INT. NIGHT, RUMAH KELUARGA ARIFIN-MEJA MAKAN
Maleia terpaksa harus menahan diri tidak segera pergi karena ancaman ibu dan adiknya. Mereka merasa Maleia harus terlihat kuat dan mempertahankan harga diri di depan keluarga Pramana. Meski saat ini mereka semua berkumpul di satu meja makan dan Maleia harus menelan bulat-bulat rasa kecewa karena Pramana lebih menurut pada mamanya yang menginginkan anak sulungnya duduk di sebelah Via dibandingkan bersama Maleia. Berkali-kali ibu Tya dan Aiza menepuk punggung tangan Maleia yang sudah geram melihat dan mendengar mama Latifa selalu memuji Via dan membandingkan dirinya dengan perempuan itu.
PAPA ARIFIN
Aya juga hebat, umur 31 tahun udah jadi Senior Head of Project di PR konsultan terkenal, Ibu Tya pasti bangga ya sama Aya.
IBU TYA
Alhamdulillah Pak, gak pernah ngerepotin jadi anak.
MAMA LATIFA
(mendengus) Buat apa jabatan hebat kalo gak bisa urus keluarga sendiri. Iya kan Pram?
PRAMANA
Ma...(melihat Maleia) pekerjaan Aya dan Via beda, gak bisa dibandingin.
MAMA LATIFA
Jelas beda, kalo istri kamu cuma mikirin uang sampe anak kebanyakan diurus neneknya. Via ini belum nikah aja, sambil kerja apik kok urus keluarga dan keponakan.
IBU TYA
Bu Tifa, saya ikhlas urus Diyan. Iya kan Nak? (menegur Diyan yang sedang asik menonton dari ponselnya sambil makan)
DIYAN
(mempause tontonannya) Kenapa Nek?
MAMA LATIFA
Kamu lebih seneng diurus nenek apa mama?
DIYAN
Mama sibuk tapi aku seneng diurus nenek apalagi dulu sama kakek.
TEMAN MAMA LATIFA 2
Diyan kalo diurus sama tante Via seneng gak? Kan udah pernah jalan bareng.
Maleia, ibu Tya, dan Aiza terkejut mengetahui fakta yang tidak pernah mereka tahu sebelumnya.
MALEIA
Maksud jalan bareng apa ya?
(menatap Pramana meminta penjelasan)
VIA
Gak Mbak, kemarin pas Mas Pram nginep di sini kebetulan aku lagi main jadi sekalian ngajak Diyan jalan-jalan. Maaf Mbak kemarin gak izin ke Mbak.
MAMA LATIFA
Kenapa minta maaf Via, Mama malah seneng cucu Mama diajak jalan-jalan daripada di rumah terus karena ibunya sibuk ngejar mimpi gak jelas.
Maleia tertawa miris, melempar garpu yang sedari tadi ia genggam ke atas meja. Ia mendorong bangku ke belakang sangat kencang, mengajak ibu dan adiknya pergi. Tidak lupa ia meminta Diyan menghentikan kegiatan makannya dan mengajaknya untuk ikut pulang.
PRAMANA
(menahan tangan Maleia yang mengajak Diyan pergi) Ya, aku bisa jelasin tapi liat situasi.
MALEIA
Abang Pramana Terhormat, kalau Anda masih mau di sini silakan saya gak larang tapi saya mau ajak anak dan keluarga saya pergi (menepis tangan Pramana)
IBU TYA
Ya, duduk dulu. Biar Diyan beresin makan malemnya.
MAMA LATIFA
Duh Bu Tya ini dulu sama suami ajarin sopan santun ke anak-anaknya gak? Saya lihat semuanya gak punya manner.
Baik Maleia dan Aiza geram mendengar mama Latifa menyindir ibu dan almarhum bapak mereka. Maleia langsung menggendong Diyan dan pergi keluar rumah tanpa berpamitan disusul Aiza. Ibu Tya meskipun kecewa berusaha tersenyum, mengucapkan maaf, dan menyusul kedua putrinya.
IBU TYA
(menarik tangan Maleia) AYA!!! Ibu gak pernah ajarin kau begitu di depan orang lain.
MALEIA
Bu, saya marah karena keno cugak be saya lantak dio Bu. Harga diri aku gak apa-apa direndahin asal jangan Ibu sama bapak. Sakit Bu, enam tahun aku dianggap sampah.
IBU TYA
Ya...
MALEIA
Capek Bu, capek. Dulu sebelum dia kaya karena nikah sama pak Arifin. Siapa yang bantu dia sama adik-adik Pramana? AKU BU! AKU!
PRAMANA
AYA!!! Gak perlu teriak-teriak di rumah keluarga aku.
Maleia menggeleng tidak percaya melihat perilaku suaminya. Susah payah Maleia mengigit bibir bawahnya agar tidak terlihat lemah karena menangis. Dia tidak mau menunjukkan kelemahan di depan suaminya sekalipun.
PRAMANA
Mama gak maksud, tolong ngerti sedikit Ya (berbicara dengan nada lebih rendah) Maaf...
MALEIA
Sebentar Pram,
Maleia menyerahkan Diyan pada Aiza dan menyuruh anak dan ibunya masuk ke dalam mobil
MALEIA (cont’d)
Aku emang gak pernah baik menjadi istri ataupun jadi ibu. Pram, dulu aku pikir kebahagiaan aku itu kamu. Mau mama bilang apa, aku terima karena tau rumah aku itu kamu. Dua tahun terakhir aku gak merasakan itu lagi...
PRAMANA
Aya denger...
MALEIA
(mengangkat tangannya menahan Pramana berbicara) Silakan kalo kamu lebih memilih pilihan mama kamu. Aku akan tetep milih mimpiku untuk menuhin janjiku sama bapak. Aku dulu bisa berdiri sendiri, sekarang kenapa aku harus memohon sama kamu kayak pengemis? Mungkin Via lebih cocok jadi istri kamu.
Maleia membalikkan badan tetapi ditahan oleh Pramana. Maleia mengelak, ia hanya tersenyum tipis dan pergi dari pandangan Pramana.
CUT TO :