

ROH RANGDA

 (meyakinkan)

Jangan salah paham. Aku memisahkan rohku dari tubuh Calon Arang untuk menyelamatkan nyawa ibumu.

 

Sari tetap pasang tampang ragu, seakan-akan menuntut kepastian lebih lanjut dari Rangda.

 

ROH RANGDA

 (asertif)

Alasannya sederhana. Suka atau tidak, kini aku adalah dirimu, Sari. Aku bukan Calon Arang lagi. Calon Arang akan terus hidup dengan sebagian kecil rohku, tapi ia takkan pernah berubah wujud menjadi Rangda seumur hidupnya.

 

Agastya, yang mendengarkan, menyela.

 

AGASTYA

(mendukung)

Cukup masuk akal. Yang penting, tugas kita berdua adalah menjaga Rangda agar tetap di tempatnya selama mungkin.

 

SARI

(bersyukur)

Ya, kau pasti akan betah, Rangda karena kami ingin hidup dalam kedamaian, ketentraman, dan...

 

AGASTYA

(penuh kasih sayang)

Cinta.

 

Air mata Sari berlinang, lega mengetahui Agastya masih menjadi Jaka yang dikenalnya selama ini.

 

SARI

(emosional)

T-tapi kau bukan...!

 

AGASTYA

(penuh kasih sayang)

Aku masih tetap Jaka. Sebenarnya Agastya sudah menjadi pribadi baru. Kini aku I Nyoman Jaka, pewaris baru Barong.

 

SARI

(emosional)

B-benarkah? Syukurlah!

 

Sari memahami bahwa Agastya, dengan sisa-sisa dirinya yang dulu di dalam dirinya, berkomitmen untuk membantunya menahan Rangda.

 

ROH RANGDA

(heran)

J-jadi aku kini berdampingan dengan... Barong?

 

AGASTYA

(percaya diri)

Memang. Kau pun akan suka jadi kembali muda, Rangda.

Tapi ingat, bila kau berulah keji lagi, apalagi mencelakakan Sari, aku takkan segan-segan memusnahkan jiwamu.

 

Rangda tertawa, menampakkan jejak kebaikan yang terpendam di dalam hatinya yang gelap. Potensi keseimbangan dan penebusan masih terbengkalai dalam dirinya, meskipun durasinya masih belum pasti.

 

SARI

(dengan manis)

Nah, ayo kita pergi, Jaka. Ada kaum yang harus kita selamatkan.

 

Sari dan Jaka berjalan beriringan, menjelajah ke kedalaman Jalur Karangateng.

 

FADE OUT:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar