Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
16.EXT. DI DEPAN TOKO SEPATU-PAGI
Perlahan Yudha membuka matanya. Yudha terbangun dari lamunannya karena mendengar suara ponselnya berdering. Yudha menghela nafas kemudian perlahan merogoh saku jasnya untuk mengambil ponselnya. Suara deringnya yang begitu nyaring membuat sedikit orang yang berjalan di sekitar Yudha menoleh ke arah Yudha. Yudha mengabaikan semua tatapan penasaran mereka dan melihat ke arah layar ponsel androidnya. Yudha sedikit terkejut karena nomor tidak dikenal tertulis di sana. Sejenak Yudha terdiam sambil melihat ke arah ponselnya yang terus berdering. Yudha tahu siapa orang yang menelponnya namun dia tidak mau mengangkatnya. Yudha perlahan memasukkan kembali ponselnya ke saku jasnya sambil menggelengkan kepala. Tatapannya penuh dengan keputusasaan karena Yudha tahu apa yang nantinya akan terjadi padanya. Yudha memantapkan hatinya mencoba mengalihkan pandanganna dari sepatu olahraga pink itu. Yudha perlahan berjalan pergi meninggalkan perempatan jalan yang dilewati oleh sedikit orang itu.
Dari jalan, sebuah mobil dengan cepat bergerak ke arahnya. Mobil hitam, mobil hitam yang sama saat dia pertama kali menjadi kaki tangan orang itu. Mobil itu bergerak cepat dari arah yang berlawanan dari Yudha. Ketika mobil itu sudah berjarak kurang dari lima meter dari Yudha sebuah tangan keluar dari jendela mobil itu. Tanagn itu membawa sepucuk senjata api yang sengaja di arahkan pada Yudha. Melihat jiwanya terancam, Yudha hanya bisa memberikan senyuman kecut. Yudha tahu walaupun dia berlari, mereka juga akan tetap membunuhnya dengan berbagai macam cara yang lebih menyakitkan. Jadi Yudha memilih opsi yang paling singkat dan tidak menyakitkan. Yudha berhenti melangkah dna diam ditempat, menjadikannya sasaran tembak yang sempurna.
Ketika mobil itu berjarak kurang dari lima meter darinya tiga buah peluru terlontar dari senjata api itu. Mereka dengan cepat menembus tubuh Yudha membuat tiga buah lubang berdarah di dadanya. Yudha terhempas ke tanah. Mata Yudha terbelalak saat melihat mobil hitam itu pergi meninggalkan dirinya bersimpah darah. Sedikit pengunjung toko atau orang yang sekedar lewat melihat kejadian itu mulai berkumpul. Orang-orang itu mulai mengerubungi Yudha dengan tatapan khawatir, bingung serta tertawa. Kebanyakan dari mereka mengeluarkan ponsel mereka dan memotret Yudha yang bersimpah darah di atas trotoar.
Pejalan kaki A: “Hei seseorang, tolong telepon polisi.” (panik)
Pejalan kaki B: “Wah, bahan postingan baru nih, kasihan juga sih. Hei tolong telepon rumah sakit.” (tersenyum sambil memotret)
Pejalan kaki C: “Eh, kasihan cepat seseorang tolong dong.” (ekspresi khawatir sambil melihat ke pejalan kaki lain)
Yudha yang setengah sadar melihat ke arah sekelompok pejalan kaki yang mengelilinginya. Yudha mengangkat tangan kirinya mencoba meminta pertolongan. Namun sebelum dia sempat melakukannya luka besar di tangan kirinya tersibak dengan jelas. Yudha teringat kembali semua perbuatan keji yang pernah dilakukannya. Yudha teringat wajah pria tua yang dia pernah rampas uangnya. Wanita tua yang menangis minta ampun karena dipukuli olehnya. Anak kecil yang menangis karena Yudha menghabisi orang tua mereka. Air matanya yang penuh dengan kepedihan tergambar jelas di benaknya. Yudha pun berhenti meminta pertolongan. Yudha meletakkan kembali tangannya ke tanah. Perlahan dia bibirnya terangkat, memperlihatnya senyuman yang menyimpan sejuta rasa sakit.
Yudha: “Mungkin ini adalah karma. Maafkan aku.” (suara sangat lirih yang entah ditujukan kepada siapa)
Yudha perlahan menutup matanya menanti malaikat maut untuk menjemput jiwanya yang hitam sepekat malam.
Cut to