Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
WHEN WE TALK WHAT A LOVE IS
Suka
Favorit
Bagikan
22. Bagian 22
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

95. INT. BUS — CONTINUOUS 95

 

Musik sedih mengalun.

 

Rako duduk di kursi paling belakang di apit penumpang-penumpang lain yang tidak ia kenali.

 

Rako memakai earphone. Dia mendengarkan musik. Sembari menggigiti kuku.

 

Orang-orang di sebelahnya ada yang tak nyaman. Ada yang tidak peduli.


96. EXT. RUSUNAWA — CONTINUOUS 96

 

OMITTED


97. INT. RUSUNAWA/LIFT — CONTINUOUS 97

 

OMITTED


98. INT. UNIT SEPHIA — AFTERNOON 98

 

Musik sedih masih terus mengalun. Televisi menyala. Rako dan Sephia duduk berhadap-hadapan di sofa.

 

Rako tegang. Raut mukanya sedih. Sementara Sephia jauh lebih rileks. Ekspresi mukanya tenang.

 

Sephia meraba wajah Rako. Menelusuri tiap inci wajahnya. Mulai dari jidat. Lalu turun ke alis. Turun lagi menelusuri hidungnya yang mancung. Lalu ke pipi. Naik lagi ke mata.

 

Rako memejamkan mata manakala jari-jari tangan Sephia menelusuri matanya.

 

Lalu tangan Sephia turun lagi dan kini membingkai rahangnya yang kokoh.

 

Sephia tersenyum kecil.

 

SEPHIA

(Berbisik)

Ini kenapa jelek banget? It’s must be hurt?

 

Rako mencium tangan Sephia yang membingkai wajahnya.

 

Sephia tertawa kecil.

 

RAKO

(Berbisik)

Yah. But you’ve cure me. (Mengacu pada kecupan Rako ke tangan Sephia)

 

SEPHIA

(Berbisik)
Do i?

 

Sephia dan Rako tertawa.

 

SEPHIA (CONT’D)

Kalau gitu, aku bakal naruh tanganku terus di sini.

 

RAKO

Itu pasti bakal bikin aku ngerasa baik terus.

 

SEPHIA

Apa ini gombalan lagi?

 

Rako tertawa kecil.

 

RAKO

Bukan aku. Tapi kamu.

 

Sephia tertawa.

 

Ia lalu melepas tangannya dari rahang Rako.

 

Rako mengambil tangan Sephia dan ia menggenggamnya. Ia mulai merasa nyaman.

 

SEPHIA

Ini udah sore, kan? Aku harus nyiapin makan malam.

 

Rako tersenyum.

 

RAKO

Ini cara kamu meminta bantuan. Atau, kamu lagi nyoba ngusir aku?

 

Sephia melepaskan tangannya dari tangan Rako. Ia lalu mengusap rahang Rako.

 

SEPHIA

Yang jelas bukan dua-duanya.
(Beat)
Aku cuman nggak tahu gimana caranya ngundang orang makan malam ke rumah.

 

Rako tertawa kecil. Ia mencium tangan Sephia.

 

SEPHIA (CONT’D)

Itu karena kamu sudah ada di sini. Dan ... karena aku belum pernah ngundang orang makan malam sebelumnya.

 

RAKO

Itu kamu nggak perlu risau. Ada kabar baik karena aku juga belum pernah dapat undangan makan malam spesial.

 

Sephia tersenyum penuh arti.

 

Ia lalu bangkit. Membuka white cane lalu berjalan menuju ke dapur.

 

Rako ikut bangkit dan menyusul Sephia ke dapur.


99. CONTINUED 99

 

Tanpa suara kita akan melihat Rako memotong-motong bahan makanan. Sembari terus bicara. Sephia berdiri di sebelahnya tertawa-tawa.

 

CUT TO:

 

Di talenan ada jamur kancing yang sedang di potong-potong.

 

Kita juga akan melihat cabe hijau, bawang merah dan bawang putih, serta tomat yang sudah diiris-iris.

 

Wajan dipanaskan. Minyak masuk. Lalu disusul aneka bumbu. Terakhir potongan jamur.

 

LATER

 

Rako dibantu Sephia menyiapkan makanan di meja.

 

Pintu membuka. Putra dan Dika masuk.

 

Dika dan Putra saling menatap. Tatapan Dika ke Putra mengatakan: “betul kan mereka pacaran”.

 

Rako tersenyum canggung ke Putra.

 

Putra dan Dika mendekat. Putra menyalami Rako.

 

Sephia yang mengetahui kedatangan kedua adiknya tersenyum.

 

SEPHIA

Ini adik saya yang satunya lagi. Yang masih SMA. Umurnya baru mau tujuh belas tahun bulan depan.

 

PUTRA

(Ke Rako)
Putra.

 

Rako berusaha menyamankan diri.

 

RAKO

(Ke Putra)

Rako.

 

PUTRA

Aku udah tahu kok, Mas. Mas Rako diceritain terus sama mereka berdua.

 

Sephia tersenyum malu. Sementara Dika membela diri.

 

DIKA

Habisnya mau siapa lagi yang diceritain? Pacarnya Kak Vi kan cuman Kak Rako.

 

Putra berdecak ke Dika. Lalu menoleh ke Rako memberikan pandangan meminta maaf.

 

Sebaliknya Rako terkesiap dan malu.

 

SEPHIA

(Ke Dika & Putra)
Kalian cepet mandi sana. Habis itu kita nunggu Ibu sama Bapak. Terus makan bareng.

 

DIKA

Kita udah mandi kok. Kita kan habis berenang.


100. INT. UNIT SEPHIA — EVENING 100

 

Rako duduk bersebelahan dengan Sephia. Ia merasa canggung. Suasananya tegang. Sekalipun, di seberang meja orang tua Sephia berusaha bersikap hangat padanya.

 

Ahmad dan Haryati saling menatap. Saling tunjuk untuk mulai bicara. Tapi tatapan Haryati ke Ahmad berkata: “Kamu yang ngomong, Pak. Kamu kan kepala rumah tangga”.

 

AHMAD

(Ke Rako)

Jadi, sudah lama ya tinggal di rusun sini?

 

Haryati kaget mendengar pertanyaan suaminya.

 

RAKO

(Gugup)
Sejak sebelum revitalisasi rusun, kita emang tinggal di sini, Pak. Saya sama keluarga saya.

 

Ahmad tersenyum sarkas.

 

Sedangkan Haryati memandang Rako dengan pandangan tak enak hati.

 

AHMAD

Tapi baru kenal anak saya belum lama juga. Kok bisa?
(Beat)
Padahal kami juga warga lama. Apa karena anak saya nggak bisa lihat?

 

Rako tersenyum kaku. Sembari menggelengkan kepalanya.

 

RAKO

Bukan begitu, Pak.

 

Ahmad terus menatap Rako. Tatapannya semakin menajam menunjukkan perasaannya yang mulai sangsi.

 

Haryati menatap Sephia. Ia terus merasa tidak enak hati sekaligus menyesal mendorong suaminya memulai percakapan.

 

Sephia tegang.

 

CUT TO:

 

Di bawah meja, kita akan melihat tangan Sephia meraih tangan Rako. Mereka lalu berpegangan tangan saling menguatkan.

 

CUT BACK TO:

 

RAKO (CONT’D)

Mungkin karena saya selalu sibuk. Saya jarang bergaul dan kenal banyak orang.

 

AHMAD

Itu kamu sendiri yang bilang. Atau orang lain?

 

Rako menahan napas.

 

Ahmad terus menatapnya sangsi.

 

RAKO

Setiap hari, saya pulang kerja dan sampai di rumah hampir selalu pas petang, Pak. Habis itu, saya lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Saya bikin komik.

 

AHMAD

Kamu komikus?

 

Rako menelan ludahnya. Ia menatap ke Haryati.

 

Haryati memberikannya pandangan meminta maaf.

 

RAKO

Belum bisa dibilang begitu, Pak. Saya membuat komik masih sekadar hobi.

 

Ahmad menganggukkan kepalanya paham. Ia menoleh ke Haryati.

 

AHMAD

Bikin komik juga pekerjaan bagus buat anak muda. (Menoleh ke Haryati) Ya kan, Bu.
(Beat)
Tapi ya ... kita pun nggak ngerti bikin komik bisa jadi pegangan apa nggak nantinya. (Menoleh Haryati lagi) Ya kan, Bu.

 

Haryati terpaksa tersenyum. Sembari terus memberikan pandangan meminta maaf ke Rako.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar