32. INT. Sekolah, ruang kelas, siang.
Kamera menyorot bangku yang ditempati Zara, Ajeng, dan Tanty. Tampak ketiganya sedang mengobrol.
TANTY
Kenapa lo nggak pindah pagi aja, sih? Jelas-jelas Jonathan bakal masuk pagi tahun ini.
AJENG
Yah … gimana, ya?
(wajah bingung dan memelas)
ZARA
Sebenernya lo niat nggak, sih, PDKT ke Jonathan?
AJENG
Gue udah sering nelpon dia, kok.
TANTY dan ZARA
Serius?
Ajeng mengangguk.
TANTY
Nah, bagus dong? Berarti, kan, kalian bisa ketemu di luar. Jalan aja kemana, kek.
AJENG
(Raut wajahnya tampak lesu dan bingung)
Masalahnya, gue ngakunya Ayu.
TANTY
(memelotot)
Ayu?
ZARA
Ayu itu siapa?
AJENG
Bukan siapa-siapa. Itu nama samaran aja. Soalnya, gue nggak pede kalo pakai nama asli.
ZARA
(memutar bola mata ke atas)
Yaelah!
AUDY
Ehem….
(PAUSE)
Zara, Ajeng, dan Tanty menghentikan pembicaraan dan menoleh.
AUDY
Gue … boleh duduk di situ?
(menunjuk samping Zara yang masih kosong, nada suara ragu dan takut-takut)
ZARA
Oh.
(mengambil tas yang ia letakkan di bangku kosong di sampingnya itu)
Duduk aja, lagi.
(tersenyum)
AUDY
Thanks, ya.
(tersenyum, kemudian menaruh tasnya)
Kamera kembali menyorot suasana kelas.
Montage:
- Ferry sedang serius membuka buku di depannya, duduk di kolom ketiga dari pintu, baris ketiga.
- Adrian dan Eza yang sedang bercanda dengan Rio (laki-laki, 14 tahun, berbadan besar cenderung gendut), kolom paling kiri di sisi pintu, baris keempat (sejajar dengan Audy). Rio di depan Adrian dan Eza.
- Bangku di samping Rio yang kosong. Di depannya ada Rifki.
- Tampak Bobby (laki-laki, 12 tahun, bertubuh kecil dan pendek, sekitar 154 cm) masuk kelas. Kepalanya celingukan, kemudian meghampiri tempat duduk di samping Rio yang masih kosong.
- Ira (perempuan, 13 tahun, imut, putih, berwajah oriental, rambut seleher), duduk paling depan berhadapan langsung dengan meja guru. Di sebelahnya ada Rini (perempuan, 13 tahun, rambut panjang sebahu). Di belakang mereka ada Dwi (perempuan, 14 tahun) dan Yunita (perempuan, 13 tahun).
- Mikha terlihat masih mengobrol dengan teman-teman di sekelilingnya, sesekali tertawa.
INTERCUT TO
TANTY
Lo ribet banget, sih? Ngapain pakai ngaku-ngaku Ayu segala?
AJENG
Ya gimana? Gue, kan, nggak pede.
ZARA
(membalik badan dan kembali mengobrol dengan Ajeng dan Tanty)
Nggak pede gimana? Kan dia juga udah kenal kita?
TANTY
Jaman-jaman kelas satu, kita, kan, sering ketemu Jonathan. Dia tahunya elo itu Ajeng.
AJENG
Justru itu yang bikin gue nggak pede. Kalo ntar gue salah ngomong gimana?
Zara menggaruk kepalanya.
TANTY
Bisa gitu, ya, dia nggak nyadar kalo yang di telepon itu suara elo?
AJENG
Kan agak beda … eemmm … Tan, apa lo bisa bantuin gue nelpon Jonathan … tapi pakai nama gue?
TANTY
(memelotot)
Ha? Nelpon Jonathan pakai nama elo? Ngapain?
AJENG
Biar … dia nggak lupa sama gue.
(wajah tersipu)
Soalnya, kan, dia akrabnya sama Ayu. Takutnya dia malah lupa sama gue?
TANTY
Terus ngapain lo pakai ngaku-ngaku Ayu segala?
(ekspresi gemas)
AJENG
Kan gue nggak pede….
Ganti Tanty yang tampak menggaruk kepalanya.
ZARA
(terkikik)
Ribet banget, tuh, temen lo. Gara-gara nontonnya telenovela melulu.
TANTY
Dasar “Gadis Pemimpi”. Mimpi aja terus lo siang-siang bolong.
AJENG
Iiiihhh….
(mendorong pundak Tanty)
AUDY (VO)
(duduk menghadap depan seolah tidak peduli dengan ketiga siswa di sekelilingnya)
Zara, Ajeng, sama Tanty dari kelas satu udah bareng-bareng terus. Mereka kompak. Sering nongkrong bareng, jalan bareng, telepon-teleponan, sampai saling nginep giliran.
Kamera menyorot Zara, Ajeng, dan Tanty.
AUDY (VO)
Andai gue juga punya geng kayak mereka.
(menatap Mikha yang duduk di paling kanan sisi kelas, menempel tembok)
Duduk sebangku sama Mikha aja enggak. Ditambah Nicky pindah ke kelas pagi. Duh … bakal garing, deh.
Kamera menyorot Mikha yang tengah asyik bercengkerama dengan teman-teman di sekelilingnya.
ZARA
(masih menghadap ke bangku belakang)
Ngebet banget sama Jonathan sampai segitunya … ampun, deh, lo….
AUDY (VO)
(menoleh menatap Zara, tetapi Zara tidak menyadarinya)
Siapa, sih, Jonathan?
(dahinya mengernyit)
Music stops.
SFX
Bel sekolah berbunyi.
Para siswa berangsur semua masuk ke kelas.
CUT TO
33. INT. Ruang kelas, siang.
Pak Steven (laki-laki, 39 tahun, guru matematika, tinggi sekitar 160 cm, wajah agak sangar, berkumis) masuk kelas dengan sambil menenteng tas di tangan kanan dan penggaris kayu di tangan kiri.
PAK STEVEN
Selamat siang.
PARA SISWA
Selamat siang, Pak.
Rifki memberi aba-aba untuk berdoa.
RIFKI
Berdoa mulai!
Seisi kelas berdoa. Tampak para siswa yang menunduk.
RIFKI
Selesai!
Para siswa kembali menengadah. Beberapa mulai mengeluarkan buku-buku dan peralatan tulisnya. Lalu Pak Steven memulai pelajarannya.
PAK STEVEN
Kenapa kita belajar matematika?
Seisi kelas segera menghentikan kegiatan mereka mengeluarkan buku dan menatap ke depan. Zoom in Audy yang rautnya menunjukkan kebingungan. Kelas hening.
AUDY(VO)
Iya, ya? Kenapa, ya? Kalo disuruh milih, gue juga nggak pengen belajar matematika.
PAK STEVEN
Kalau tidak ada yang tahu tahu kenapa kita belajar matematika
(PAUSE)
LALU KENAPA KITA BERADA DI SINI?
(suara membentak)
Seisi kelas terlonjak. Raut-raut wajah kaget terpancar. Beberapa saling berpandang-pandangan.
Pak Steven menulis si papan tulis: A+B=….
PAK STEVEN
Ada yang tahu jawabannya?
Seisi kelas lagi-lagi hening. Beberapa menunduk, beberapa berpandang-pandangan.
PAK STEVEN
DIJAWAB DONG!
Seisi kelas kembali terlonjak. Terdengar sedikit seperti suara napas tertahan. Kamera menyorot wajah para siswa yang menunduk. Zoom in Mikha. Zoom in Ferry. Zoom in Adrian. Zoom in Audy, Zara, Ajeng, dan Tanty.
OS (SUARA SISWA)
AB, Pak….
(pelan)
Pak Steven kembali menulis di papan tulis: AXB=….
PAK STEVEN
Kalau ini?
OS (SUARA SISWA)
AB … juga … Pak….
(terdengar seperti ragu)
Suasana kelas kembali hening. Tampak ekspresi cemas di wajah para siswa.
PAK STEVEN
BODOH!
Kamera menyorot barisan siswa yang menunduk ketakutan. Zoom in Audy. Wajahnya juga takut. Sekaligus bingung.
AUDY (VO)
Rasanya A dan B tidak bisa dijumlah. Lalu kenapa dijadikan soal?
PAK STEVEN
Kalian ini dulunya kelas satu berapa, sih?
PARA SISWA
I-2, Pak.
PAK STEVEN
Berarti harusnya kalian pinter, dong? Kok, menjawab pertanyaan begini saja tidak bisa? Jangan-jangan nilai kalian itu karena menyontek?
Kamera kembali menyorot para siswa yang menunduk.
AUDY (VO)
Enak saja! Gue nggak pernah nyontek!
Audy melihat sekeliling. Para siswa tampak menunduk. Kamera kembali menyorot Audy, tampak tangannya akan terangkat untuk tunjuk tangan.
RIFKI
Pak….
Seisi kelas spontan menoleh ke arah suara. Rifki tampak mengacungkan tangannya. Ekspresi khawatir kembali terlihat di wajah para siswa.
PAK STEVEN
Ya?
RIFKI
Saya mau menjawab, Pak.
PAK STEVEN
Silakan.
RIFKI
Kalo A+B itu tidak bisa dijumlah, Pak.
(PAUSE)
Tapi kalo AXB itu AB.
Kelas kembali hening. Tampak raut wajah waswas para siswa.
PAK STEVEN
Nah.
(PAUSE)
(menghela napas)
Itu jawaban yang saya maksud. Ini, kan, pertanyaan gampang.
(suaranya melunak)
Seisi kelas mulai tampak lega.
PAK STEVEN
Buka buku kalian. Kita akan memulai dengan bab aljabar.
Para siswa tampak membuka-buka buku cetaknya.
AUDY (VO)
Pertanyaannya, sih, gampang. Tapi kalo nanyanya kayak gitu, yang ada orang takut duluan!
CUT TO