Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
WHEN WE TALK WHAT A LOVE IS
Suka
Favorit
Bagikan
4. Bagian 4
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

8. INT. KANTOR KERTAS PUTIH KREATIF — RUANG RAPAT - THE NEXT DAY (DAY) 8

 

Suasana rapat yang tegang.

 

Bos terlihat geram.

 

BOS

(Ke Rako)

Rako, come on! It’s just an another trash.
Lu bisa bikin yang nggak sampah gini, kan? Ayo dong, Ko. Gua udah percaya banget sama lu.

 

Rako menghela napas. Dadanya terasa sesak. Ia tak bisa menjawab. Sementara semua tatapan orang padanya menyudutkan.

 

BOS (CONT’D)

Ko, harga produk ini tuh menengah, ya. Jadi aturan lebih mudah dong buat lu.

 

Bos terus menahan diri agar tidak meledak.

 

 

BOS (CONT’D)

Gimana?

 

RAKO

Gue—-

 

BOS

(Memotong sambil menekan)

Lu bisa nggak?!

 

Rako merasa tatapan orang-orang padanya menyudutkan.

 

Rako berusaha menatap balik tatapan Bos-nya.

 

BOS (CONT’D)

Gini aja deh. Abis makan siang. Maksimal jam 3 gue minta ide yang bener. Biar besok udah fix.
(Beat)
Gila ya, ini rekor kita ngulur deadline terbanyak tahu nggak. (Mengedarkan pandang ke semua orang) Lu semua harus sudah ada! Gua nggak mau tahu!

 

Semua orang mengangguk ke Bos.

 

Bos keluar ruangan tanda rapat itu bubar.

 

Semua orang ikut bubar.

 

Sambil berjalan, beberapa rekan kerja Rako ada yang secara terang-terangan memberikannya pandangan tajam. Pandangan menyalahkannya.


9. INT. GEDUNG KERTAS PUTIH KREATIF — TOILET PRIA - CONTINUOUS 9

 

Rako berdiri di depan cermin. Ia gugup. Matanya berkaca-kaca. Ia menggigiti kuku.

 

Panji keluar dari salah satu bilik toilet. Ia mendekat ke wastafel.

 

Rako menyadari kedatangan Panji. Ia pun buru-buru melepas tangannya dari mulut. Lalu membuka keran air. Ia pura-pura mencuci tangan.

 

Sementara Panji yang memahami kondisinya menatapnya mengasihani. Tapi Panji bersikap apatis. Ia mencuci tangan. Mengeringkan tangan di hand dryer. Lalu pergi.


10. E/I. BUS — AFTERNOON 10

 

Almost sunset.

 

Terlihat bus hampir penuh. Rako duduk di kursi tengah di dekat jendela. Ia menggigiti kuku. Sementara tangannya yang lain memeluk tas di dada. Kursi di sebelahnya kosong.

 

Rako memandang keluar menatap langit.

 

Rako memakai earphone sekalipun tidak sedang mendengarkan musik.

 

Sementara suara-suara penumpang lain yang mengobrol terus terdengar. Ada yang membicarakan kenaikkan harga BBM. Ada yang membicarakan artis yang menyeleweng. Ada juga yang membicarakan gaji dan kekayaan orang lain.

 

Bus berhenti di sebuah halte.

 

Seorang Ibu-Ibu, 45 tahun, dan anaknya, Laki-Laki 8 tahun masuk. Pasangan ibu dan anak itu sama-sama berbadan subur. Sehingga untuk berjalan di lorong bus, si ibu sampai harus memiringkan badan dan terengah-engah.

 

Melihat kursi kosong hanya tersisa di sebelah Rako ia pun menggandeng anaknya mendekat.

 

Tapi begitu melihat Rako menggigiti kuku ia bergidik ngeri. Ia lalu meminta seorang Pemuda, 23 tahun, yang duduk di kursi seberang untuk pindah ke sebelah Rako.

 

IBU-IBU #1

(ke Lelaki Muda)

Kamu pindah ke situ biar saya duduk di sini.

 

Lelaki Muda mendongakkan kepala memandang si Ibu-ibu. Lalu menoleh ke Rako.

 

IBU-IBU #2 (CONT’D)

(Sambil menunjuk ke bangku di sebelah Rako)

Iya. Situ pindah ke sana. Biar saya duduk di sini.

 

Orang-orang mulai memperhatikan.

 

Lelaki Muda itu melongokkan kepala ke Rako.

 

LELAKI MUDA

(ke Rako)

Mas!

 

Rako tak hirau. Sementara penumpang yang duduk di depan Rako, Wanita Muda, 20an tahun, menoleh ke Lelaki Muda.

 

Lelaki Muda menunjuk-nunjuk Rako.

 

Wanita Muda paham. Ia lalu menoleh ke Rako.

 

WANITA MUDA #1

(Menoleh ke Rako)

Mas itu ada yang manggil.

 

Rako terkesiap. Ia melepas earphone.

 

WANITA MUDA #1

(menoleh ke Lelaki Muda)

Dipanggil sama dia.

 

Rako menoleh ke Lelaki Muda.

 

LELAKI MUDA #1

(sambil menoleh ke Ibu-Ibu)

Gantian Mas. Ibu ini mau duduk. Kasihan.

 

Rako menoleh ke Ibu-Ibu.

 

Ibu-Ibu menatap Rako. Pandangannya masam.

 

RAKO

Di samping saya kan masih muat.

 

Ibu-Ibu itu tersinggung. Ia mendengus. Ekspresi mukanya terus ketus.

 

RAKO (CONT’D)

Saya masih jauh—-

 

IBU-IBU

(Memotong kasar)

Tapi kan situ laki. Kuat berdiri kan!

 

Rako tersenyum kaku.

 

RAKO

Anak ibu juga laki. Dan di sebelah saya masih kosong.

 

Beat.

 

Semua orang menoleh.

 

Mulai terdengar desas-desus orang saling menyalahkan. Ada yang menyalahkan si ibu. Ada juga yang terang-terangan menyebut Rako tak gentlemen karena ogah ngalah sama penumpang perempuan dan anak-anak.

 

PEREMPUAN #1

(sinis ke Rako)

Ngalah kenapa sih mas sama ibu-ibu.

 

LAKI-LAKI #1

(Ke Perempuan #1)

Ngalah gimana, Mbak? Itu sebelah mas nya masih kosong loh. Anaknya si ibu kan juga bisa dipangku, Bu. Masih kecil ini.

 

PEREMPUAN #1

Ya kasihan ibunya dong, Mas. Anak segede itu kalau dipangku terus.

 

LAKI-LAKI #2

Dih, masa mangku anak sendiri kasihan.

 

LAKI-LAKI #3

(Ke Rako)
Ya udah Mas ngalah aja.

 

Si Ibu terus bersikap terdzolimi.

 

Rako menoleh ke Laki-laki #3. Sementara semua orang terus menatapnya.

 

Rako menelan ludah.

 

Bus berhenti di halte.

 

Rako menoleh ke luar jendela. Ia pun akhirnya bangkit dan memutuskan turun.


11. EXT. HALTE — LATER 11

 

Rako menghela napas.

 

Ia melihat papan halte. Yang artinya ia harus berjalan atau naik kendaraan satu blok lagi agar sampai di daerah tempat tinggal Vera.

 

Tapi Rako memutuskan berjalan kaki.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar