Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Menjelang Gentari Tenggelam
Suka
Favorit
Bagikan
6. #6 Harapan

45. INT. KAMAR GENTARI — SORE

Bi Wati memasuki kamar Gentari untuk memeriksanya.

BI WATI

Astaghfirullah Gentari. Ini kenapa?

Gentari tertidur sambil duduk.

BI WATI

Gentari, Nak. Gentari, Sayang. Gentari ....

Gentari terbangun.

BI WATI

Ini semua kenapa?

GENTARI

Tolong keluar aja, Bi. Aku mau sendirian.

BI WATI

Tapi ini kenapa?

GENTARI

Keluar Bik!!

Gentari hendak menangis lagi. Bi Wati yang tidak berani bertanya lagi langsung pergi dari sana dan menelpon Erika saat ia sudah keluar kamar.


Cut to


46. EXT. HALAMAN RUMAH — SORE

Erika baru saja keluar dari mobil dan Putri juga baru saja masuk pekarangan rumah.

ERIKA

Putri.

Putri yang baru saja berhenti membuka helm. Erika langsung menghampirinya.

ERIKA

Gentari kenapa? Kata bibi dia tidur di lantai, nangis. Kamar juga berserakan, kalian kenapa! Nggak makan?

PUTRI

Aku kesel Ma, sebelum makan dia batuk parah banget, sampe batuk darah, terus darahnya hampir aja kena kotak nasi punya aku, jorok Ma, aku nggak selera makan, jadi ya aku buang.

ERIKA

Kamu ngomong langsung ke dia?

PUTRI

Yaiya namanya aja kesel, nggak selera makan banget Ma jadinya.

ERIKA

Mama yang nggak sakit aja dengernya sakit hati, apalagi dia. Coba kamu renungin dulu.

Erika langsung pergi dari sana meninggalkan Putri yang hanya diam dan memperhatikan Erika.


Cut to

46. INT. KAMAR GENTARI — SORE

Erika memasuki kamar Gentari. Saat ini Gentari sedang berbaring di kasurnya. Spreinya sudah berada di lantai.

ERIKA

Gentari ....

Gentari langsung membuka matanya dan melihat ke arah Erika.

GENTARI

Mama ....

Erika duduk di dekat Gentari berbaring.

ERIKA

Udah makan?

GENTARI

Belum.

ERIKA

Ayo makan dulu.

Gentari bangun dan duduk di samping Erika. Erika mengusap wajah Gentari yang tampak lesu dan dengan mata sembab.

ERIKA

Mama minta maaf yaa kalau kakak bikin kamu sakit hati.

Gentari langsung memeluk Erika.

GENTARI

Coba aja aku bisa sesempurna dia.

ERIKA

Udah, sekarang kita makan ya ....

GENTARI

Aku pengen makan di balkon Ma kayak kamar Kak Putri sama Kak Randi.

ERIKA

Yaudah ayok kita ke kamar Putri.

GENTARI

Kak Randi aja, aku nggak mau Kak Putri marah nanti, dia jijik sama aku.

ERIKA

Iya-iya, ayok!

GENTARI

Mama makan juga ya ....

Erika

Iya kita bareng. Yuk

Erika menarik tangan Gentari sambil mengambil kotak nasi yang isinya belum sempat di makan.


Cut to


47. EXT. BALKON KAMAR RANDI — SORE

Gentari dan Erika duduk di balkon kamar Randi sambil makan.

Dari tempat mereka saat ini, mereka melihat Randi yang baru saja pulang menggunakan motor, lalu memilih duduk di taman sambil merokok.

GENTARI

Kalau aja aku dinyatain sakit setelah Kak Randi merokok, mungkin aku bakal nuduhin dia yang udah buat aku sakit.

ERIKA

Walaupun dia merokok, Randi nggak pernah lho merokok di rumah terutama di sekitar kita, terlebih lagi tau kamu sakit.

GENTARI

Nggak adil ya Ma, dia yang merokok tapi aku yang sekarat.

ERIKA

Huss! Nggak boleh ngomong gitu, semua udah diatur sama Allah.

Gentari menerima satu suapan dari Erika.

GENTARI

Mama nggak takut?

ERIKA

Takut apa?

GENTARI

Kak Randi bakal punya penyakit yang sama kayak aku. Aku yang nggak merokok aja bisa kena, apalagi dia.

Erika diam sambil memperhatikan Randi.


Cut to


51. EXT. TERAS RUMAH — SORE

Gita, Lia dan Anggi sedang menunggu di teras rumah Gentari.

Tidak lama setelah itu Erika keluar.

LIA

Gentari mana Tante, dia bilang tadi kita bisa ketemu dia.

ERIKA

Dia tiba-tiba demam setelah makan, baru aja tidur.

GITA

Jadi kita nggak bisa nemuin dia?

ERIKA

Dia tidur, percuma aja kan kalau kalian cuma liat dia, sedangkan dia nggak sadar. Besok aja, kalau dia udah ngebolehin rumah ini selalu terbuka untuk kalian.

ANGGI

Keadaan dia gimana, Tante?

ERIKA

Nggak memburuk, nggak membaik juga. Do'ain ya dia bisa sembuh.

LIA

Yaudah deh kalau gitu kita pulang aja .... Tapi sebelum itu kita minta maaf ya Tante. Maaf kita nggak bisa jagain Gentari.

ERIKA

Nggak papa, udah Tante maafin kok. Tante minta maaf juga karna Gentari nggak bisa nemuin kalian.

GITA

Kita bener-bener minta maaf ya Tante.

Erika tersenyum sambil mengangguk.

GITA

Pamit ya Tante.

ANGGI

Kita pulang dulu ya Tante....

ERIKA

Hati-hati yaa . . .

Kemudian mereka pergi dari sana.


Cut to

52. INT. RUANG TAMU. RUMAH GENTARI — MALAM

Erika sedang berbicara pada dokter yang baru saja memeriksa Gentari.

Lalu Putri datang dan mendekati Erika.

PUTRI

Gentari kenapa, Ma?

ERIKA

Demam.

DOKTER ARIF

Dia beneran nggak mau kemoterapi?

ERIKA

Dia bilang udah capek. Tapi nanti aku coba bujuk lagi.

Dokter menghela nafas jengah.

DOKTER ARIF

Usahain yaa, dia masih punya banyak harapan hidup.

Erika mengangguk.

DOKTER ARIF

Saya permisi dulu yaa....

Erika mengantarkan dokter itu keluar, dan Putri pergi menuju kamar Gentari.


Cut to


53. INT. KAMAR GENTARI — MALAM

Putri baru saja akan masuk ke dalam kamar Gentari, tapi berhenti dan mundur, karena sedikit merasa bersalah.

Putri memilih mengintipnya saja, Gentari saat itu sedang menghidupkan sebuah speaker kecil miliknya, dan mendengarkan sebuah musik mellow.

(Lagu Denting, Melly Goeslow)

Putri bersandar di dinding luar kamar Gentari, tidak lama setelah itu ia masuk ke kamarnya sendiri.

54. INT. KAMAR GENTARI — MALAM

Erika sedang menyelimuti Gentari.

ERIKA

Mama tidur sama kamu yaa

GENTARI

Nggak usahlah, Ma. Lagian aku udah enakan, nanti aku telpon Mama kalau ada apa-apa, kalau aku sampai nggak bisa nanti aku senggol gelas ini biar pecah.

ERIKA

Mama khawatir tau.

GENTARI

Aku baik-baik aja, Ma. Mama istirahat aja dulu, Mama lebih capek dari pada aku.

Erika menghela nafas pelan, sambil menepuk kepala Gentari.

ERIKA

Inget ya, kasih tau Mama.

Gentari

Iya, digigit semut pun aku bilang deh.

Erika tersenyum, kemudian pergi dari kamar Gentari.


