Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
27.EXT. DI TEMPAT EKSEKUSI-SEKITAR PUKUL 10.30
Ribuan masa berbondong-bondong mendekati lokasi eksekusi mati koruptor itu. Sebelumnya kebanyakan dari mereka membawa botol plastik atau telur busuk untuk dilemparkan pada Bambang Winarno. Namun kali ini massa yang datang berbeda. Mereka semua berjalan perlahan menuju ke tempat ekseskusi mati itu tanpa menimbulkan suara apapun. Tidak ada satupun dari mereka yang berteriak atau mencaci maki Bambang. Mereka semua hanya terdiam. Semua massa yang berkumpul di sekitar tempat eksekusi mati itu mendadak diam seperti orang bisu. Para wartawan yang sebelumnya sangat aktif untuk mengambil video dan foto eksekusi mati kali ini hanya memegangi kamera dan mikrofon mereka dalam diam. Semua mata kini tertuju pada Bambang Winarno.
Bambang Winarno yang kini menjadi pusat perhatian seluruh rakyat negara itu baik secara langsung maupun lewat layar kaca sama sekali tidak menyadari itu. Bambang berdiri di dalam kesunyian menunggu malaikat maut yang akan segera menjemputnya ke akhirat. Seorang pria berseragam lengkap dengan rompi anti peluru dan senjata di punggungnya memberikan aba-aba. Lima orang pria mengacungkan senjata ke arah Bambang Winarno. Empat buah titik merah kini muncul tepat di jantung Bambang Winarno. Detik-demi detik berlalu namun waktu terasa berjalan lambat. Suara ramai di sekitar lapangan yang sebelumnya masih tenggelam dalam keributan kini sunyi seperti kuburan. Massa yang sebelumnya menghina dan mencaci maki Bambang kini melihat ke arah Bambang dengan ekspresi kesedihan dan keputusasaan. Mata mereka merah karena menahan air mata yang hampir menembus pertahanan emosi mereka. Bahkan kameramen dan wartawan profesional juga tak berdaya menghadapi tekanan mental tersebut. Air mata telah lama mengucur deras di pipi beberapa wartawan itu. Tangan mereka bahkan gemetaran sangat memegangi kamera. Mereka semua menahan nafas karena tak sanggup melihat kelanjutan dari kejadian memilukan ini.
Dengan sebuah gerakan tangan sebagai aba-aba kelima orang algojo menarik pelatuk mereka. Sebuah peluru meluncur secepat kilat, melalui titik merah di dada Bambang. Peluru itu terhenti dan bersarang di jantung Bambang Winarno. Bambang Winarno yang merasakan sedikit nyeri di jantungnya kini mulai kehilangan kesadaran. Bambang yang tak sanggup lagi menahan tubuhnya jatuh tertelungkup ke tanah. Bibirnya gemetaran karena ingin mengucap sesuatu.
Bambang: “Allahu Akbar.” (suara sangat lirih)
Bambang yang menggelepar di tanah kini tak lagi bergerak seperti boneka tali yang kehilangan talinya.
Kini semua massa yang terkumpul di sekitar lapangan tak sanggup lagi menahan emosi mereka. Seakan mereka telah bersekonggkol untuk menangis bersama-sama. Air mata mereka mengalir deras bagaikan sungai bengawan solo. Mereka semua mencoba merangkak masuk, mereka saling mendorong agar bisa menjadi yang tercepat untuk membantu pria paruh baya itu berdiri. Polisi mulai membuat barikade dan bekerja keras menahan para penonton yang berusaha masuk ke area eksekusi. Para dokter yang sebelumnya ikut mencaci maki Bambang Winarno lewat media sosial mulai mendekati tubuh Bambang Winarno dengan hati-hati. Dua orang pria berjas dokter memegangi tubuh Bambang Winarno. Mereka berdua menggendong Bambang ke dalam Ambulance dan menidurkannya di ranjang. Kini Bambang yang tidak lagi bernafas tergeletak di atas kasur dengan noda merah di baju oranye yang dipakainya mulai menyebar ke segala arah. Seorang dokter wanita yang sudah ada di dalam ambulance itu membuka penutup kepala yang dipakai Bambang. Wanita itu melihat Bambang yang tertidur lelap dengan peci merah di kepalanya serasi dengan luka menganga di dadanya. Mata wanita itu sedikit merah saat menemukan bahwa Bambang Winarno tersenyum dalam tidurnya. Perlahan tangannya yang akan menyentuh kelopak mata Bambang Winarno bergetar, namun dokter wanita itu tetap bersih kukuh bersikap profesional dan memeriksa kondisi Bambang. Dokter itu membuka mata Bambang, menyinarinya dengan lampu senter kemudian menutup matanya lagi. Dokter itu kemudian menaruh jari tangan kanannya ke bawah hidung Bambang Winarno. Setelah dokter wanita itu menyadari Bambang sudah tidak bernafas, wanita itu menyingkirkan tangannya dari tubuh Bambang. Wanita itu melihat ke arah jam tangan silver kecil di tangan kirinya.
Dokter Wanita B: “Wa-waktu kematian 17 Oktober 2021 jam 10 lewat 37 menit.” (suara bergetar)
Dua dokter lain yang berada di luar ambulance melihat ke arah dokter wanita itu. Salah satu dari mereka masuk ke dalam ambulance lalu mengambil clipboard yang ada di dalam ambulance. Dokter itu menulis sesuatu di atas kertas yang dijepit oleh clipboard itu. Sementara pria yang satunya bergegas pergi untuk melaporkan kondisi Bambang. Setelah pria itu selesai, dokter itu meletakkan kembali clipboard itu. Sementara dokter pria lainnya yang baru saja kembali segera masuk ke dalam ambulance. Dokter terakhir yang masuk ke ambulance menutup pintu ambulance. Pria itu melihat ke arah dokter lainnya. Kemudian dia mengambil kain putih dan menggunakannya untuk menutupi Bambang yang tertidur untuk selama-lamanya. Ambulance mulai berjalan pergi namun para dokter itu masih terdiam. Para dokter itu menundukkan wajahnya seolah keceriaan yang mereka tunjukkan sebelum acara eksekusi ini hanyalah mitos belaka. Perlahan air mata mereka mengalir dalam diam mungkin karena rasa bersalah atau mungkin penyesalan.
Cut to