Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
SUNSHINE (Ketulusan, Cinta & Pengorbanan)
Suka
Favorit
Bagikan
1. Part 1

1. INT.RUMAH HANIN(KAMAR HANIN) – PAGI

BUNDA (47 tahun) membuka gorden, cahaya matahari masuk cukup menyilaukan pandangan Hanin (18 tahun), yang terbaring tak berdaya, dengan berbagai alat medis menghiasi tubuhnya (seperti NGT, Intubasi, selang infus, kabel-kabel EKG).

Tampak sebuah kamar yang terlihat seperti ruang ICU, dan Hanin terbaring tak berdaya di atas tempat tidur bernuansa bunga matahari. Bunda berjalan menghampiri Hanin.

BUNDA

Selamat pagi sayang..

Hanin hanya membalasnya dengan sekali kedipan mata. Lalu Bunda mencium kening Hanin.

BUNDA

Pagi ini kamu kelihatan segeran sayang. Bunda berharap keadaan kamu lebih baik dari sebelumnnya..

Bunda mengelus kepala Hanin yang botak sambil tersenyum.

BUNDA

Bunda panggil kak Hans dulu ya buat periksa keadaan kamu..

Bunda kembali mencium kening Hanin dan pergi keluar kamar. Sementara pandangan Hanin kembali tertuju ke arah jendela.

HANIN (V.O)

Seharusnya bukan Bunda yang membuka jendela kamarku. Biasanya, sebelum matahari terbit, aku sudah terbangun dari tidurku...

CUT TO FLASHBACK:

2. INT.RUMAH HANIN(KAMAR HANIN) - PAGI

INI BAYANGAN HANIN.

Dengan semangat Hanin melangkah menuju jendela kamar. Lalu, Hanin buka jendela dan berjalan menuju balkon rumah untuk melihat Matahari terbit.

HANIN (O.S)

Aku sangat mengagumi benda ciptaan Tuhan yang satu ini. Sentuhan hangat sinarnya mampu memberi semangat di pagi hari untukku. Kilau sinarnya membuatku semakin takjub, betapa indahnya ciptaan-Mu Tuhan..

Hanin berdiri di balkon sambil tersenyum bahagia memandang matahari terbit.

HANIN (O.S)

Aku ingin seperti matahari yang begitu tangguh. Di langit hanya sendiri, bergelantung tanpa tiang penyangga, tapi tetap kuat dan tak pernah mengeluh. Dengan ketulusannya menerangi bumi di siang hari tanpa lelah..

NOTE: Disini Hanin tidak botak.

BACK TO REAL:

3. INT.RUMAH HANIN(KAMAR HANIN) - PAGI

Hanin yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur.

HANIN (V.O)

Aku ingin seperti matahari.. aku tak mau merasa kesepian walau sendiri. Aku tak mau mengeluh dengan rasa sakit yang selalu menimpaku. Aku ingin selalu bersinar untuk orang-orang di sekililingku. Meski kenyataannya, aku redup tanpa cahaya..

CUT TO:

BLACKSCREEN

ESTABLISH RUMAH MEWAH HANIN PAGI

BEBERAPA HARI YANG LALU

4. INT.RUMAH HANIN – PAGI

Hanin berjalan mengendap menuruni tangga, sambil melirik kanan kiri layaknya seorang pencuri. Lalu Hanin berjalan cepat menuju pintu utama. Hanin meraih gagang pintu. Dengan antusias Hanin membukanya, tapi ternyata pintu dikunci.

HANIN

Emch... kok dikunci sih?!..

Lalu Hanin berjalan ke arah pintu samping rumah. Tapi ternyata hasilnya sama.

HANIN

Ih.. kok dikunci juga sih?!..

Akhirnya Hanin menuju pintu dapur. Tapi tetap saja, semua pintu dikunci.

HANIN

Ahhh sial.. Aku benci!..

BI MINAH (55 tahun) datang menghampiri.

BI MINAH

Semua pintu dikunci sama Bunda.. Bunda juga pesen, Neng Hanin nggak boleh keluar!..

Hanin kesal.

HANIN

Ekhhh.. nyebelin..

Hanin pergi meninggalkan Bi Minah.

NOTE: Keadaan Hanin masih sehat dan bisa beraktivitas normal. Masih memiliki rambut juga.

CUT TO:

5. INT.RUMAH HANIN(KAMAR HANIN) - PAGI

Brakkkk. Pintu dibanting keras. Tampak isi kamar yang mirip ruang ICU rumah sakit. Ada ranjang pasien, alat infus, EKG, dan tabung oksigen.

HANIN

Arrrgghhh!!!...

Dengan kesal Hanin berjalan menuju tempat tidur, lalu mengacak-ngacak barang-barang. Hanin menangis. Seketika badan Hanin lemas hingga terduduk di lantai.

BUNDA (O.S)

Maafin bunda sayang..

Hanin langsung menoleh, ternyata Bunda sudah berdiri di depan pintu. Bunda berjalan mendekati Hanin. Dengan lembut Bunda hapus air mata lalu memeluk Hanin.

BUNDA

Bunda hanya ingin kamu baik-baik aja sayang...

Hanin malah melepaskan dekapan Bunda, seakan-akan tak ingin tangan Bunda menyentuhnya.

HANIN

Tapi jangan kayak gini lagi Bun! Hanin punya kehidupan sendiri!..

BUNDA

Kejadian kemarin cukup jadi pelajaran buat Bunda. Dan Bunda nggak mau itu terulang lagi!..

Hanin makin berontak.

HANIN

Hanin punya mimpi Bun, Hanin punya banyak keinginan!!..

BUNDA

Bunda tau sayang.. Bun-

Hanin memotong perkataan Bunda.

HANIN

Bunda nggak pernah tau apa yang Hanin mau! Bunda nggak pernah tau!..

Kini giliran Bunda yang menangis.

BUNDA

Kamu mau apa sayang? Kamu mau apa? Bilang sama Bunda! Biar Bunda tahu apa yang kamu mau..

HANIN

Permintaan Hanin cuman itu Bun!!..

Tangis Bunda semakin pilu.

BUNDA

Apapun yang kamu mau akan Bunda kasih. Tapi tolong! Untuk yang satu ini kamu dengerin Bunda!..

HANIN

Kenapa Bun?! Bunda takut Hanin anfal lagi? Bunda takut Hanin mati dan ninggalin Bunda dengan cepat? Itu kan yang Bunda takutkan?!..

Bunda hanya berusaha menghapus air mata yang terus berjatuhan.

HANIN

Hanin udah janji sama Bunda.. Hanin pasti kuat! Hanin pasti bisa hidup normal. Dan buktinya sampe saat ini Hanin masih bisa bertahan kan?! Meski harus jauh dan tidak tergantung lagi sama semua alat-alat itu!..

Hanin nunjuk ke alat-alat medis yang berantakan di lantai.

HANIN

Jadi Hanin mohon sama Bunda, jangan perlakuin Hanin lagi kayak orang yang mau mati besok!..

Hanin mencoba meredam amarahnya, sementara Bunda hanya bisa menangis.

HANIN

Biarin Hanin bebas Bun! Hanin sakit bukan berarti Hanin lemah. Dan soal kematian.. Bunda nggak usah takut, semua orang udah punya waktu yang tepat kapan dia akan mati!..

Tangis Bunda semakin pilu. Hanin tidak peduli. Hanin beranjak pergi, tapi tiba-tiba kepala Hanin sakit. Sampe-sampe tubuh Hanin kehilangan keseimbangan.

HANIN

Aww...

Bunda panik.

BUNDA

Astagfirullah, Hanin...

Bunda langsung meraih tubuh Hanin yang hampir terjatuh ke lantai, lalu Bunda sandarkan dipangkuannya.

BUNDA

Sayang..

Hanin tampak meringis menahan sakit.

HANIN

Bunda.. Bun..

Hanin semakin terlihat kesakitan.

BUNDA

Sayang.. jangan buat Bunda panik gini dong..

Hanin semakin meringis.

HANIN

Sakit Bun.. sakit banget Bunda... Aaaaawww..

Hanin menangis. Bunda semakin panik, apalagi Hanin yang terus meremas bagian kepala sambil meronta-ronta sangking sakitnya.

BUNDA

Bunda panggil kak Hans ya sayang.. atau tante Dewi. Hanin tahan ya..

Bunda hendak pergi. Tapi Hanin menahannya.

HANIN

Bunda jangan pergi!... Jangan tinggalin Hanin!..

Hanin merengek, Bunda semakin tidak tega.

BUNDA

Iya sayang, iya. (Teriak) Hans.. Dewi.. (ke Hanin) Tahan ya Sayang..

Di saat Bunda panik, Hanin malah fokus memperhatikan Bunda yang begitu mengkhawatirkannya.

HANIN (V.O)

Sepertinya Tuhan sedang menghukum Hanin atas apa yang sudah Hanin lakukan sama Bunda..

Sementara Bunda masih berusaha memanggil Hans dan Dewi.

BUNDA

(Teriak) Hans.. Hans.. Dewi..

Hanin meneteskan air mata sambil terus memandang wajah Bunda.

HANIN (V.O)

Maafin Hanin Bun..

Tidak lama, HANS (25 tahun) dan DEWI (42 tahun) tiba.

HANS

Astagfirullah Hanin..

DEWI

Cepet Hans angkat ke tempat tidur!

Hans langsung memindahkan Hanin ke tempat tidur, dengan sigap Hans dan Dewi memeriksa kondisi Hanin. Kemudian menempelkan alat-alat medis. Hans memasang selang infus, dan Dewi memasang selang oksigen.

HANIN (V.O)

Bunda..

Dengan pandangan buram Hanin menatap Bunda yang terlihat begitu sedih. Dan perlahan tubuh Hanin lemas, pandangannya gelap, dan Hanin kehilangan kesadaran.

CUT TO:

ESTABLISH RUMAH HANIN MALAM

6. INT.RUMAH HANIN(KAMAR HANIN) – MALAM

Terlihat Bunda memasuki kamar Hanin, lalu duduk di samping Hanin yang belum sadarkan diri. Masih mengenakan infusan dan oksigen.

BUNDA

Sayang.. maafin sikap Bunda selama ini. Bunda ngelakuin ini karena Bunda khawatir.

Bunda mengelus rambut Hanin penuh kasih.

BUNDA

Apa kamu tahu sayang... Bunda nggak pernah bisa tenang melewati setiap detik yang berlalu. Dalam hati Bunda selalu ada pertanyaan, apakah kamu bisa melewati hari? Dan apa kamu juga tahu sayang... Setiap malam saat kamu akan tidur, Bunda selalu takut, akankah besok pagi kamu masih bisa membuka mata?..

Bunda terlihat meneteskan air mata.

BUNDA

Setiap hari selama tiga tahun perasaan itu selalu menghantu Bunda. Berat melepas kamu jauh dari Bunda.. Tapi demi kebahagiaan kamu Bunda rela lakuin itu. Meski akhirnya kamu harus seperti ini..

Bunda mencoba menghapus air matanya yang terus berjatuhan.

BUNDA

Bunda merasa bersalah, karena belum bisa menjadi ibu yang baik buat kamu... Bangun sayang! Jangan buat Bunda takut. Bunda belum siap kehilangan kamu..

Bunda mencium tangan Hanin diiringi tangis. Dan di waktu bersamaan Hanin meneteskan air mata. Lalu perlahan Hanin menggerakkan satu demi satu dari kelima jarinya, kemudian Hanin menggenggam tangan Bunda yang baru saja melepaskan genggamannya. Bunda tampak bahagia.

BUNDA

Sayang..

Perlahan Hanin membuka mata, meski pandangannya masih buram.

BUNDA

Sayang.. akhirnya kamu buka mata juga..

Bunda mencium tangan, pipi, lalu kening Hanin dengan bahagia.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar