Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
22. Duhita - Bagian 1

EXT. PONDOK NI DYAH - MALAM

 

Suasana tenang Danau Tarub disinari oleh cahaya bulan sabit yang lembut, memantulkan pantulan berkilauan di perairan yang tenang. Dari gubuk Ni Dyah yang ditinggikan, seluruh danau tampak dihiasi permadani gemerlap lampu yang memukau.

 

Sari dan Jaka duduk di teras rumah, saling berpelukan, mata mereka tertuju pada panorama mempesona di hadapan mereka.

 

Namun kemesraan mereka terganggu dengan kedatangan Ni Dyah yang duduk di hadapan mereka. Kehadirannya menarik perhatian, mengalihkan pandangan pasangan dari pemandangan indah.

 

NI DYAH

Maaf mengganggu. Tapi kudengar kalian akan pergi besok pagi, benarkah?

 

Sari mengangguk, sedikit ketidakpastian masih terlihat di matanya.

 

SARI

(dengan lembut)

Ya, kami akan mengucapkan selamat tinggal pada Ibu sore ini, tapi kami masih ragu-ragu.

 

Ekspresi Ni Dyah menjadi serius, tatapannya tajam. Setelah beberapa saat, dia rileks dan merespons.

 

NI DYAH

(dengan serius)

Tentang apa?

 

Jaka melangkah dengan hati-hati, berhati-hati agar tidak menyinggung pertapa bijaksana itu.

 

JAKA

(dengan hati-hati)

Tentang tujuan akhir perjalanan kami, Lembah Pohon Tengkorak.

 

Anehnya, Ni Dyah hanya terdiam, wajahnya menegang sesaat sebelum kembali rileks.

 

Jaka mendesak lebih jauh, meminta bimbingan dari yang lebih tua.

 

JAKA

(penasaran)

Apa Sesepuh keberatan kami ke sana?

 

Ni Dyah menggeleng, campuran rasa pasrah dan kekhawatiran tergambar di wajahnya.

 

 

NI DYAH

(sambil menghela nafas)

Percuma, apa pun jawabanku, kalian tetap akan ke sana, bukan?

 

Sari dan Jaka saling bertukar pandang, mengakui kebenaran ucapan Ni Dyah.

 

NI DYAH (LANJUTAN)

(dengan sedih)

Sudah kuduga. Aku tak berhak dan tak akan melarang kalian, anak muda yang beranjak dewasa. Silakan kalian lanjutkan perjalanan, tetapi kalian harus amat hati-hati mulai sekarang.

 

SARI

(dengan rasa ingin tahu)

Apa karena Isyana?

 

Ni Dyah mengangguk, ekspresinya penuh hikmah.

 

NI DYAH

(dengan serius)

Isyana itu pemanasan. Justru di Lembah Pohon Tengkorak akan ada ujian terberat bagi hubungan kalian berdua.

 

Mata Sari melebar, campuran rasa ingin tahu dan ketakutan mengalir dalam dirinya.

 

SARI

(heran)

Apa maksud Ibu? Apakah lembah itu tempat yang mengerikan?

 

Dahi Ni Dyah berkerut saat ia berjuang menyampaikan beban kebenaran.

 

NI DYAH

(dengan sedih)

Tidak. Sebaliknya malah lebih indah daripada danau ini.

 

Sari terkejut, mimpinya ternyata hanya ilusi.

 

NI DYAH (LANJUTAN)

(dengan sedih)

Namun di balik keindahan itu terdapat kenyataan yang jauh lebih mengerikan daripada apa pun. Aku telah dipaksa bersumpah agar tak memberitahukan rahasia tempat itu pada kalian. Jadi aku hanya bisa memberikan sedikit petunjuk.

 

Sari mendengarkan dengan seksama, matanya terfokus pada yang lebih tua.

 

SARI

Petunjuk apa, Sesepuh?

 

NI DYAH (LANJUTAN)

(menunjuk)

Perhatikan baik-baik, Sari. Untuk melintasi danau, carilah perahu di bawah tiga pohon waru yang membentuk segitiga dekat tepi danau sebelah selatan. Tempat itu dilindungi medan sihir. Sari, ucapkan manta yang akan kuajarkan padamu. Medan sihir akan terbuka dan kalian akan bisa mengambil perahu.

 

Ni Dyah mengucapkan serangkaian kata dalam bahasa asing, memberikan Sari mantra yang kuat.

 

JAKA

(menggoda)

Haha, pantas saja aku tak menemukan perahu di mana-mana.

Kurasa aku akan mengandalkan kalian berdua.

 

Ni Dyah mengangkat telapak tangannya menghentikan gurauan Jaka.

 

NI DYAH

(dengan menyesal)

Maaf, aku tak bisa ikut kalian ke sana.

 

SARI

(penasaran)

Lho, mengapa, Sesepuh?

 

NI DYAH

(dengan tegas)

Kalau tak amat terpaksa, aku tak mau berurusan dengan kaum Leak lagi. Segala urusan duniawi tak berarti lagi bagiku. Aku hanya ingin mendekatkan diri dengan Sang Mahesa saja.

 

Jaka dan Sari menghormati keputusan Ni Dyah dan tetap diam.

 

NI DYAH (LANJUTAN)

(dengan serius)

Satu hal lagi. Kurasa ada seseorang... atau sesuatu yang sedang memata-matai kalian.

 

Sari dan Jaka terkesiap kaget.

 

SARI

(heran)

Tapi... kami tak merasakan kehadiran siapa pun.

 

Ekspresi Ni Dyah semakin tegang, suaranya penuh kekhawatiran.

 

NI DYAH

(mencurigakan)

Tentu saja tidak, karena sosok itu melihat dari jauh di atas langit. Setiap hari terang aku sering melihat sosok seperti burung jalak melayang di daerah sekitar gubukku. Anehnya cara terbang makhluk itu tak seperti burung. Mencurigakan, bukan?

 

Bobot kata-kata Ni Dyah tertuju pada Sari, dan dia bertukar pandang khawatir dengan Jaka.

 

SARI

(gelisah)

Astaga, jangan-jangan...

 

CUT TO:

 

 

EXT. TEPI SELATAN DANAU TARUB - DINI HARI

 

Matahari belum terbit, memancarkan cahaya redup di cakrawala. Sari dan Jaka bergandengan tangan memulai perjalanan dari kabin Ni Dyah menuju pantai selatan Danau Tarub. Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada wanita yang telah memberi mereka bantuan yang sangat berharga.

 

Berjalan serentak, langkah mereka sinkron, Sari dan Jaka bergerak sebagai satu kesatuan. Hubungan mereka tumbuh semakin dalam seiring berjalannya waktu. Tanpa mereka sadari, mereka mencapai formasi segitiga pohon kembang sepatu dalam waktu kurang dari dua jam.

 

Jaka menatap Sari, mencari kepastian.

 

JAKA

(tidak pasti)

Apa kau yakin ini yang dimaksud Ni Dyah?

 

Sari menjawab, suaranya dipenuhi tekad.

 

SARI

(tegas)

Mungkin ya mungkin tidak. Kita tidak akan tahu pasti sampai kita mencoba mantra yang diajarkan Ni Dyah kemarin.

 

Sari mengangkat tangannya, menenun simbol-simbol rumit dengan ujung jarinya, mulutnya mengucapkan mantra rumit secara berurutan.

 

SARI (LANJUTAN)

(berseru)

Sirna!

 

Suara desiran memenuhi udara, disertai efek visual memukau menyerupai pecahan kaca atau pecahan kristal. Medan sihir yang mempesona menghilang seketika, menampakkan perahu biasa lengkap dengan sepasang dayung.

 

Sari dan Jaka mengamati sekelilingnya, ekspresi mereka berubah muram. Perahu itu berada cukup jauh dari tepian sungai, lebih dari seratus langkah jauhnya. Tampaknya berat, sehingga menimbulkan keraguan akan kemampuan Jaka membawanya sendirian. Bahkan dengan kekuatan batinnya, penampilan perahu yang rapuh mengancam keutuhannya.

 

Jaka menjelaskan kesulitannya kepada Sari yang hanya bisa menghela nafas.

 

SARI

(kecewa)

Para Leyak pasti telah menguasai mantra untuk memindahkan perahu seberat itu ke tepi sungai. Seharusnya kita mengajak Ni Dyah kemari, mungkin beliau menguasai sihir itu pula.

 

Jaka menawarkan sudut pandangnya.

 

JAKA

(merenungkan)

Tapi kurasa Ni Dyah punya alasan yang lebih kuat daripada sekadar tak mau berurusan dengan Leyak saat beliau memutuskan untuk tak ikut dengan kita. Mungkin ini karena ia sudah sepuh.

 

Sari mengumpulkan tekadnya, membuang semua praduga.

 

SARI

(bertekad)

Kau benar. Seharusnya aku tak berprasangka buruk pada orang yang telah banyak membantu kita.

 

Percakapan mereka disela oleh suara misterius.

 

NIRA (V.O.)

(tegas)

Kalau kalian tak sanggup, biar suamiku

saja yang membawa perahu itu.

 

Sari dan Jaka mencari sumbernya tetapi tidak menemukan siapa pun.

 

NIRA (V.O.)

(terkekeh)

Aku disini.

 

Sesosok perempuan bersayap turun dari langit, mendarat tepat di belakang Sari dan Jaka. Karena terkejut, pasangan itu secara naluriah menjauh, berbalik menghadap sosok itu.

 

Jaka mengenali burung jalak putih mutan itu dan mengumpat pelan.

 

JAKA

(marah)

Nira!

 

Mutan itu tersenyum mengejek, menikmati keterkejutan mereka.

 

NIRA

(mengejek)

Ternyata kalian tak sesakti yang kukira. Selama ini aku menguntit kalian dari udara, tapi tak sekali pun kalian menyadari kehadiranku!

 

Sari mencoba bersilat lidah, tidak terpengaruh oleh pernyataan Nira.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
duh ini anak kita...
9 bulan 23 jam lalu