Cut to


55. INT. RUANGAN MILIK RANDI — MALAM

Erika berjalan menuju kamarnya, lalu ia berhenti di salah satu ruangan, Erika mengetuknya dua kali sebelum masuk.

Sebuah ruangan musik yang cukup luas milik Randi khusus untuk dirinya berkarya.

Randi saat itu sedang mencobakan gitar yang baru ia beli.

RANDI

Kenapa, Ma?

ERIKA

Bagus gitarnya, kapan belinya?

Erika mengambil salah satu kursi dan duduk di dekat Randi.

RANDI

Baru semalam aku beli.

ERIKA

Pake uang sendiri?

Randi mengangguk.

ERIKA

Udah hebat ya sekarang, bisa beli gitar sendiri.

RANDI

Lebih hebat lagi Mama udah bisa beli seluruh yang ada di ruangan ini dengan usaha Mama sendiri.

ERIKA

Ya namanya kewajiban Mama.

RANDI

Putri juga hebat, bahkan lebih dari ini dia bisa beli.

ERIKA

Anak Mama hebat semua.

Putri tiba-tiba masuk.

PUTRI

Apalagi Gentari, lebih hebat dari kita berdua.

Putri menarik kursi lagi dan bergabung bersama mereka.

PUTRI

Maafin aku ya, Ma. Aku udah bikin Mama sakit hati karena perlakuan aku ke Gentari.

Erika menghela nafas pelan.

ERIKA

Sekeras apapun kita punya sifat, kita harus tetap ingat nggak selamanya sifat itu harus dimaklumi semua orang dan setiap saat. Jadi jangan berlindung dari asumsi diri kita sendiri dan semakin ngerasin pendapat itu, kita memang punya dunia masing-masing, tapi kita juga hidup berdamping.

Putri mengangguk.

ERIKA

Kamu kurang-kurangin merokok ya Randi, Gentari yang nggak merokok, bahkan mungkin bisa digolongkan dia juga bukan perokok pasif tapi karna faktor keturunan dia bisa kena, apalagi kamu.

Randi

Aku cuma sesekali doang kok Ma.

Gentari yang dari tadi mengintip dari pintu lalu pergi.

Cut to


56. INT. KAMAR GENTARI— MALAM

Gentari mengunci kamarnya begitu sampai di dalam.

Lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur dan menangis sambil memeluk bantal guling.

Cut to


57. INT. KAMAR PUTRI — MALAM

Putri sedang memainkan HandPhone sambil berbaring.

Lalu ia meraba teko yang berada di atas meja samping ranjangnya.

PUTRI

Udah dibilang tadi minta isiin air, malah bibi lupa.

Putri berdecak kesal lalu bangun sambil membawa teko kosong itu keluar kamar.

Putri terus berjalan sampai ia berhenti di depan pintu kamar Gentari saat mendengar suara musik dengan volume kecil.

Putri langsung membuka pintu kamar Gentari, membuat ia dan Gentari saling tatap untuk beberapa saat.

Putri

Kok belum tidur?


Cut to


58. INT. KAMAR GENTARI — MALAM

Putri langsung masuk ke dalam kamar Gentari dan duduk di depannya.

PUTRI

Udah jam 2 kok kamu belum tidur.

GENTARI

Aku kebangun Kak, bukan belum tidur.

PUTRI

Oooh.

Hening beberapa saat.

GENTARI

Kakak kenapa belum tidur?

PUTRI

Baru siap ngerjain endors.

Gentari tidak menjawab.

PUTRI

Emm Gentari.

GENTARI

Hemm?

PUTRI

Maaf ya soal hari itu, waktu Kakak marah karena kamu batuk.

Gentari tersenyum.

GENTARI

Nggak papa, wajar sih. Siapa juga yang nggak jijik ya, kan?

PUTRI

Maaf.

GENTARI

Kalau sekiranya Kakak nggak akan sanggup lebih baik nggak usah terlalu deket sama aku, mungkin ada banyak hal lagi yang bikin jijik.

Putri hanya menatapnya saja.

GENTARI

Kakak tadi mau ngapain? Lanjutin deh, aku mau tidur soalnya.

PUTRI

Kamu nggak nyaman ya bareng Kakak?

GENTARI

Agak aneh sih, soalnya kita jarang gini, canggung padahal saudara, sedarah, sama-sama perempuan.

Putri menghela nafas pelan sambil mengalihkan pandangan.

GENTARI

Kadang pengen juga kayak persaudaraan orang lain, deket banget, tapi kenapa kita kayak ada sekat yaa?

PUTRI

Karena kita nggak dibiasain dari kecil. Apalagi menjelang papa pergi, itu semua mulai terpisah, mama yang juga uring-uringan, ditambah lagi kamu yang sakit-sakitan, disusul kanker.

Gentari mengangguk.

GENTARI

Aku udah stadium akhir, Kak. Apa kita nggak bisa akrab layaknya kakak adik seperti diluaran sana?

Putri diam sembari memperhatikannya.

GENTARI

Dokter aku emang nggak akan bilang berapa lama waktu yang aku punya, tapi aku tau itu pasti nggak lama. Bisa nggak, Kak?

PUTRI

Mama mau ngusahain pengobatan kamu ke Amerika, ka-

GENTARI

Ini udah sampai akhir, sulit disembuhkan, aku cuma punya harapan, bukan kenyataan.

Putri menghela nafas pelan. Lalu mengangguk

Putri

Kita bakal mulai akrab, tapi maaf kalau masih agak canggung.

Gentari tersenyum sambil mengangguk.

PUTRI

Mau mulai dari mana?

GENTARI

Besok jalan-jalan?

PUTRI

Jam?

GENTARI

Sore.

Putri mengangguk sambil tersenyum.

GENTARI

Oke. Sekarang waktunya tidur dulu, nanti Mama marah. Lagian udah ngantuk lagi, aku tidur duluan ya Kak.

Putri mengangguk.


Cut to


59. INT. DI LUAR KAMAR GENTARI — MALAM

Erika mengintai dari pintu kamar Gentari pembicaraan dua anaknya itu.

Tersenyum tipis lalu pergi ke kamarnya dengan langkah cepat.


Cut to


60. EXT. TAMAN — PAGI

Gentari sedang memotong kukunya di kursi taman depan rumahnya.

Lalu dari luar masuk sebuah motor yang cukup Gentari kenal. Ia menyipitkan mata dan melihatnya.

Ben membuka helmnya lalu turun dari motor, lalu berjalan menghampirinya sambil membawa setangkai bunga mawar Dan beberapa plastik makanan.

BEN

Hy Gentari.

GENTARI

Kakak kenapa ada di sini?

BEN

Boleh duduk di samping kamu?

Gentari mengangguk.

BEN

Aku mau nemuin kamu.

GENTARI

Tapi ....

BEN

Aku udah izin sama mama kok.

Gentari diam.

BEN

Nih (memberikan setangkai mawar)

GENTARI

Makasih.

BEN

Gimana keadaan kamu?

GENTARI

Nggak pernah berubah, selalu kambuh.

BEN

Aku kangen, Tar.

Gentari diam memandang ke arah depan.

BEN

Kamu memang nggak mau balas chat atau telphon yaa?

GENTARI

Males Kak, nggak ada gairah kehidupan.

BEN

Waktu kamu tu masih banyak kenapa nggak digunain? Siapa tau ada keajaiban dan kamu sembuh.

GENTARI

Nggak ada sih menurut aku.

BEN

Kamu bukan Tuhan, dokter juga bukan Tuhan, kamu mungkin aja bisa punya banyak tahun yang bakal kamu lewatin. Bahkan orang yang sehat pun bisa aja besoknya mati, contohnya kecelakaan atau tragedi yang menimpa, memangnya kita tau? Sekarang itu waktunya kamu bahagia, pakai waktu kamu sebaik mungkin, urusan kapan meninggalnya itu bukan urusan kita.

Gentari hanya diam sambil mengerucutkan bibir.

GENTARI

Mama udah tau kalau kita pacaran.

BEN

Aku juga udah jujur kok, secara langsung.

GENTARI

Serius?

BEN

Iya. Waktu kamu di rumah sakit.

GENTARI

Hah? Serius? Tapi kata Mama dia meriksa HP aku.

BEN

Setelah meriksa dia langsung nelpon dan ngajak ketemu, kebetulan waktu itu aku ada di rumah sakit, buat nemuin kamu sebelum berangkat sekolah.

GENTARI

Terus apa kata Mama? Nyuruh kita udahan?

BEN

Nggak, tapi jangan digangguin.

GENTARI

Serius gitu?

BEN

Ya banyak lagi yang ditanyain, hampir kayak wawancara.

Ben tertawa, diikuti Gentari setelahnya.

BEN

Mama kamu minta untuk aku bujuk biar mau berobat.

GENTARI

Berobat apa lagi sih? Lagian ngapain Mama minta tolong sama Kakak segala, kalau aku mau berobat pasti pertama kali Mama minta juga aku nurut.

Ben tertawa.

BEN

Mungkin mama kamu pikir karena aku pacar kamu jadi pasti mau dibujuk.

Gentari tertawa.

GENTARI

Pasti karna dia pikir aku kayak orang lain pacaran, yang kalau dimintai orang tuanya nggak mau tapi kalau pacarnya mau.

BEN

Terus dirayu dikit langsung luluh.

GENTARI

Kalau aku punya alasan untuk sembuh ya cuma mama, dan kalau aku mau berobat ya pasti karna mama. Nggak mungkin karna Kak Ben yang merapakan pacar tapi dalam kurung sebenarnya orang asing terus aku turutin, kan nggak mungkin.

BEN

Ya bener sih yang kamu bilang.

GENTAR

Sebaik apapun Kak Ben, mama tetap nggak ada gantinya.

BEN

Mungkin mama kamu pengen aku ngasih pandangan yang berbeda, jadi kalau misalnya kamu mau itu bisa jadi karena pandangan yang aku kasih, bukan karna aku orangnya.

GENTARI

Bisa jadi sih. Jadi kalau Kakak gimana bujuknya?

BEN

Posisikan aja diri kamu sebagai mama kamu, sebagai saudara, sebagai pacar, dan sebagai sahabat dari orang yang lagi sakit. Kamu bayangin jadi mama kamu yang mau anaknya sehat, kamu bayangin jadi saudara kamu yang maunya tetap utuh, jadi sahabat kamu yang selalu berharap formasinya tetap.

Ben menarik jemari Gentari, lalu mengguntingkan kukunya yang tadi sempat terhenti.

BEN

Mungkin kanker kamu memang nggak akan sembuh, tapi setidaknya bisa memperpanjang waktu kamu hidup dengan berobat dengan berbagai cara.

Gentari hanya diam memperhatikannya.

BEN

Kalau kamu memang nggak mau berobat untuk hidup lebih lama, minimalin aja hidup sampai kamu tamat SMA, atau kamu ulang tahun, entah pengen foto wisuda bareng Kak Putri atau Kak Randi. Seenggaknya sampai ulang tahun mama kamu. Memang sih stadium akhir itu memang harapan hidupnya nggak banyak, tapi dengan harapan untuk tetap hidup bisa membuat tubuh kamu lebih semangat. Walaupun kematian tetaplah punya takdirnya sendiri. Tapi setidaknya kalau kamu mau terapi pasti mama kamu dapat kebahagiaan dari harapan itu.

Gentari menghela nafas pelan.

BEN

Bukannya kalau kamu nggak mau berobat lagi sama aja kamu mau bunuh diri?

Gentari mengerucutkan bibirnya.










Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar