INT. DAY, KAFE
Maleia mengeluarkan kartu kreditnya untuk membayar pesanan dirinya dan Sena. Meskipun Sena sudah menolak, Maleia bersikukuh sebagai balas budi karena Sena sudah meluangkan waktu untuk menemaninya berkeliling seharian.
MALEIA
Ok lanjut, what’s your story?
SENA
(menarik bangku) Sabar Mbak Aya. Baru mau duduk saya ini. Lama-lama saya barter kamu sama mas-mas becak di depan.
MALEIA
Boleh aja tapi gak ada temen ngobrol yang lebih seru daripada aku.
SENA
Pantes saya selalu gak betah lama-lama di Jakarta. Manusianya mirip semua kayak kamu.
MALEIA
Masa? Dih jangan ngubah topik. Gimana cerita Anda Bapak Sena yang saya gak tau nama lengkapnya.
Pelayan menyajikan pesanan mereka dan Sena sempat menyesap flat whitenya sebelum melanjutkan cerita tentang dirinya.
SENA
Daraka Sena Andasputra, 35 tahun, keturunan Jawa-Bali, freelancer apa pun yang hasilin duit buat lunasin cicilan kamera dan lensa. Anak kedua dari tiga bersaudara. Puas Ndoro?
MALEIA
Belom. Suka seni gitu nurun dari siapa?
SENA
Ibu, dan sebelum kamu mikir aneh-aneh. Ayah aku gak ada embel-embel kesultanan ya. Ayah juga masih ada campuran Samarinda. Hanya ibu yang murni Bali tapi jodohnya gak sesama orang Bali.
MALEIA
Wah ditentang dong sama kakek-nenek kamu. Humm pantesan ngomong kamu tuh gak ada dialeknya ya.
SENA
Ditentang abis-abisan. Ayah cerita kalo dulu tuh sampe rela nunggu orang tua ibu di depan pager berjam-jam supaya diizinin nikah sama ibu.
MALEIA
Gemes kayak novel...
Ponsel Maleia berdering, ada satu panggilan masuk dari Pramana tetapi Maleia sedang malas mengangkat. Berkali-kali Pramana menelepon dan berulang kali Maleia mereject. Maleia memilih melanjutkan pembicaraan dengan Sena. Ia tidak ingin liburannya menjadi terganggu.
SENA
Angkat aja, siapa tau kerjaan.
MALEIA
Gak kok. Eh, aku ke toilet dulu ya abis itu langsung ke tempat mas Jambang.
Selagi Maleia pergi ke toilet. Tidak sengaja Sena melihat nama penelpon di ponsel Maleia yang tidak dibawa Maleia ke toilet karena sedang di charger.
CUT TO:
