Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
31. Bhadara - Bagian 1

EXT. TEPI DANAU TARUB - SIANG

 

Jaka yang kelelahan dan terluka berjuang keras mendayung perahu secepat mungkin. Pergerakannya sulit, tapi setidaknya mereka tetap tidak terluka, untuk saat ini.

 

Perahu akhirnya sampai di tepi danau, di sanalah Jaka dan Ajnadewi mencari ketenangan di bawah naungan pohon. Nira dan Duhita dengan anggun mendarat di depan mereka, kelegaan dan kekhawatiran terlihat jelas dalam ekspresi mereka.

 

NIRA

(jujur)

Ah, syukurlah kalian berdua selamat.

 

Jaka yang penasaran dengan kabar Isyana pun tak membuang waktu untuk menanyakan keberadaannya.

 

JAKA

(khawatir)

Bagaimana dengan Isyana?

 

Terjadi pertukaran pandang muram antara Nira dan Duhita. Taksaka, Giri, dan Tuba mendekati kelompok tersebut, kehadiran mereka menambah ketegangan di udara.

 

TAKSAKA

(menuntut)

Dimana Isyana?

 

Keheningan setelah pertanyaan Taksaka hanya memperdalam kegelisahan.

 

TAKSAKA

(marah)

Jawab aku, Bedebah! Katakan di mana pasanganku, kalau tidak...!

 

Ajnadewi turun tangan, mencoba meredakan situasi.

 

AJNADEWI

(tenang)

Tenanglah, Taksaka. Biar kujelaskan.

 

Wajah tegang Taksaka berangsur-angsur mengendur saat dia mendengarkan Ajnadewi.

 

AJNADEWI

(terus terang)

Kami tidak tahu apa yang terjadi pada Isyana. Terakhir kami melihatnya, dia sedang mengadang para Leyak sendirian agar kami bisa melarikan diri.

 

Nira menambahkan suaranya, memberikan konteks lebih lanjut.

 

NIRA

(tegas)

Isyana bersikeras agar kami tidak membantunya. Dia yakin dia bisa mengatasi para Leyak sendirian.

 

TAKSAKA

(tidak percaya)

Omong kosong! Isyana jelas butuh bantuan!

Andai kalian membantu dia, dia pasti ada di sini pula!

 

AJNADEWI

(tegas)

Tidak sesederhana itu, Taksaka. Posisi kami di kapal amat rentan. Sekali kena tembakan sihir, perahu tenggelam dan habislah! Isyana menghadapi pilihan yang sulit.

 

Beban emosional menggantung di udara saat tinju Jaka membentur wajah Taksaka, rasa frustrasi mereka memuncak.

 

JAKA

(emosional)

Kami juga tak mau itu! Isyana bersikeras! Kami tak bisa membantunya! Justru berkat pengorbanan Isyana, nyawa kami selamat bukan kami tewas semua!

 

Kebenaran perkataan Jaka dan rasa lelah akibat pertarungan mulai melunakkan sifat keras kepala Taksaka. Ia berjalan menjauhi Jaka dengan air mata berkaca-kaca.

 

AJNADEWI

(dengan lembut)

Kami sangat ingin membantu Isyana. Tapi titik lemah terletak pada diriku, Ajnadewi. Aku yakin hanya kematianku yang mampu menebus pengorbanan Isyana.

 

 

TAKSAKA

(berlutut penuh hormat)

TIDAK! Sesepuh harus tetap hidup, agar pengorbanan Isyana tidak sia-sia. Ceritakan saja padaku apa yang terjadi di Lembah Pohon Tengkorak dan kenapa Sari tak bersama kalian.

 

Ajnadewi, terdorong oleh ketulusan Taksaka, mulai menceritakan peristiwa yang terjadi di wilayah Leyak. Dia mengungkapkan kebenaran, Sari yang tersihir dan bahaya yang mereka hadapi.

 

AJNADEWI

(tegas)

Calon Arang sendiri sudah berbahaya, apalagi dengan Sari dalam pengaruhnya, ancamannya semakin besar.

 

Tuba menyela, mencari rencana tindakan.

 

TUBA

(bertekad)

Apa yang kita harus lakukan sekarang?

 

NIRA

(jujur)

Kami ditugaskan oleh Mpu Bhadara, Patih Kerajaan Rainusa, untuk mencari keberadaan Calon Arang, mengumpulkan informasi tentang rencana dan perilaku Leyak, dan menyelamatkan Rajni Sari. Karena misi penyelamatan gagal dan tujuan kedua masih belum tercapai, kami belum bisa kembali ke Danurah.

 

Duhita menegaskan komitmen mereka pada Ajnadewi.

 

DUHITA

(tegas)

Kami menghormati Ratu Sepuh Ajnadewi atas kemakmuran yang dinikmati Rainusa selama masa pemerintahannya. Oleh karena itu, kami bersumpah untuk sepenuh hati membantunya.

 

Ajnadewi berhenti sejenak, mengamati dengan cermat reaksi orang-orang di sekitarnya, sebelum mengambil keputusan yang berani.

 

AJNADEWI

(tegas)

Tak usah memanggilku 'Yang Mulia' lagi.

Melihat situasi ini, kita tak punya jalan lain.

Kita harus memberitahu Raja tentang ancaman Leyak ini.

Aku, Jaka, Tuba, dan Taksaka akan ke Danurah.

Sementara Nira, Duhita, dan Giri tetap di daerah danau ini untuk memantau pergerakan Leyak. Bilamana ada pergerakan dari lembah, terbanglah ke Danurah dan beritahu kami.

 

Para pendekar kecuali Taksaka, mengangguk setuju, menyadari gawatnya situasi.

 

TAKSAKA

(menghargai)

Aku tak ikut. Aku harus memastikan keadaan Isyana.

 

JAKA

(tegas)

Jaga dirimu baik-baik, Taksaka. Kuharap Isyana baik-baik saja.

 

TAKSAKA

(menghargai)

Terima kasih.

 

Taksaka berjalan pergi, terbebani kekhawatiran dan kebutuhan untuk memastikan kondisi Isyana.

 

TUBA

(meyakinkan)

Kita akan pergi dengan kereta kudaku

yang kutitipkan di kampung dekat mulut Hutan Usangha.

 

TUBA

(dengan lembut pada anak-istrinya)

Jaga diri kalian baik-baik. Aku sayang kalian berdua.

 

DUHITA

(penuh kasih sayang)

Aku juga sayang Ayah.

 

NIRA

(jujur)

Jaga Sesepuh Ajnadewi ya, Sayang

 

Momen mesra antar anggota keluarga memunculkan rasa kekuatan baru dalam diri Jaka. Namun, perasaan meresahkan mulai menetap di dalam dirinya, jantungnya berdebar kencang karena antisipasi dan kekhawatiran. Pertanyaannya tetap ada: Bagaimana jika tatapan lembut dan ekspresi penuh kasih di mata Sari selamanya digantikan oleh kebencian dan penghinaan?

 

CUT TO:

 

 

EXT. KOMPLEKS ISTANA ASTANA NUSA - SIANG

 

Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan, Jaka dan rombongan akhirnya sampai di Danurah. Ajnadewi, yang kelelahan karena perjalanan, tertidur di gerobak. Tuba, berperan sebagai kusir, dan Jaka, berjaga-jaga, tetap diam, hanya berbicara jika diperlukan.

 

Mendekati gerbang kota, wajah Jaka menegang karena ketakutan. Para penjaga yang tak kenal dengan wajah Jaka membiarkan gerobak itu lewat. Namun, gelombang ketegangan baru melanda Jaka saat mereka sampai di gerbang kompleks Istana Astana Nusa.

 

Jaka, yang merasakan kegelisahan kedua rekannya, tidak punya pilihan selain menjadi juru bicara.

 

JAKA

(tegas)

Saya Jaka, ini Ni Dyah dan Tuba.

Kami di sini untuk menemui Yang Mulia.

 

PRAJURIT

(curiga)

Tentang apa?

 

JAKA

(mendesak)

Kami harus menyampaikan berita penting.

Ini menyangkut keamanan seluruh negeri.

 

PRAJURIT

(berwibawa)

Baik, titipkan semua senjata kalian di sini.

Karena ini soal keamanan, kami akan melapor pada

Hulubalang Paraya terlebih dahulu.

 

Jaka menyerahkan Gada Hanomanji-nya yang berat kepada penjaga, yang terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah karena bebannya.

 

PRAJURIT

(gagap)

B-biar gada itu tetap di tanah saja.

 

Sebuah suara muncul dari dalam istana, menyita perhatian Jaka.

 

 

 

 

PARAYA

(V.O. menyindir)

Wah, rupanya orang paling dicari di Rainusa datang sendiri.

Kau pasti punya alasan kuat untuk kembali ke Danurah, Jaka!

 

Jaka berbalik, takut akan masalah yang menantinya. Ia tak lain adalah Hulubalang Kerajaan, I Putu Paraya. Jaka dan Tuba langsung memberi hormat, sedangkan Ajnadewi yang masih kelelahan berdiri diam di dekatnya.

 

PARAYA

(heran)

Yang Mulia Ratu Ajnadewi! Ampunilah kelancangan hamba!

 

AJNADEWI

(dengan tenang)

Oh, rupanya kau, Hulubalang Paraya.

Bangkitlah, aku toh sudah lama turun takhta.

 

Paraya bangkit, mendekati Ajnadewi dengan penuh hormat.

 

PARAYA

(hormat)

Namun, bagi hamba, Anda tetaplah Ratu yang pernah memerintah negeri ini dengan adil bijaksana. Mari, adik Anda, Raja Airlangga, pasti bahagia mengetahui Anda masih sehat walafiat!

 

Status Jaka tak perlu disebut sebagai buronan. Membawa pulang mantan Ratu sudah cukup untuk menutupi pelarian Jaka bersama Sari. Dengan asumsi tersebut, Jaka mengikuti Paraya dan Ajnadewi, sedangkan Tuba tetap di belakang menjaga gada, masih berdiri tegak di tanah.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar