Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
24. Isyana - Bagian 1

EXT. DANAU TARUB - PAGI

 

Sari mengumpulkan kekuatannya, bertekad untuk berdiri sekali lagi. Yang paling mengejutkannya adalah keberanian pendatang baru, Duhita, gadis jalak mutan kecil. Kekurangajaran yang ditunjukkannya terhadap orang tuanya, Nira dan Tuba, secara tidak sengaja telah menyelamatkan Sari.

 

DUHITA

(menentang)

Ayah dan Ibu yang mengacau! Kalau kalian sampai membunuh Sari dan Jaka, misi kita gagal!

 

Jaka, suaranya penuh skeptis, mempertanyakan Duhita.

 

JAKA

(skeptis)

Apa maksudmu, Gadis Kecil?

Ada misi apa lagi selain menangkap kami?

 

Tak terpengaruh dengan pertanyaan Jaka, Duhita tetap mempertahankan sikap manisnya.

 

DUHITA

(menjulurkan lidah sambil menekan kulit di bawah satu mata hingga mata itu terbelalak lebar, mengejek)

Tidak ada! Bleh!

 

Tuba menyela, menampik keterlibatan Duhita.

 

TUBA

(meremehkan)

Kau membuntuti kami dari Kampung Ogoh-Ogoh, padahal kami tak mengajakmu. Misi ini terlalu berbahaya untuk gadis kecil sepertimu, Nak! Pulanglah!

 

DUHITA

Aku sudah cukup kuat untuk menjaga diriku sendiri!

Kalian saja yang tak tahu karena terlalu sibuk dengan 'pekerjaan kotor' kalian!

 

Perkataan Duhita memang keterlaluan, namun Nira menahan diri untuk tidak menegurnya. Ia terus mengawasi Sari dan Jaka, tak mau lengah.

 

NIRA

(dengan tegas)

Jaga mulutmu, anak tak tahu diuntung! Pulang kau sekarang juga ke Danurah, kalau tidak...!

 

Duhita menyela, tidak terpengaruh.

 

DUHITA

(menentang)

Atau apa? Ibu akan menyerangku juga?

 

Nira mengacungkan jarum, niatnya jelas.

 

 

NIRA

(mengancam)

Kubuat kau lumpuh sementara bila perlu!

 

Sari menepuk dadanya, memahami keseimbangan halus dalam hubungannya dengan ibunya.

 

SARI

(bergumam)

Aneh, aku saja tak berani kurang ajar pada ibuku.

Itu karena Ibu tak pernah mengekangku. Ibu hanya marah bila aku bertindak ceroboh saja, bukan jahat.

 

Dengan pemikirannya yang terfokus untuk mengatasi hambatan di depan, Sari mengesampingkan gaya pengasuhan yang berbeda yang ia amati. Pikirannya bergulat dengan tantangan untuk membebaskan perahu dari para mutan, menyadari bahwa hanya keajaiban yang bisa mencapai prestasi seperti itu.

 

Tuba melangkah maju, menempatkan dirinya di antara Nira dan Duhita.

 

TUBA

(tegas)

Sudahlah, kalian berdua! Kali ini Duhita benar, Nira.

Kita tak boleh menggagalkan misi hanya karena dendam.

Lagipula aku telah membalaskan aib kekalahan di Kampung Ogoh-Ogoh dulu dengan menaklukkan Sari.

 

Nira tak mau kalah, semangat kompetitifnya terlihat jelas.

 

 

NIRA

(menentang)

Sedikit lagi Jaka pun pasti bertekuk lutut di hadapanku.

Kurasa perahu ini sudah jadi milik kita.

 

Tiba-tiba, permukaan danau yang tenang beriak, dan kepala naga raksasa muncul, membentang sekitar empat meter ke udara. Berbeda dengan Taksaka, naga ini memiliki sirip besar di kedua sisi kepalanya, sisiknya yang berwarna biru kehijauan berpadu mulus dengan garis sisik berwarna hijau kebiruan yang memanjang ke bawah tubuhnya yang berbentuk ular.

 

Sari, Jaka, Nira, Tuba, dan Duhita tercengang. Mereka segera mengambil posisi bertahan, senjata teracung, perhatian mereka tertuju pada pengunjung yang datang. Nira dan Duhita dengan sigap terbang ke udara.

 

Tanpa menggerakkan moncongnya, naga air itu berbicara dengan suara seorang wanita.

 

ISYANA

(berwibawa)

Akulah Isyana, penjaga Danau Tarub. Siapa kalian yang melintasi wilayahku?

 

Sari mengambil perannya sebagai negosiator, menunjukkan rasa hormat kepada wali yang tangguh.

 

SARI

(diplomatik)

Ampun beribu ampun, wahai Penjaga Agung. Kami hanya berniat melintas hingga ke mulut jalur celah pegunungan. Mohon kiranya Sesepuh memberi izin.

 

ISYANA

(sarkastik)

Huh! Pasti kalian hendak ke Lembah Pohon Tengkorak, wilayah kaum Leyak, bukan? Ada urusan apa di sana?

 

Sari menjawab dengan jujur, suaranya penuh dengan ketulusan.

 

SARI

(jujur)

Namaku Sari, dan ini Jaka. Yang berdiri di belakang adalah Tuba. Ibuku, Lastika, tinggal di lembah itu. Aku ingin bertemu kembali dan membawa pergi Ibu dari sana.

 

ISYANA

(skeptis)

Bohong! Jangan mengada-ada!

 

SARI

(terkejut)

Aku tidak bohong! Mengapa berkeras hati?

 

ISYANA

Tugasku di Danau Tarub ini bukan hanya sebagai penjaga. Aku justru menjaga keseimbangan antara kekuatan putih dan hitam. Setelah menerawang dirimu, aku tahu kau pasti akan mengacaukan keseimbangan itu.

 

Sari tertegun, informasi yang diterimanya benar-benar tidak terduga dan terkesan tidak masuk akal.

 

SARI

(heran)

Bagaimana bisa?

 

ISYANA

Aku merasakan kekuatan dahsyat yang masih tidur dalam dirimu, Sari. Andai para Leyak berhasil membuka kunci kekuatan itu dan membawanya ke jalur kegelapan, kekacauan yang akan ditimbulkan kekuatanmu takkan dapat terbayangkan.

 

 

Jaka yang tak bisa tinggal diam menantang pandangan Isyana.

 

JAKA

(menentang)

Begitukah? Kalaupun itu benar, jangan harap kami mau menyerahkan nyawa dengan percuma. Pasti ada jalan tengah yang lebih baik daripada cara barbarmu.

 

ISYANA

(marah)

Kau salah, Manusia! Tak ada jalan tengah, tak ada kompromi dalam menjaga keseimbangan hitam dan putih! Kekuatan apa pun yang dapat mengacaukan keseimbangan harus dibasmi!

 

Emosi Sari berkobar, dipicu oleh sikap tak kenal kompromi sang penjaga danau.

 

 

 

SARI

(garang)

Enak saja! Asal kau tahu, kami telah mendapatkan dukungan dari dua sesepuh, Ki Rukah dan Ni Dyah! Bila aku memang memiliki kekuatan istimewa, akan kugunakan itu untuk menyadarkan ibuku, matanya akan melihat siapa kaum Leyak sebenarnya!

 

ISYANA

(meremehkan)

Mereka penganut ilmu hitam, tidak lebih, tidak kurang!

 

SARI

(bertekad)

Mereka bisa menjadi lebih baik bila mereka mau!

 

ISYANA

(tegas)

Lebih baik mereka tetap jahat!

 

Cara pandang Isyana masih sempit, hanya terfokus pada tugas dan tanggung jawabnya. Meskipun tidak sepenuhnya salah arah, pandangannya yang terbatas menambah kompleksitas situasi.

 

Jaka menutup pembicaraan dengan nada tegas.

 

JAKA

(menentang)

Jadi, satu-satunya jalan untuk berunding hanya dengan bertarung.

 

Tuba juga senada dengan Jaka.

 

TUBA

(bertekad)

Ya! Kita harus lawan naga itu agar tak seenaknya!

 

ISYANA

(marah)

Oh, jadi itu yang kalian mau? Siluman ikan, serbu!

 

Mutan ikan Bejlema muncul dari danau, bergerak maju dengan cepat. Sari, Jaka, dan Tuba bersiap di tepi air dengan senjata siap. Ketegangan memenuhi udara saat ketiganya merenungkan bagaimana mereka bisa menahan serangan gencar seluruh pasukan.

 

Tiba-tiba, bala bantuan tiba. Nira dan Duhita, dua burung jalak mutan, turun dari udara. Duhita menusuk salah satu mutan dengan tombaknya, sementara kaki cakar Nira mengangkat yang lain, belatinya menusuk kepala mutan tersebut.

 

Sari terengah-engah, menyadari bahwa Isyana hanya bermaksud mengincarnya, meninggalkan mutan lainnya pada ikan Bejlema.

 

SARI

(bertekad)

Hei, Isyana! Kau mengincarku, kan?

Tangkap aku kalau bisa!

 

Dengan tekad di matanya, Sari meninju kepala Bejlema, mengambil belatinya, dan menyelam ke kedalaman danau.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar