INT. DAY, SALAH SATU GALERI LUKIS
Maleia menghentikan langkah, menatap salah satu lukisan yang menarik perhatiannya sampai Sena tersenyum melihat Maleia berjongkok dan mengusap kanvas di depannya. Sena ikut berjongkok ingin tahu tentang pemahaman Maleia
SENA
Mbak Leia, udah tiga tempat, muter-muter. Akhirnya ketemu yang mau dibeli?
MALEIA
Ini beda, bahkan Jogja gallery gak ada yang kayak gini. Di sini dari semua ekspresionisme, dadaisme, dan surealisme. Dia bediri sendirian dengan jenis kubisme. Kepikiran banget kolasein laptop sama amplop. Ok arti pesannya udah biasa, ketika surat tergantikan dengan email tapi dekontruksi yang dibuatnya gila. Kok bisa permainan abstraknya main sama warna-warna scandinavian gini.
Sena mengangguk paham, ia tersenyum menyetujui ucapan Maleia. Ia menarik kanvas yang sedang dipegang Maleia dan memutarnya.
MALEIA
Eh kenapa? Saya kebanyakan ngomong gak jelas ya sampe..
SENA
Bukan (menunjuk nama di kayu kanvas) mas Jambang. Mau ketemu sama orangnya? Mbak Leia paham banget tentang lukisan kayaknya.
MALEIA
Hah? Mas Sena kenal sama yang ngelukis? Dia orang Jogja?
SENA
Sama-sama orang Bali. Mas Jambang ngefans sama karya anak-ibu Delaunay. Penganut kubisme sejati sama kayak Mbak Leia.
Maleia berdiri, memperhatikan insial JM pada kayu kanvas. Perasaannya luar biasa bahagia menemukan sesuatu yang hilang kembali hadir di dalam kehidupannya.
MALEIA
Saya bukan penganut kubisme. Masih belajar kalo sampe selevel Picasso. Saya lebih mengarah ke ekspresionisme dan fauvisme.
SENA
Wah pengen jadi Maurice de Vlaminck, Mbak?
Maleia memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Sena. Ada sesuatu yang mengelitik tetapi membuatnya nyaman.
MALEIA
Untuk ukuran bukan pecinta seni lukis, Mas Sena paham banget ya sama area ini. By the way, Aya, capek denger panggilan Mas Sena kayak orang lagi mau jualan ke aku.
SENA
Maksudnya?
MALEIA
Stop calling me ‘Mbak’, panggil aja Aya atau Leia dan aduh apaan sih dari kemaren kita ngomong formal segala. Aku-kamu aja Mas. Masih kedengeran sopan kok. Apa lebih asik gue-loe?
SENA
Susah emang anak ibukota. Yawes, sak karepmu Aya. Jadi mau ketemu mas Jambang?
MALEIA
(tertawa) Eh aku tau loh itu artinya. Ya ayo, mumpung aku udah absen jadi sopirnya Eva dan Cilla. Emang mas Jambang lagi free?
SENA
Tinggal tak telepon, lagian manusia itu selalu standby di goanya. Ini jadi kamu beli apa ndak? (menunjuk kanvas)
MALEIA
Wong jowonya keluar ya Mas Sen, komplit amat sama medoknya. (pause) Boleh deh, biar ketemu Mas Jambangnya bisa sekalian minta tanda tangan dan minta ilmu suhunya. Eh, Mas Jambang gak gigit orang kan?
SENA
Biar Mbak Aya puas sama pelayanan saya. (membungkuk)
MALEIA
(memukul pelan bahu Sena dan tertawa) Apaan sih, nanya apa malah dijawab begitu. Biar puas, sekalian bayarin dong (memutar kanvas) ini harganya lumayan, bisa buat nongkrong di HeHa.
SENA
Ya mending aku minta gratisan sama Mas Jambang. Langsung aja kalo gitu ke rumahnya.
MALEIA
Tapi kamu yang nyetir ya Mas. Sumpah masih capek menerjang dan membelah gunung Pacitan.
SENA
Sena aja gak usah pake Mas. Tunggu di mobil aja duluan, aku pamitan sama yang punya. (menyerahkan kunci mobil)
CUT TO: