Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
12. Airlangga - Bagian 2

INT. PENJARA KHUSUS - SIANG

 

Sari tersentak bangun, terganggu oleh bau tak sedap yang memenuhi udara. Saat penglihatannya menjadi jelas, dia mendapati dirinya berada di penjara khusus di dalam halaman istana. Dinding tebal bangunan itu berfungsi sebagai pembatasnya.

 

PIKIRAN SARI

(bingung)

Apa salahku? Terakhir kuingat, Airlangga menatap ke arahku.

Lalu Hulubalang Paraya memerintahkan penangkapanku! Putri Raja!

 

Sari menajamkan pikirannya, mengingat semua yang dia ketahui tentang hubungan rumit antara Madangkara dan Rainusa. Suatu kesadaran menyadarkannya, dan dia dengan lemah bersandar pada jeruji besi.

 

PIKIRAN SARI

(Baru menyadari sesuatu)

Bodohnya aku! Bukankah Ibu pernah bilang dia pelarian dari Madangkara? Itu pasti ada hubungannya dengan sikap Raja Airlangga yang janggal!

 

Pintu koridor penjara terbuka, dan tiga sosok masuk ke dalam. Keterkejutan Sari bertambah ketika ia mengenali Hulubalang Paraya, Mpu Bhadara, dan Raja Airlangga sendiri.

 

Airlangga mendekati sel Sari, memperlihatkan sikap tenang. Mpu Bhadara, seorang lelaki tua berjanggut putih panjang, menyampaikan keprihatinannya.

 

BHADARA

(setengah berbisik)

Jauhi sel itu, Baginda. Wanita itu sangat berbahaya!

 

Airlangga menampik peringatan Bhadara dan mengulurkan telapak tangannya sebagai tanda kepastian.

 

AIRLANGGA

(mengangkat tangan)

Tak apa, Patih. Aku hanya harus memastikan saja.

Lagipula, tak ada pancaran energi di tubuhnya.

Andai ia menyerangku, aku pasti bisa mengatasinya.

 

Bhadara menundukkan kepalanya menerima, mengakui keputusan Raja.

 

Airlangga berdiri tegak dan berwibawa, matanya tertuju pada Sari yang berlutut di lantai sel yang dingin. Dia memanggilnya, suaranya diwarnai dengan nada kasar.

 

AIRLANGGA

(ingin tahu)

Rajni Sari, apa hubunganmu dengan Wali Negeri Lastika?

 

SARI

(dengan gugup)

Beliau ibuku, Yang Mulia.

 

Paraya mengangguk setuju.

 

PARAYA

(mengkonfirmasi)

Dia mengatakan yang sebenarnya, Baginda.

 

Keheningan menyelimuti udara saat Airlangga memproses jawaban Sari. Lalu nadanya berubah, kata-katanya dipenuhi intrik.

 

AIRLANGGA

(suara ketus)

Ini menarik. Wali Negeri Lastika yang seharusnya menyambut kami tak hadir. Dugaanku, dia pasti telah melarikan diri.

Tapi putrinya malah ditinggalkan di sini.

 

Mata Sari melebar saat menyadari ibunya memang telah melarikan diri dari istana, meninggalkannya di penjara ini.

 

BHADARA

(skeptis)

Apa Lastika sengaja mengumpankan putrinya sendiri agar kita sibuk dengan Sari dan dia pergi jauh, tak terlacak lagi?

 

PARAYA

(tegas)

Lastika tidak akan mengorbankan putrinya sendiri. Bila dia Calon Arang, dia pasti akan membawa putrinya pergi dan tak akan meninggalkan petunjuk apa pun di istana.

 

Airlangga merenungi keadaan, pandangannya tertuju pada Sari.

 

AIRLANGGA

(mengungkapkan)

Aku paham maksudmu. Tapi Sari mirip sekali dengan Calon Arang,

aku takkan pernah melupakan wajah itu.

 

Sari menggelengkan kepalanya, wajahnya mencerminkan rasa sakit dan kebingungan.

 

SARI

(defensif)

Ibuku bukan Calon Arang. Aku yakin.

 

Nada suara Airlangga bertambah serius sambil terus memberikan pencerahan kepada Sari.

 

 

 

AIRLANGGA

(penjelasan)

Dengar baik-baik, cucuku. Tujuan utama kedatanganku di Rainusa adalah mengambil alih jabatan Wali Negeri dari Lastika.

Karena dia sudah pergi, jabatan itu langsung jadi milikku.

Takhta Madangkara telah kuserahkan pada putraku, jadi aku kembali untuk melindungi tanah airku ini.

 

Sari kesulitan memproses ucapan Airlangga, pikirannya berpacu untuk memahami maksud Airlangga. Namun yang membuat jantungnya berdebar kencang adalah ketidakpastian nasibnya sendiri saat pembicaraan ini mencapai klimaks.

 

AIRLANGGA

(tembus)

Melihat dirimu, aku merasakan kehadiran Calon Arang, seorang penjahat besar. Kusangka Calon Arang sudah tewas dalam perang di Madangkara dulu. Tapi kini aku yakin dia telah bangkit dan sedang mencari kesempatan untuk berkuasa.

 

SARI

(dalam ketidakpercayaan)

Di Rainusa?

 

AIRLANGGA

(dengan keyakinan)

Bukan hanya di Rainusa, tapi mungkin di seluruh Antapada.

 

Sari terdiam, pikiran terliarnya tak mampu memahami ambisi besar ibunya.

 

PIKIRAN SARI

(putus asa)

Ibuku tidak mungkin Calon Arang. Tidak mungkin dia!

 

Airlangga yang tak tergoyahkan pendiriannya, mengajukan satu pertanyaan terakhir kepada Sari.

 

AIRLANGGA

(bertekad)

Tahukah kamu kemana ibumu pergi, Sari?

 

Tanggapan Sari tegas.

 

SARI

(jujur)

Aku tidak tahu, Yang Mulia.

 

Airlangga menoleh ke arah Bhadara, yang menjawab dengan mengangkat bahu. Sambil menghela nafas, Raja mengambil keputusan.

 

AIRLANGGA

(tegas)

Kalau begitu,aku tidak punya pilihan. Sari, kau akan tetap di penjara ini. Mungkin suatu saat kami akan melepaskanmu, tapi hanya jika ancaman Calon Arang sudah hilang dari negeri ini.

 

Airlangga keluar dari sel, disusul Bhadara, tatapan mereka tertuju pada Sari, penuh kecurigaan dan ketidakpastian.

 

Ditinggal sendirian, Sari dibiarkan menerima nasibnya, rasa keterbatasan menyelimuti dirinya.

 

FADE OUT.

 

 

INT. SEL PENJARA YANG SEDANG MENYALA - SIANG

 

Sari duduk di sel penjara yang remang-remang, satu-satunya indikasi waktu adalah jendela berjeruji yang menjulang tinggi yang menawarkan sekilas dunia luar. Dua obor berkedip-kedip di luar, menimbulkan bayangan menakutkan di dinding. Sari dibiarkan merenungkan pilihan dan ajaran yang membawanya ke titik kurungan ini.

 

PIKIRAN SARI

(berbisik)

Bagaimana bisa jadi seperti ini? Aku mengikuti ajaran ibuku, meski penuh dengan kepahitan. Aku tidak pernah memendam kebencian dalam diriku, hanya jenuh pada kehidupan istana yang kaku dan aturan-aturannya yang menyesakkan. Apa yang salah?

 

Tiba-tiba, suara-suara memecah kesunyian, bergema di koridor sel. Rasa ingin tahu muncul dalam diri Sari, dan dia mendekat ke jeruji, berusaha mendengarkan. Terdengar suara dentuman keras, suara kunci diputar, dan pintu lorong terbuka.

 

Melalui koridor yang remang-remang, Sari melihat sekilas sosok yang dikenalnya. Matanya membelalak keheranan.

 

SARI

(bersemangat)

Jaka!

 

Dengan terengah-engah, Jaka bergegas menyusuri lorong pendek menuju sel Sari. Dia mencondongkan tubuh ke dalam, suaranya pelan.

 

JAKA

(bisikan)

Ssst! Jangan bersuara. Nanti para penjaga lain menyerbu kemari dan aku harus melumpuhkan mereka semua. Sekarang aku pasti sudah jadi buronan kerajaan. Ayo, kita harus pergi dari sini

 

SARI

(bingung)

Tapi Jaka, kenapa kamu...

 

sela Jaka yang fokus membuka gembok dengan kunci yang dimilikinya.

 

JAKA

(bertekad)

Aku tidak bisa meninggalkanmu di sini hingga membusuk, Sari. Itu sebabnya aku datang untuk membebaskanmu. Bukankah sudah jelas?

 

Jeruji pintu sel terbuka, dan tanpa ragu-ragu, Sari melangkah keluar, rasa terima kasihnya terlihat jelas. Saat itulah, ketika dia memperhatikan sel-sel kosong di dekatnya, dia menyadari ketidakteraturan dalam kurungannya. Sebagai seorang Putri Raja, dia seharusnya ditahan di koridor sel yang terpisah, jauh dari tahanan laki-laki. Menyadari hal itu, Sari merasa harga dirinya sebagai wanita terinjak-injak. Ibunya pasti pernah merasakan hal yang persis sama dengan dirinya, sehingga api pemberontakan dalam diri jadi makin berkobar-kobar.

 

Sari dan Jaka dengan hati-hati berjalan melewati koridor, melewati penjaga yang tak sadarkan diri di sepanjang jalan. Tekad Jaka untuk membebaskan diri menjadi jelas, dan Sari memperhatikannya dengan seksama, selalu waspada terhadap kemungkinan bertemu lebih banyak tentara.

 

Mereka akhirnya sampai di pintu keluar gedung penjara, di mana Jaka menoleh ke arah Sari sambil setengah berbisik.

 

JAKA

(lega)

Bagus. Ayo Sari, kita harus meninggalkan Astana Nusa sebelum...

 

 

SARI

(bersikeras)

Tidak! Kita harus ke rumahku dulu.

 

Mata Jaka terbelalak penuh kekhawatiran.

 

JAKA

(khawatir)

Itu terlalu berbahaya, Sari!

 

SARI

(bertekad)

Bahkan jika kami harus melakukan perjalanan jauh, saya harus mengambil kipas angin, uang, perbekalan... dan pakaian saya.

 

Jaka mengerutkan kening, memikirkan risikonya. Akhirnya, dia mengalah.

 

JAKA

(nada suara menyurut)

Baiklah. Ayo!

 

Mereka pun berangkat, Jaka memimpin di depan dan Sari mengikuti di belakang. Keduanya sadar akan bahaya yang menanti mereka di luar batas penjara.

 

FADE OUT.

 

 

INT. RUMAHSARI - SIANG

 

Sari tiba di rumahnya, melemah karena berada di ruang tahanan istana. Keadaan tempat tinggalnya membuatnya terkejut. Perabotan dan barang-barang berserakan di lantai, tembikar hancur berkeping-keping.

 

Jaka yang baru bergabung dengan Sari mengomentari adegan tersebut.

 

JAKA

(terkagum-kagum)

Cepat sekali kerja Airlangga. Begitu kau dijebloskan ke tahanan, dia memerintahkan rumahmu digeledah dan barang-barangmu disita untuk mencari petunjuk keberadaan ibumu.

 

Sari mencari informasi lebih lanjut, ekspresinya penuh tekad.

 

SARI

(penasaran)

Apa lagi selain ini?

 

Jaka menceritakan apa yang dia ketahui.

 

 

JAKA

(berbicara dengan cepat)

Kabarnya ada perintah dan sayembara untuk menangkap ibumu, hidup atau mati. Kurasa banyak pendekar sedang memburunya sekarang.

 

Sari tidak membuang waktu, menyadari betapa mendesaknya situasi mereka.

 

SARI

(tegas)

Kalau begitu jangan buang waktu lagi.

Ayo bantu aku bawa apa pun untuk bekal di perjalanan!

 

Dia mengambil kain dan bergegas ke kamarnya. Di dalam, dia berganti pakaian bepergian berwarna merah polos, bersiap menghadapi hal yang tidak diketahui di masa depan. Sari mengumpulkan semua sisa uang yang disembunyikan di kompartemen rahasia di samping tempat tidurnya. Tapi barang yang paling penting adalah hadiah dari ibunya, kipas yang dia gunakan sebagai senjata. Kipas itu lebih berat dan lebih kokoh daripada kipas biasa yang ia gunakan untuk menari.

 

Di kamar tidurnya, Sari bernapas lega saat menemukan kipasnya masih utuh. Dia membukanya, dan secarik kertas terjatuh. Dia mengambilnya dan membaca isinya.

 

Jaka memasuki ruangan, ada rasa urgensi dalam suaranya.

 

JAKA

(berseru)

Kau dengar itu, Sari? Kentongan tanda bahaya di penjara berbunyi. Prajurit akan datang, kita harus pergi, sekarang!

 

Tanpa ada waktu luang, Sari segera memasukkan kipas dan surat penting itu ke dalam ikat pinggangnya. Mereka bergegas menuju pintu depan, namun Sari ragu-ragu, tatapannya tertuju pada rumah yang dulunya merupakan tempat perlindungannya.

 

Jaka menyadari keragu-raguannya dan mengulurkan tangan untuk meraih tangannya.

 

JAKA

(berseru)

Ayo, ini bukan rumahmu lagi. Kita harus bergerak cepat! Begitu kita tiba di "tempat kekuasaanku", baru kita bisa bernapas lega.

 

Sari tetap diam, campuran emosi melintas di wajahnya. Akhirnya, dia meninggalkan rumah, pasrah dengan kenyataan keadaan barunya. Langkah kakinya bertambah berat, lalu terhenti.

 

Momen keragu-raguan Sari menarik perhatian Jaka. Dia berbalik dan dengan kuat memegang tangannya.

 

JAKA

(omelan)

Ikuti aku kalau mau aman!

 

Sari, tatapannya menerawang, mengikuti arahan Jaka. Dengan berat hati, dia mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan nyaman yang pernah dia alami di dalam tembok istana.

 

Dan menyambut hari-hari baru yang penuh petualangan.

 

FADE OUT.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar