Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
34. Agastya - Bagian 2

EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG

 

Tentara Rainusa berdiri teguh, bertahan tanpa menyerang tentara Leyak. Sari mengakui pendekatan hati-hati Mpu Bhadara, tidak meremehkan kekuatan Leyak. Fokus Sari tertuju pada pagar seribu anak pasukan Rainusa, sebuah rintangan berat yang tak berani ia terobos sembarangan, mengingat keunggulan jumlah mereka dan kehadiran pasukan Kecak.

 

SARI

(kepada Leyak tua)

Apa itu pasukan Kecak? Sesakti apakah mereka hingga Ratu Leyak saja gentar pada mereka?

 

TETUA LEYAK

Kecak adalah pengabdi Barong, penjaga Gunung Suci Idharma.

Secara individu mereka tak sekuat kita, tapi dalam satu kesatuan, mereka tak terkalahkan.

 

Sebelum Sari bisa merenung lebih jauh, pasukan Leyak diserang saat anak panah menghujani mereka.

 

SARI

(sangat lantang)

Tembakkan sihir!

 

Para Leyak membalas dengan meluncurkan bola api hitam ke arah pasukan umum di belakang Kecak. Namun pasukan Kecak tetap waspada, duduk bersila dan melantunkan mantra pelindung. Sebuah penghalang tak kasat mata, seperti kubah transparan besar, melindungi mereka dari hujan api hitam.

 

TETUA LEYAK

(memprotes)

Berhenti menyerang, Rajni! Itu cara yang tidak masuk akal!

 

SARI

(menentang)

Justru karena itulah cara ini layak dicoba!

Jangan membantah! Tembak terus dan jangan berhenti!

 

Dengan tekad di matanya, Sari memerintahkan para Leyak untuk melanjutkan serangan mereka. Bola api hitam tersebut menghantam medan sakti Kecak, membuat lubang dan menembus pertahanannya. Suku Kecak melawan, namun korban di antara pasukan dan tentara mereka mulai meningkat.

 

SARI

(menyemangati)

Bagus, lanjutkan!

 

Tiba-tiba, sesosok tubuh menyelinap keluar dari medan sihir, menepis bola api dengan tongkatnya. Sari mengenali Jaka.

 

SARI

(tertegun)

J-Jaka?

 

Leyak yang lebih tua menahan Sari, memperingatkannya agar tidak melakukan tindakan tergesa-gesa.

 

TETUA LEYAK

(memprotes)

Jangan, Rajni. Pria itu amat berbahaya. Amati dulu gelagatnya.

 

Jaka yang tidak menyadari kehadiran Sari, mengayunkan tongkatnya dan memanggil Calon Arang, Ratu Leyak, untuk menghadapnya.

 

SARI

(bergerak ke depan)

Akulah yang menerima tantanganmu!

 

Jaka nampaknya tidak terkejut melihat Sari dan berseru tak kalah lantang.

 

JAKA

(amat lantang)

Jangan ikut campur, Sari! Aku ingin bertarung melawan ibumu, bukan kau!

 

SARI

(bertekad)

Kalau ingin melawan ibuku, langkahi dulu mayatku!

 

Perkataan Jaka pedih, tapi Sari tidak goyah. Kedua petarung mengambil posisi masing-masing dan berteriak secara bersamaan, "Mulai!"

 

Mereka maju ke arah satu sama lain, melepaskan kekuatan mereka. Benturan tenaga angin dari kipas Sari dan tenaga gelombang laut dari gada Jaka menimbulkan benturan yang dahsyat.

 

Beberapa saat kemudian, kekuatan Jaka menang, dan Sari terlempar ke belakang, terjatuh akibat benturan. Dia berjuang untuk bangkit, memeriksa sekelilingnya, dan melihat wajah kecewa saudara perempuannya yang mencurigai kesetiaannya.

 

SARI

(dengan tegas)

Aku tak takut mati. Tapi aku tak mau mati sia-sia!

 

Dengan tekad baru, Sari mengerahkan energi api hitam, melawan gravitasi saat dia melayang di tanah. Ia menerjang ke depan, melancarkan serangan agresif ke arah Jaka.

 

Jaka mengayunkan gadanya, namun gerakan lincah Sari membuatnya bisa menghindar dan membalas. Dia menembakkan sinar api hitam yang berbentuk ular, menembus pertahanan Jaka dan menimbulkan rasa sakit padanya.

 

Jaka membalas dengan menggunakan energi air yang kuat, namun Sari memfokuskan energinya dan menahan kekuatan tersebut, uap mengepul dari tubuh dan telapak tangannya. Bentrokan semakin intensif, api hitam Sari melawan aura pertahanan Jaka.

 

Kilatan api hitamnya semakin banyak, membuat pertahanan Jaka kewalahan. Dia berteriak kesakitan saat api membakar tubuhnya. Sari melanjutkan penyerangannya, setiap tembakan menemukan sasarannya, hingga Jaka berdiri babak belur dan berlumuran darah.

 

SARI

(heran)

A-apa yang terjadi?

 

Sari mundur selangkah hati-hati sambil menutup mulutnya tak percaya, aura energi kuning keemasan memancar dari tubuh Jaka. Sesuatu yang aneh dan tidak dapat dijelaskan sedang terjadi di depan matanya.

 

CUT TO:

 

 

EXT. MEDAN PERTEMPURAN - SIANG

 

Jaka, yang termakan oleh kelebihan energi Cahaya Suci, mengeluarkan teriakan yang memekakkan telinga. Rasanya seperti ada sesuatu yang akan melahapnya seluruhnya. Namun dalam kekacauan ini, rasa keakraban membanjiri pikirannya—ingatan akan jati dirinya. Saat banjir kenangan mereda, Jaka berdiri tegak, matanya bersinar kuning keemasan.

 

SARI

(heran)

Jaka!

 

JAKA/AGASTYA

(nada datar)

Nama “I Nyoman Jaka” diberikan kepadaku setelah aku ditemukan kembali jadi bayi di Idharma. Nama sejatiku adalah Agastya.

 

SARI

(terengah-engah)

Jadi kau adalah pewaris Sang Singa Suci Dewata, Barong? Penjaga Gunung Idharma yang dulu pernah bertarung melawan Rangda?

 

AGASTYA

(tepat)

Ya. Terakhir kuingat, aku berkorban untuk meredam letusan Gunung Idharma. Kesadaranku hilang, kukira aku sudah mati. Ternyata Sang Mahesa mengasihaniku dengan membuatku kembali muda.

 

SARI

(menyadari sesuatu)

Lalu kekuatanmu pulih seiring berjalannya waktu dan bangkit di saat yang tepat, yaitu sekarang?

 

AGASTYA

(setuju)

Ya. Berkat kau, aku kembali menjadi jati diriku yang sejati.

Kini aku akan menunaikan tugasku, melindungi seluruh rakyat Rainusa dari ancaman Rangda dan Leyak sekali lagi!

 

SARI

(bertekad)

Dan aku akan menunaikan tugasku, melibas siapa pun yang menghalangi kami. Kau, Barong, dan semua dewa akan kami terabas!

 

AGASTYA

(meremehkan)

Huh! Biar kutepis sesumbar kosongmu! Sambut ini!

 

Agastya memperkecil jarak, melancarkan rentetan pukulan dahsyat ke arah Sari. Sari berusaha menghindar namun kesulitan menangkis atau melawan serangan lawannya. Kekuatan baru Agastya melampaui Jaka, sehingga Sari tidak punya ruang untuk membalas.

 

Serangan gencar berlanjut saat gerakan Agastya menjadi lebih cepat dan kuat. Dia memukul Sari dengan pukulan kuat di perut, menyebabkan Sari muntah darah dan melayang di udara seperti layang-layang yang patah. Dia jatuh ke tanah, tidak bergerak.

 

Agastya berdiri teguh, matanya menyala-nyala dengan tekad dan kekuatan, saat dia mengaum dengan kekuatan seekor singa.

 

AGASTYA

(auman singa)

Inikah jagoan kalian, kaum Leyak? Aku, Agastya Duta Barong pasti akan membasmi kalian semua sampai ke Leyak terakhir!

 

Pasukan Leyak berdiri tertegun, wajah mereka pucat pasi. Sorakan kemenangan pasukan Rainusa dan Kecak semakin mengoyak semangat mereka. Sementara itu, Sari masih kejang-kejang di tanah.

 

Saat Agastya melangkah maju, dia melihat seorang wanita di kejauhan, menyeret sesuatu di belakangnya.

 

WANITA (CALON ARANG)

(suara keras dan menggelegar)

Wah, wah, ternyata sobat lama sudah bangkit! Bagus sekali kau muncul, Agastya! Aku akan menidurkanmu sekali lagi seperti si sampah ini!

 

Saat mereka mendekat, rambut hitam wanita itu menari-nari seperti api. Dengan lemparan yang kuat, dia melemparkan sosok yang dia seret ke depan. Mata Agastya terbelalak mengenalinya—itu adalah Rai Taksaka, orang yang menghadang pasukan Leyak di Celah Karangateng. Penakluk Taksaka ternyata Calon Arang.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar