Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
EVERNA Rajni Sari - Putri Penyihir dari Pulau Dewata
Suka
Favorit
Bagikan
27. Ajnadewi - Bagian 2

ISYANA

(meremehkan)

Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan untuk mengubah keadaan ini? Kau punya apa untuk menambal 'bendungan keseimbangan alam'?

 

Sari menjawab dengan keyakinan, didorong oleh keyakinannya pada kekuatan cinta.

 

SARI

(menentang)

Cinta. Akan kutunjukkan pada mereka semua kekuatan cinta yang mengatasi segalanya. Kekuatan cinta yang telah membawa aku dan Jaka sejauh ini, memampukan kami melewati halangan-halangan yang mustahil. Aku yakin!

 

Isyana, yang frustrasi, kembali membentak Sari, menganggap sudut pandangnya naif.

 

ISYANA

(meremehkan)

Naif sekali! Jika cinta saja sudah cukup, Taksaka dan aku pasti akan rukun walau tinggal berjauhan!

 

Sari membalas, yakin dengan pernyataannya.

 

SARI

(bertekad)

Itu karena cinta kalian berdua tidak cukup kuat!

 

Tanpa peringatan, Isyana menampar pipi Sari, melewati batas yang tidak boleh dilintasi.

 

ISYANA

(marah)

Keterlaluan kau!

 

Isyana berbalik dan berjalan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Taksaka melepaskan Isyana dan menatap Sari, kekecewaan terlihat jelas di matanya. Dia mengikuti Isyana, berjalan ke arah berlawanan. Dua orang memilih untuk tidak mendukung Sari.

 

Giri si Manawa berayun dari pepohonan sambil mengucapkan kata-kata bijak.

 

GIRI

(tegas)

Menaklukkan kejahatan dan kelicikan dengan cinta dan ketulusan?

Seharusnya kau paham bahwa cinta dan sikap tulus hati saja takkan pernah cukup!

 

Nira mengungkapkan keraguannya.

 

NIRA

(meremehkan)

Itu pernyataan paling naif, kekanak-kanakan, dan tak masuk akal yang pernah kudengar.

 

Tuba setuju, mendesak keberangkatan mereka.

 

TUBA

(menyerah)

Ayo kita pergi saja. Mendukung Sari sama saja cari mati.

 

Tuba berjalan pergi tanpa menoleh ke belakang, disusul Nira yang enggan. Namun putri mereka, Duhita, tetap bertahan.

 

DUHITA

(menentang)

Aku berangkat bersama Sari, Bu.

 

Nira mencoba menghalangi Duhita karena khawatir akan keselamatannya.

 

NIRA

(khawatir)

Apa? Itu terlalu berbahaya! Ikut kami pulang sekarang, Gadis Muda, kalau tidak...!

 

Tuba menyela, menahan Nira, mengakui keputusan putri mereka.

 

TUBA

(tegas)

Biarkan. Duhita bisa menjaga diri dan memilih jalannya sendiri.

 

Nira tidak percaya.

 

NIRA

(tidak setuju)

Tapi dia baru saja mengenal Sari! Mana pantas?

 

Sebelum Nira menyelesaikan kalimatnya, Duhita bergegas menghampiri Sari, akhirnya mengungkapkan niat sebenarnya.

 

 

DUHITA

(menentang)

Aku ingin membantu Ayah dan Ibu dengan mengumpulkan informasi yang lengkap tentang Lembah Pohon Tengkorak dan para Leyak.

Kalau kami hanya berhenti di sini saja, laporan kami akan kurang lengkap. Si pemberi tugas pasti akan menyalahkan kami dan tak akan membayar jasa kami dengan penuh!

 

Tuba terkejut sesaat sebelum kebobolan.

 

TUBA

(mengangkat bahu)

Harus kuakui, Duhita benar kali ini.

 

Tuba memanggil putrinya, menekankan keselamatannya.

 

TUBA

(khawatir)

Jaga dirimu baik-baik! Temani Sari ke ibunya dan kembalilah kepada kami sesudahnya. Jangan sampai kau bergabung dengan Leyak! Jika perlu, kami akan menyeretmu keluar dari sana!

 

DUHITA

(ceria)

Baik! Terimakasih ayah!

 

Duhita mengangkat tangannya sambil menoleh sambil tersenyum manis ke arah Jaka.

 

DUHITA

(menggoda)

Sekarang kamu senang aku membantu kalian kan, Kak Jaka?

 

Jaka kaget dengan kelakuan Duhita.

 

JAKA

(sedikit bingung)

Ya, tapi jaga sikapmu ya!

 

DUHITA

(ceria)

Tentu saja! Tenang, aku akan menjaga gadismu!

 

Sari terkekeh, merasa terhibur dengan kelakuan Duhita. Dia berbicara kepada kelompok yang tersisa.

 

 

SARI

(terhibur)

Tampaknya tinggal kita berempat yang melanjutkan perjalanan.

 

Ni Dyah angkat bicara lagi.

 

NI DYAH

(tegas)

Andai Isyana bersedia memandu kalian, aku pasti memilih beristirahat saja. Kurasa kini aku tak punya pilihan selain jadi perantara kalian dan kaum Leyak.

 

Sari tidak berkata apa-apa, pandangannya terfokus pada jarak di depan.

 

Kelompok tersebut berkumpul di dekat perahu, siap untuk memulai perjalanan selanjutnya.

 

SARI

(suara hati)

Sebentar lagi, Bunda, sebentar lagi.

Ananda sungguh rindu pada Bunda.

Apakah Bunda sama rindukan Ananda?

 

Pertanyaan itu masih menghantui saat mereka bersiap menghadapi tantangan yang menanti mereka di Lembah Pohon Tengkorak.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar