Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT. PONDOK KAYU NI DYAH - SIANG
Mata Sari terbuka, dan dia mendapati dirinya terbangun di pagi hari. Tubuhnya terasa ringan dan segar, begitu pula pikiran dan hatinya. Dia mendapati dirinya terbaring di tempat tidur kelambu yang nyaman di dalam gubuk kayu.
Ini bukan gubuk biasa. Dihiasi dengan bunga segar dalam pot gerabah, diletakkan di setiap sudut ruangan, di setiap rak, bahkan di sisi kelambu. Aroma tumbuhan, rempah-rempah, dan tanaman obat membuai indera penciuman.
Mata Sari tertuju pada seorang wanita yang berdiri di ambang pintu gubuk. Dia segera mengenali sosok itu dan berseru kegirangan.
SARI
(dengan penuh semangat)
Ibu!
Terkejut, Lastika berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Sari yang kebingungan.
SARI
(putus asa)
Ibu! Apa Ibu tak mengenali aku?
Sari segera bangkit dan berjalan menuju Lastika yang berpakaian serba hitam.
Saat Sari melangkah keluar gubuk, dia disambut oleh hutan yang sangat berbeda dari Hutan Usangha. Suasananya suram, awan tebal memenuhi langit di atas pepohonan kering. Yang membuatnya ngeri, dia melihat tumpukan tengkorak manusia mengelilingi batang setiap pohon.
SARI
(berbisik pada dirinya sendiri)
Lembah Pohon Tengkorak... Tengkorak-tengkorak ini... Apakah ini tempat ibuku berada?
Bertekad mencari jawaban, Sari berjalan semakin cepat. Akhirnya, dia menyusul Lastika yang berdiri menghadapnya. Tanpa aba-aba, wajah Lastika berubah menjadi seringai, matanya melotot. Dia mengulurkan tangannya dan memerintahkan tengkorak di bawah pohon untuk menyerang Sari.
Sebelum Sari sempat bereaksi, tengkorak-tengkorak itu berkerumun di sekelilingnya, menggerogoti tubuhnya. Dia berteriak kesakitan, tapi Lastika tetap bergeming, tidak memberikan bantuan apa pun kepada putrinya sendiri.
SARI
(putus asa, berteriak)
Ibu! Teganya kau! Setan jahat, kembalikan ibuku padaku! Ibu!
Tiba-tiba terdengar suara menegur Sari.
NI DYAH
(V.O., menegur)
Sari, sadarlah! Sari!
Mata Sari tersentak terbuka. Dia menemukan dirinya kembali ke gubuk kayu yang sama, jantungnya berdebar kencang. Syukurlah, kabin itu nyata, tetapi mimpi yang meresahkan itu membuat dia merasa tidak nyaman. Mungkin ini menandakan apa yang menantinya di akhir perjalanannya.
Memasuki Lembah Pohon Tengkorak sama saja dengan memasuki jebakan maut.
NI DYAH
(V.O., nada lembut)
Syukurlah kau sudah sadar, Sari.
Sari menoleh perlahan menghadap sumber suara. Dia melihat wajah keriput seorang wanita tua, yang matanya jernih dan postur tegaknya memberinya kesan cantik di masa mudanya.
SARI
(lemah)
T-terima kasih... atas pertolongan Ibu.
Oh ya, siapa nama Ibu?
NI DYAH
(dengan lembut)
Aku biasa dipanggil Ni Dyah. Dan kamu pasti Sari, kan? Aku tahu namamu dari kekasihmu, Jaka.
Sari tergagap, tersipu.
SARI
(gelagapan)
K-kami bukan k-kekasih!
NI DYAH
(tersenyum penuh arti)
Tak usah membohongiku atau siapa pun, apalagi hatimu sendiri.
Kau mungkin belum menyadarinya, tapi menurutku kalian serasi.
Karena malu, Sari segera mengubah topik pembicaraan.
SARI
(dengan penuh semangat)
Apakah Ibu yang menghilangkan racun Bejlema dari tubuhku?
NI DYAH
(dengan percaya diri)
Tentu saja. Aku sudah bertahun-tahun tinggal di Danau Tarub, mempelajari ilmu pengobatan dan bertapa. Ditambah pengetahuan dan pengalamanku semasa muda, hampir semua racun dan penyakit yang ada di Rainusa bisa kuatasi, termasuk racun Bejlema.
Sari tersenyum lega.
SARI
(bersyukur)
Ah, syukur pada Sang Mahesa.
NI DYAH
(sugesti)
Nah, karena kau belum bugar benar, istirahatlah sejenak. Nanti kita bicara lagi.
Sari dengan lemah mengangguk setuju. Saat Ni Dyah bersiap berangkat, Sari menanyakan satu pertanyaan lagi.
SARI
(penasaran)
Bu, dimana Jaka sekarang?
NI DYAH
Oh, dia sedang di hutan mencari kayu bakar dan berburu.
Katanya sebagai tanda terima kasih atas pertolonganku.
Wajah Sari menjadi tenang, dan dia mengungkapkan rasa terima kasihnya.
SARI
(berterima kasih)
Ah, bisa saja dia. Terima kasih, Bu.
Dengan senyuman di wajahnya, Sari memejamkan mata dan kembali tertidur, menemukan penghiburan di hadapan Ni Dyah dan harapan perjalanannya.
CUT TO:
EXT. PONDOK NI DYAH - SENJA
Matahari mulai terbenam, menebarkan sinar keemasan hangat di sekeliling Danau Tarub yang tenang. Suasana di gubuk Ni Dyah syahdu, dipercantik dengan kerlap-kerlip lembut lilin dan harumnya wangi bunga.
Sari terbangun dari tidur nyenyaknya, merasa benar-benar segar. Saat dia mengamati Jaka kembali ke gubuk dengan seikat kayu bakar, dia melihat kekuatan baru terpancar darinya, kekuatan yang tidak ada selama pertempuran mereka dengan Taksaka.
Jaka segera menjatuhkan barang-barangnya dan bergegas menuju Sari, wajahnya dipenuhi rasa lega dan gembira.
JAKA
(dengan penuh semangat)
Ah, syukurlah kau sudah segar!
Ternyata keajaiban Mahesa itu nyata!
Jaka menyentuh lembut lengan Sari dengan ujung jarinya, dan kali ini Sari tidak menariknya.
SARI
(sungguh-sungguh)
Iya, itu berkat Ni Dyah dan kamu. Aku tidak akan sampai sejauh ini tanpamu. Terima kasih, Jaka. Ayo selesaikan perjalanan kita.
JAKA
(khawatir)
Apa kau ingin segera berangkat?
SARI
(bertekad)
Ya. Aku mendapat firasat buruk dari mimpi. Intinya, kini kita terdesak oleh waktu. Kita harus segera ke Lembah Pohon Tengkorak. Aku harus menyelamatkan ibuku sebelum terlambat.
JAKA
(penasaran)
Apa maksudmu?
SARI
(tidak pasti)
A-aku sendiri belum tahu pasti. Semoga itu hanya mimpi saja.
Harus kuakui, seperti halnya semua orang, aku pasti berpikiran negatif begitu mendengar kata "Leyak", "Rangda", atau "Lembah Pohon Tengkorak" disebut.
Jaka membelai lembut rambut Sari, memberikan rasa nyaman dan tenteram.
JAKA
(dengan lembut)
Tak apa-apa, kita akan mencari tahu kebenarannya di tempat tujuan. Tenanglah, aku akan selalu bersamamu, melindungimu.
Hati Sari membuncah karena rasa syukur dan kasih sayang. Dipeluknya Jaka dengan lembut, membalas kehangatan pelukannya.
SARI
(bersyukur)
Terima kasih.
Akhirnya dua hati bersatu. Rasanya baru empat hari yang lalu Sari memilih untuk mengutamakan ibunya dibandingkan Jaka. Namun saat ini, seolah-olah sebuah mimpi telah mengubah pikiran dan hatinya.
Namun, ketidakpastian masih ada. Lembah Pohon Tengkorak mungkin menyimpan kejutan yang bisa mengubah kembali emosi Sari. Atau, yang lebih buruk lagi, hal itu mungkin memaksa kedua kekasih untuk berpisah.
Meski tidak diketahui, Sari dan Jaka memilih untuk menghargai kehangatan momen ini, menikmati setiap kasih sayang dan penghiburan yang bisa mereka temukan.
Selama kehangatan itu bertahan.
FADE OUT.