Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Menjelang Gentari Tenggelam
Suka
Favorit
Bagikan
19. #19 Alasan Meninggalkan
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

167. EXT. BALKON KAMAR RANDI — PAGI

Gentari baru saja memakan obatnya dengan ditemani Erika.

GENTARI

Ma, aku pengen punya kamar yang ada balkonnya juga kayak gini. Apa nggak bisa aku pindah kamar?

ERIKA

In-

RANDI

Nggak! Nggak bisa!

Tiba-tiba Randi datang.

RANDI

Jangan coba-coba pindah ke kamar aku ya.

Gentari cemberut.

RANDI

Mama juga jangan ngizinin dia untuk pindah ke kamar aku, atau kamar Putri! Jangan coba-coba bujuk kita karena kemauan dia.

ERIKA

Randi....

RANDI

Memangnya kamu pikir kalau kamu sakit berarti kamu bisa minta apapun dan kita juga harus nurutin. Bukan kamu yang ngatur dunia, bukan gini caranya dunia berjalan.

Gentari hendak menangis.

RANDI

Mau nangis? Terus bilang lagi mungkin waktu kamu nggak banyak, pikirin kamu yang bisa bikin itu terjadi, Gentari!

GENTARI

Apa perlu marah-marah gitu?

Bibir Gentari bergetar.

Gentari langsung beranjak dari sana dan pergi sambil menangis.

ERIKA

Randi, kamu kenapa sih?

RANDI

Biar dia tau aja Ma, dia nggak bisa terus-terusan minta diturutin terus bilang kalau waktunya nggak akan lama.

ERIKA

Caranya salah.

Erika langsung pergi dari sana mengejar Gentari dengan wajah marah.

Randi menghela nafas kasar.


Cut to

168. INT. KAMAR GENTARI — PAGI

Gentari memeluk bantal guling sambil cemberut, Erika mengelus-elus bahunya.


Cut to

169. INT. KAMAR RANDI — PAGI

Putri menghampiri Randi yang sedang mengerjakan tugas.

PUTRI

Lo tu kenapa sih Ran? Marah terus sama Gentari! Bisa kan kalau ngomong tu baik-baik.

RANDI

Ya maaf, gue emang mudah kebawa emosi.

PUTRI

Emangnya semua orang harus maklumin emosi lo apa? Bukan gini caranya dunia berjalan!

RANDI

Iya nanti gue minta maaf. Gue cuma kesel aja sama omongan dia tadi.

PUTRI

Nggak bisa apa berusaha jadi baik sama dia!

Putri kesal lalu pergi dari kamar Randi.

Randi menghela nafas pelan.


Cut to

170. INT. KAMAR GENTARI — MALAM

Gentari sedang menulis di buku hariannya.

Tiba-tiba Randi membuka pintu kamarnya. Awalnya Gentari kaget dan mengemasi bukunya, kemudian ia meletakkan buku itu di dalam laci.

Randi berjalan sambil memperhatikannya, dan duduk di pinggir kasurnya

RANDI

Apaan sih nyembunyiin-nyembunyiin, memang kamu pikir Kakak nggak liat apa.

Randi langsung mengambil buku itu.

GENTARI

Iih Kak jangan!

RANDI

Kakak mau baca apa isinya!

GENTARI

Ish jangan!! Aku nggak mau!

Mereka memperebutkan buku itu hingga akhirnya Gentari mengalah.

Gentari cemberut.

RANDI

Kurangkai bait di hari ini, sengaja kuberi titimangsa hari esok
Ragaku seakan bertanya
Mengapa hari esok?
Hari esok mungkin kertas yang penuh dengan coretan ini akan tergeletak bebas di sini
Mungkin sang penyair biasa ini yang tersisa hanya tinggal bait kenangan
Aku dan pusiku akan dikenang
Dengan bait sederhana ini
Kurangkai kenangan
Kuciptakan keabadian dengan tulisan
Aku ingin dikenang...
Bukan ingin mati
Bukan ingin mengakhiri kehidupan
Aku hanya tengah menggores kenangan
Yang mengisyaratkan bahwa hari esok adalah rahasia Tuhan.

GENTARI

Sini!!

Gentari langsung menarik bukunya itu.

RANDI

Ngapain bikin kayak gitu? Bikin kenangan, pesan-pesan sebelum kematian?

Gentari menampar wajah Randi dengan buku yang ia pegang.

GENTARI

Aku ikut lomba puisi di sekolah tau!

RANDI

Terus kenapa kayak gitu?

GENTARI

Kan memang tentang waktu temanya, yang ada di pikiran aku cuma itu.

RANDI

Halah banyak alasan!

GENTARI

Memangnya Kakak pikir gampang apa nulis-nulis puisi kayak gini!

RANDI

Gampang, sini.

Randi merebut buku itu lagi dan mengambil penanya, lalu ia mengambil posisi tengkurap di ranjang Gentari dan mulai menulis.


Cut to

171. INT. KAMAR GENTARI — MALAM

Gentari memejamkam mata sesekali sambil tengkurap dan memperhatikan Randi.

GENTARI

Udah dua jam Kak, masih satu baris, belum lanjut, dari tadi cuma mikir doang. Aku udah ngantuk mau tidur.

RANDI

Susah juga ya ternyata, nggak tau ahk! Kakak juga udah ngantuk.

Gentari mengangguk lesu.

RANDI

Besok Kakak usahain lagi, lebih bagus dari pada punya kamu. Liat aja.

GENTARI

Terserah, aku mau tidur.

RANDI

Yaudah tidur aja, Kakak juga mau tidur. Perbaiki posisi tidur kamu, jangan gitu.

Gentari langsung berbaring dengan mata yang terpejam. Randi menyelimutinya.

Sebelum ia pergi, Randi menepuk puncak kepala Gentari pelan.


Cut to

172. EXT. TERAS — PAGI

Gentari sedang menelpon Lia.

GENTARI

Gue udah selesai bikin puisinya. Jadi gimana?

GITA

Lo nggak mau bilang langsung ke Kak Ben aja?

GENTARI

Emangnya kalian nggak bisa bantu?

GITA

Bisa, cuma biar ekhem-ekhem aja!

GENTARI

Apaan sih! Gue nggak tau kenapa sama Kak Ben. Dia nggak pernah lagi chat gue, telpon gue, bahkan cuma liat story gue doang. Nggak tau apa sebabnya.

ANGGI

Kok bisa? Dia ghosting lo? Kurang ajar banget tu orang.

GENTARI

Sebenarnya gue malu bilang ini, tapi gue nggak tahan. Kalian nggak mau coba-coba tanya tapi jangan keliatan nanya.

GITA

Aman! Nggak usah malu-malu, bilang aja. Nanti kita tanyain pake kode.

GENTARI

Tapi beneran ya jangan keliatan banget.

ANGGI

Tenang aja, semua beres. Termasuk puisi lo. Aman terkendali.

GENTARI

Oke deh makasih yaa.

LIA

Cepetan bisa sekolah, tiga hari pengumpulan puisi, tiga harinya buat bacain puisi. Harus dateng lho!

GENTARI

In Sya Allah.


Cut to

173. INT. KAMAR GENTARI — SORE

Gentari keluar dari kamar mandi, sebuah buket bunga di ranjang menarik perhatiannya.

Gentari mengambilnya, selembar foto yang bergambarkan dirinya dan Randi saat perekaman video musik waktu itu.

Gentari cemberut. Ada tulisan di balik foto itu MAAFIN KAKAK.

Gentari duduk, dan mengambil sebuah kotak yang berisi dua coklat dan minuman kesukaan Gentari.


Cut to


174. EXT. KORIDOR SEKOLAH — SIANG

Lia, Gita, dan Anggi berjalan beriringan, dan dari kejauhan terlihat Ben yang akan berselisihan dengannya.

LIA

Eh itu Kak Ben. Kita harus gimana?

ANGGI

Gampang, itu urusan gue.

GITA

Lo beneran! Jangan malah bikin kacau.

ANGGI

Enggak, tenang aja, santai.

Lalu mereka hampir mendekati Ben. Ben hanya melirik mereka sekilas.

ANGGI

Waduh, ada kang ghosting nih.

Gita langsung melotot, sedangkan Lia menyikutnya.

ANGGI

Nggak nyangka ternyata.... Kalau mau ghosting kayaknya lebih baik bilang aja kalau mau pergi.

GITA

Kasian anak orang, mana lagi....

Ben menghentikan langkahnya sambil menghela nafas pelan.

BEN

Kabar Gentari gimana?

Tiga sahabat Gentari itu langsung berhenti.

ANGGI

Tanya aja sendiri, jangan tanya kita! Dasar cowok munafik!

Ben menghela nafas pelan.

BEN

Ada alasan kenapa aku jauhin dia.

GITA

Karna dia sakit? Dia sekarat? Dia nggak kayak cewek lain?

LIA

Jadi rayuan itu cuma becanda doang?

BEN

Bukan gitu....

ANGGI

Nyenyenye.... Jijik gue! Jadi cowok tu yang gentel dong! Sembarangan aja, keliatannya aja baik, padahal....

Ben langsung saja melanjutkan langkahnya meninggalkan mereka bertiga.

ANGGI

Dih! Malah pergi! Kurang ajar lo!

GITA

Udah biarin aja, setidaknya kita udah ngomong. Paling nggak terngiang-ngiang.

Lia mengangguk.


Cut to

175. INT. KAMAR PUTRI — SORE

Gentari ditarik Putri untuk memasuki kamarnya.

GENTARI

Kenapa Kak.

Dengan tersenyum manis, Putri mengambil sebuah kotak di atas mejanya, lalu mengambil kue dan membawanya ke arah Gentari.

Gentari langsung tersenyum.

PUTRI

Sekalian kadonya nih.

GENTARI

Apa?

Putri memberikan sebuah kotak. Lalu Gentari membukanya.

PUTRI

Buku, tapi kertasnya polos, di sana kamu bisa nempel foto dan tulisan, biar lebih bagus. Kayaknya kamu bisa deh bikin kata-kata bagus.

GENTARI

Masa sih?

PUTRI

Iya, jadi Kakak beliin ini untuk nulis. Harus digunain yaa....

GENTARI

Aaa cantik banget, gemes. Makasin ya Kak.

Gentari langsung memeluk Putri.


Cut to

176. INT. KELAS — PAGI

Gentari sudah di sekolah dan ia dikerumuni beberapa teman sekelasnya dan juga tiga sahabatnya.

Sekretaris

Jadi nanti puisi yang lo bacain di aula, itu bukan punya lo, tapi punya orang. Kayak diundi gitu deh, terus dikasih waktu untuk belajar bacanya selama 10 menit, jadi yang dinilai bukan cuma puisi tapi cara berpuisi juga.

GENTARI

Iih gue jadi ngeri.

GITA

Udah nggak papa, coba aja dulu. Kalau lo nggak bisa itu nanti kalau lo udah coba.

Gentari mengecutkan wajahnya karena takut.


Cut to

177. INT. AULA — SIANG

Gentari ditemani Gita, Anggi dan Lia ke aula untuk mengambil nomor undian.

Di sana cukup ramai orang. Tapi Gentari ditahan teman-temannya untuk tidak berdesak-desakan.

Setelah mulai lapang, Gentari maju ke meja panitia.

Di sana ada Ben. Mereka sempat bertatapan beberapa saat lalu kembali ke tugas masing-masing.

ANGGOTA OSIS

Oh lo ikut juga ya, Gentari.

GENTARI

Iya Kak.

ANGGOTA OSIS

Udah siap puisinya?

GENTARI

Udah kok.

ANGGOTA OSIS

Semoga berhasil ya. Ini nomor undian kamu habis itu tulis nama kamu di depan Ben, untuk pendaftaran.

Gentari mengangguk. Lalu ia berjalan ke depan meja Ben.

Ben memberikan pena padanya, lalu menunjuk kolom yang harus Gentari isi. Ben sama sekali tidak menatapnya dan terlihat sangat dingin.

Gentari pun hanya diam saja lalu setelah itu pergi mengahampiri teman-temannya.

GITA

Selesai?

Gentari mengangguk sambil berjalan pergi.


Cut to








Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar