Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
26.INT. DI SEBUAH RUANG RAWAT RUMAH SAKIT-SEKITAR PUKUL 10
Di ruangan itu seorang remaja terbaring di atas kasur menatap kosong ke TV rumah sakit yang terletak di pojok ruangan. Mata remaja itu terus melihat ke arah TV meskipun TV itu dalam keadaan mati. Perlahan pintu terbuka dan Sulis masuk ke dalam ruangan mendekati Rendi yang ada di atas ranjang. Sulis melihat ke arah meja di samping ranjang rumah sakit. Dua buah lontong dan sepotong roti di atas meja masih belum berpindah dari tempatnya. Sulis mengarahkan matanya pada Rendi yang melamun di atas ranjang.
Sulis: “Rendi tidak lapar?” (bertanya dengan suara kecil)
Rendi tidak menjawab. Dia masih melamun tanpa memberikan jawaban iya ataupun tidak.
Sulis: “Rendi mau nonton TV?”
Rendi mengalihkan pandangannya dari TV ke arah Sulis. Namun Rendi masih tidak menjawab. Rendi hanya menganggukkan kepalanya dan melihat ke arah TV, melanjutkan lamunannya.
Sulis mengambil remot di meja dan menyalakan TV. Seorang reporter wanita sedang menyiarkan acara eksekusi mati seorang terpidana mati secara langsung. Sulis mencoba untuk mengganti channel TV itu karena dia tahu siapa yang akan dieksekusi namun sebelum sempat dia melakukanya Sulis berhenti.
Rendi: “Jangan.”(berteriak sedikit keras dengan suara yang agak lemah)
Rendi yang hampir tidak pernah berbicara sejak ayahnya menyerahkan diri hingga sekarang akhirnya berbicara. Tanpa terasa Sulis menitikan air mata sambil melihat ke arah TV. Sulis tidak tahu apakah dia menangis bahagia karena Rendi akhirnya mau berbicara atau bersedih karena kakak iparnya yang akan dihukum mati. Perlahan Sulis menekan tombol remot TV dan mengeraskan suara seorang wanita cantik yang sedang melaporkan kondisi tempat eksekusi secara langsung.
Sarah: “Tapi, apakah Bambang Winarno benar-benar bersalah? Bambang Winarno hanyalah seorang pegawai honorer di kantor kecamatan. Bagi saya ini sangat tidak masuk akal. Bagaimana mungkin beliau bisa memiliki akses dana pembangunan desa yang seharusnya ditangani oleh pegawai kecamatan yang jauh lebih tinggi dan berkuasa? Apakah menurut Anda itu mungkin terjadi? Penyelidikan yang hingga sejauh ini masih belum selesai mengindikasikan bahwa banyak orang terlibat dalam kasus korupsi masal ini. Tapi mengapa hanya beliau yang menjadi tersangka dan dieksekusi mati. Bagaimana bisa ini terjadi. Seolah Bambang Winarno ini dijadikan tumbal dalam kasus ini. Apakah Anda sekalian tidak merasa aneh? Saya merasa kasus ini sangat tidak masuk akal. Eksekusi mati Bambang Winarno yang dipercepat seakan menjadi tanda tanya baru dalam kasus ini. Saya tidak yakin Bambang Winarno adalah pelaku utama, malah bagi saya akan lebih masuk akal apabila Bambang Winarno ini hanyalah korban. Korban dari para koruptor kelas kakap yang tidur di ruang sidang. Dia, Bambang Winarno hanyalah seorang duda beranak satu biasa dari kalangan rekayat kecil. Beliau hanyalah korban yang berada di tempat dan kejadian yang salah. Mungkin benar beliau korupsi, mungkin benar beliau penjahat. Tapi apakah beliau layak mendapat perlakuan tidak manusiawi dari jutaan rakyat indonesia sementara pelaku utamanya masih tamasya di luar negeri?” (dengan nada tinggi penuh kekecewaan)
Sarah menghela nafas sejenak. Sarah memfokuskan matanya ke kamera, kemudian melanjutkan kembali kalimatnya yang belum selesai.
Sarah: “Tapi mungkin semuanya sudah terlambat. Hari ini seorang ayah yang bekerja keras sebagai pegawai honorer untuk menghidupi anaknya akan dieksekusi mati. Sementar para pejabat yang memperalat beliau mungkin masih tidur santai di ruang sidang. Saya sebagai rakyat berharap pemerintah akan menuntaskan kasus korupsi ini. Kemudian memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku. Saya mohon agar pemerintah tidak mengabaikan hilangnya nyawa orang tak bersalah. Sebelum laporan ini saya tutup, berikut ini adalah sebuah pesan terakhir dari Bapak Bambang Winarno untuk putra semata wayang beliau yang diamanahkan kepada saya.”
Tiba-tiba layar TV menjadi gelap, kemudian sesosok pria terlihat muncul di dalam TV. Pria berpeci merah itu tersenyum, sehingga membuat keriput dipipinya sedikit terangkat ke atas. Senyuman pria itu terlihat sangat hangat namun entah mengapa dia terlihat sedih.
Bambang: “Nak, maafkan bapak. Maafkan bapak karena telah menjadi ayah yang tidak baik. Maafkan bapak karena tak sanggup memberikan rumah yang nyaman, tanpa lubang di dinding ataupun atap yang bocor. Maafkan bapak karena tak sanggup memberikan pendidikan yang layak. Maaf karena bapak tak sanggup memberikan sepatu untukmu ataupun alat tulis baru. Maaf karena bapak tak bisa memberikanmu makan yang cukup hingga membuatmu kenyang. Maafkan bapak.” (berbicara dengan suara terisak)
Bambang berhenti berbicara. Bambang berusaha membuka mulutnya namun tak ada suara yang keluar. Air mata perlahan turun menuncur dari pipinya menuju lantai penjara yang gelap dan dingin.
Bambang: “Bapak juga ingin minta maaf karena telah mencuri uang yang bukan hak bapak. Meskipun ini bapak tidak punya pilihan lain tapi ini adalah dosa bapak. Semua ini adalah dosa bapak. Bapak akan menebus kesalahan bapak jadi bapak mohon jangan menyimpan dendam. Rendi, bapak mohon hiduplah dengan baik. Hiduplah dengan jujur. Tidak perlu kaya ataupun berkecukupan. Bapak hanya berharap kamu bisa menjalani hidup ini dengan senyuman walaupun harus bekerja keras. Hiduplah dengan baik. Bapak titip bibimu ya nak.” (sedikit tersenyum ke arah kamera)
Rendi: “Bapak.” (bicara dengan kesedihan dan keputusasaan yang mendalam)
Sulis yang entah sejak kapan air matanya mengalir deras tak mampu lagi menampung kesedihannya. Sulis meraih tubuh Rendi dan memeluknya. Sulis dan Rendi mereka berdua menangis sejadi-jadinya karena pilar penopang hidup mereka telah tiada.
Cut to