45. INT. KAMAR GENTARI — SORE
Bi Wati memasuki kamar Gentari untuk memeriksanya.
BI WATI
Astaghfirullah Gentari. Ini kenapa?
Gentari tertidur sambil duduk.
BI WATI
Gentari, Nak. Gentari, Sayang. Gentari ....
Gentari terbangun.
BI WATI
Ini semua kenapa?
GENTARI
Tolong keluar aja, Bi. Aku mau sendirian.
BI WATI
Tapi ini kenapa?
GENTARI
Keluar Bik!!
Gentari hendak menangis lagi. Bi Wati yang tidak berani bertanya lagi langsung pergi dari sana dan menelpon Erika saat ia sudah keluar kamar.
Cut to
46. EXT. HALAMAN RUMAH — SORE
Erika baru saja keluar dari mobil dan Putri juga baru saja masuk pekarangan rumah.
ERIKA
Putri.
Putri yang baru saja berhenti membuka helm. Erika langsung menghampirinya.
ERIKA
Gentari kenapa? Kata bibi dia tidur di lantai, nangis. Kamar juga berserakan, kalian kenapa! Nggak makan?
PUTRI
Aku kesel Ma, sebelum makan dia batuk parah banget, sampe batuk darah, terus darahnya hampir aja kena kotak nasi punya aku, jorok Ma, aku nggak selera makan, jadi ya aku buang.
ERIKA
Kamu ngomong langsung ke dia?
PUTRI
Yaiya namanya aja kesel, nggak selera makan banget Ma jadinya.
ERIKA
Mama yang nggak sakit aja dengernya sakit hati, apalagi dia. Coba kamu renungin dulu.
Erika langsung pergi dari sana meninggalkan Putri yang hanya diam dan memperhatikan Erika.
Cut to
46. INT. KAMAR GENTARI — SORE
Erika memasuki kamar Gentari. Saat ini Gentari sedang berbaring di kasurnya. Spreinya sudah berada di lantai.
ERIKA
Gentari ....
Gentari langsung membuka matanya dan melihat ke arah Erika.
GENTARI
Mama ....
Erika duduk di dekat Gentari berbaring.
ERIKA
Udah makan?
GENTARI
Belum.
ERIKA
Ayo makan dulu.
Gentari bangun dan duduk di samping Erika. Erika mengusap wajah Gentari yang tampak lesu dan dengan mata sembab.
ERIKA
Mama minta maaf yaa kalau kakak bikin kamu sakit hati.
Gentari langsung memeluk Erika.
GENTARI
Coba aja aku bisa sesempurna dia.
ERIKA
Udah, sekarang kita makan ya ....
GENTARI
Aku pengen makan di balkon Ma kayak kamar Kak Putri sama Kak Randi.
ERIKA
Yaudah ayok kita ke kamar Putri.
GENTARI
Kak Randi aja, aku nggak mau Kak Putri marah nanti, dia jijik sama aku.
ERIKA
Iya-iya, ayok!
GENTARI
Mama makan juga ya ....
Erika
Iya kita bareng. Yuk
Erika menarik tangan Gentari sambil mengambil kotak nasi yang isinya belum sempat di makan.
Cut to
47. EXT. BALKON KAMAR RANDI — SORE
Gentari dan Erika duduk di balkon kamar Randi sambil makan.
Dari tempat mereka saat ini, mereka melihat Randi yang baru saja pulang menggunakan motor, lalu memilih duduk di taman sambil merokok.
GENTARI
Kalau aja aku dinyatain sakit setelah Kak Randi merokok, mungkin aku bakal nuduhin dia yang udah buat aku sakit.
ERIKA
Walaupun dia merokok, Randi nggak pernah lho merokok di rumah terutama di sekitar kita, terlebih lagi tau kamu sakit.
GENTARI
Nggak adil ya Ma, dia yang merokok tapi aku yang sekarat.
ERIKA
Huss! Nggak boleh ngomong gitu, semua udah diatur sama Allah.
Gentari menerima satu suapan dari Erika.
GENTARI
Mama nggak takut?
ERIKA
Takut apa?
GENTARI
Kak Randi bakal punya penyakit yang sama kayak aku. Aku yang nggak merokok aja bisa kena, apalagi dia.
Erika diam sambil memperhatikan Randi.
Cut to
51. EXT. TERAS RUMAH — SORE
Gita, Lia dan Anggi sedang menunggu di teras rumah Gentari.
Tidak lama setelah itu Erika keluar.
LIA
Gentari mana Tante, dia bilang tadi kita bisa ketemu dia.
ERIKA
Dia tiba-tiba demam setelah makan, baru aja tidur.
GITA
Jadi kita nggak bisa nemuin dia?
ERIKA
Dia tidur, percuma aja kan kalau kalian cuma liat dia, sedangkan dia nggak sadar. Besok aja, kalau dia udah ngebolehin rumah ini selalu terbuka untuk kalian.
ANGGI
Keadaan dia gimana, Tante?
ERIKA
Nggak memburuk, nggak membaik juga. Do'ain ya dia bisa sembuh.
LIA
Yaudah deh kalau gitu kita pulang aja .... Tapi sebelum itu kita minta maaf ya Tante. Maaf kita nggak bisa jagain Gentari.
ERIKA
Nggak papa, udah Tante maafin kok. Tante minta maaf juga karna Gentari nggak bisa nemuin kalian.
GITA
Kita bener-bener minta maaf ya Tante.
Erika tersenyum sambil mengangguk.
GITA
Pamit ya Tante.
ANGGI
Kita pulang dulu ya Tante....
ERIKA
Hati-hati yaa . . .
Kemudian mereka pergi dari sana.
Cut to
52. INT. RUANG TAMU. RUMAH GENTARI — MALAM
Erika sedang berbicara pada dokter yang baru saja memeriksa Gentari.
Lalu Putri datang dan mendekati Erika.
PUTRI
Gentari kenapa, Ma?
ERIKA
Demam.
DOKTER ARIF
Dia beneran nggak mau kemoterapi?
ERIKA
Dia bilang udah capek. Tapi nanti aku coba bujuk lagi.
Dokter menghela nafas jengah.
DOKTER ARIF
Usahain yaa, dia masih punya banyak harapan hidup.
Erika mengangguk.
DOKTER ARIF
Saya permisi dulu yaa....
Erika mengantarkan dokter itu keluar, dan Putri pergi menuju kamar Gentari.
Cut to
53. INT. KAMAR GENTARI — MALAM
Putri baru saja akan masuk ke dalam kamar Gentari, tapi berhenti dan mundur, karena sedikit merasa bersalah.
Putri memilih mengintipnya saja, Gentari saat itu sedang menghidupkan sebuah speaker kecil miliknya, dan mendengarkan sebuah musik mellow.
(Lagu Denting, Melly Goeslow)
Putri bersandar di dinding luar kamar Gentari, tidak lama setelah itu ia masuk ke kamarnya sendiri.
54. INT. KAMAR GENTARI — MALAM
Erika sedang menyelimuti Gentari.
ERIKA
Mama tidur sama kamu yaa
GENTARI
Nggak usahlah, Ma. Lagian aku udah enakan, nanti aku telpon Mama kalau ada apa-apa, kalau aku sampai nggak bisa nanti aku senggol gelas ini biar pecah.
ERIKA
Mama khawatir tau.
GENTARI
Aku baik-baik aja, Ma. Mama istirahat aja dulu, Mama lebih capek dari pada aku.
Erika menghela nafas pelan, sambil menepuk kepala Gentari.
ERIKA
Inget ya, kasih tau Mama.
Gentari
Iya, digigit semut pun aku bilang deh.
Erika tersenyum, kemudian pergi dari kamar Gentari.
Cut to
55. INT. RUANGAN MILIK RANDI — MALAM
Erika berjalan menuju kamarnya, lalu ia berhenti di salah satu ruangan, Erika mengetuknya dua kali sebelum masuk.
Sebuah ruangan musik yang cukup luas milik Randi khusus untuk dirinya berkarya.
Randi saat itu sedang mencobakan gitar yang baru ia beli.
RANDI
Kenapa, Ma?
ERIKA
Bagus gitarnya, kapan belinya?
Erika mengambil salah satu kursi dan duduk di dekat Randi.
RANDI
Baru semalam aku beli.
ERIKA
Pake uang sendiri?
Randi mengangguk.
ERIKA
Udah hebat ya sekarang, bisa beli gitar sendiri.
RANDI
Lebih hebat lagi Mama udah bisa beli seluruh yang ada di ruangan ini dengan usaha Mama sendiri.
ERIKA
Ya namanya kewajiban Mama.
RANDI
Putri juga hebat, bahkan lebih dari ini dia bisa beli.
ERIKA
Anak Mama hebat semua.
Putri tiba-tiba masuk.
PUTRI
Apalagi Gentari, lebih hebat dari kita berdua.
Putri menarik kursi lagi dan bergabung bersama mereka.
PUTRI
Maafin aku ya, Ma. Aku udah bikin Mama sakit hati karena perlakuan aku ke Gentari.
Erika menghela nafas pelan.
ERIKA
Sekeras apapun kita punya sifat, kita harus tetap ingat nggak selamanya sifat itu harus dimaklumi semua orang dan setiap saat. Jadi jangan berlindung dari asumsi diri kita sendiri dan semakin ngerasin pendapat itu, kita memang punya dunia masing-masing, tapi kita juga hidup berdamping.
Putri mengangguk.
ERIKA
Kamu kurang-kurangin merokok ya Randi, Gentari yang nggak merokok, bahkan mungkin bisa digolongkan dia juga bukan perokok pasif tapi karna faktor keturunan dia bisa kena, apalagi kamu.
Randi
Aku cuma sesekali doang kok Ma.
Gentari yang dari tadi mengintip dari pintu lalu pergi.
Cut to
56. INT. KAMAR GENTARI— MALAM
Gentari mengunci kamarnya begitu sampai di dalam.
Lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur dan menangis sambil memeluk bantal guling.
Cut to
57. INT. KAMAR PUTRI — MALAM
Putri sedang memainkan HandPhone sambil berbaring.
Lalu ia meraba teko yang berada di atas meja samping ranjangnya.
PUTRI
Udah dibilang tadi minta isiin air, malah bibi lupa.
Putri berdecak kesal lalu bangun sambil membawa teko kosong itu keluar kamar.
Putri terus berjalan sampai ia berhenti di depan pintu kamar Gentari saat mendengar suara musik dengan volume kecil.
Putri langsung membuka pintu kamar Gentari, membuat ia dan Gentari saling tatap untuk beberapa saat.
Putri
Kok belum tidur?
Cut to
58. INT. KAMAR GENTARI — MALAM
Putri langsung masuk ke dalam kamar Gentari dan duduk di depannya.
PUTRI
Udah jam 2 kok kamu belum tidur.
GENTARI
Aku kebangun Kak, bukan belum tidur.
PUTRI
Oooh.
Hening beberapa saat.
GENTARI
Kakak kenapa belum tidur?
PUTRI
Baru siap ngerjain endors.
Gentari tidak menjawab.
PUTRI
Emm Gentari.
GENTARI
Hemm?
PUTRI
Maaf ya soal hari itu, waktu Kakak marah karena kamu batuk.
Gentari tersenyum.
GENTARI
Nggak papa, wajar sih. Siapa juga yang nggak jijik ya, kan?
PUTRI
Maaf.
GENTARI
Kalau sekiranya Kakak nggak akan sanggup lebih baik nggak usah terlalu deket sama aku, mungkin ada banyak hal lagi yang bikin jijik.
Putri hanya menatapnya saja.
GENTARI
Kakak tadi mau ngapain? Lanjutin deh, aku mau tidur soalnya.
PUTRI
Kamu nggak nyaman ya bareng Kakak?
GENTARI
Agak aneh sih, soalnya kita jarang gini, canggung padahal saudara, sedarah, sama-sama perempuan.
Putri menghela nafas pelan sambil mengalihkan pandangan.
GENTARI
Kadang pengen juga kayak persaudaraan orang lain, deket banget, tapi kenapa kita kayak ada sekat yaa?
PUTRI
Karena kita nggak dibiasain dari kecil. Apalagi menjelang papa pergi, itu semua mulai terpisah, mama yang juga uring-uringan, ditambah lagi kamu yang sakit-sakitan, disusul kanker.
Gentari mengangguk.
GENTARI
Aku udah stadium akhir, Kak. Apa kita nggak bisa akrab layaknya kakak adik seperti diluaran sana?
Putri diam sembari memperhatikannya.
GENTARI
Dokter aku emang nggak akan bilang berapa lama waktu yang aku punya, tapi aku tau itu pasti nggak lama. Bisa nggak, Kak?
PUTRI
Mama mau ngusahain pengobatan kamu ke Amerika, ka-
GENTARI
Ini udah sampai akhir, sulit disembuhkan, aku cuma punya harapan, bukan kenyataan.
Putri menghela nafas pelan. Lalu mengangguk
Putri
Kita bakal mulai akrab, tapi maaf kalau masih agak canggung.
Gentari tersenyum sambil mengangguk.
PUTRI
Mau mulai dari mana?
GENTARI
Besok jalan-jalan?
PUTRI
Jam?
GENTARI
Sore.
Putri mengangguk sambil tersenyum.
GENTARI
Oke. Sekarang waktunya tidur dulu, nanti Mama marah. Lagian udah ngantuk lagi, aku tidur duluan ya Kak.
Putri mengangguk.
Cut to
59. INT. DI LUAR KAMAR GENTARI — MALAM
Erika mengintai dari pintu kamar Gentari pembicaraan dua anaknya itu.
Tersenyum tipis lalu pergi ke kamarnya dengan langkah cepat.
Cut to
60. EXT. TAMAN — PAGI
Gentari sedang memotong kukunya di kursi taman depan rumahnya.
Lalu dari luar masuk sebuah motor yang cukup Gentari kenal. Ia menyipitkan mata dan melihatnya.
Ben membuka helmnya lalu turun dari motor, lalu berjalan menghampirinya sambil membawa setangkai bunga mawar Dan beberapa plastik makanan.
BEN
Hy Gentari.
GENTARI
Kakak kenapa ada di sini?
BEN
Boleh duduk di samping kamu?
Gentari mengangguk.
BEN
Aku mau nemuin kamu.
GENTARI
Tapi ....
BEN
Aku udah izin sama mama kok.
Gentari diam.
BEN
Nih (memberikan setangkai mawar)
GENTARI
Makasih.
BEN
Gimana keadaan kamu?
GENTARI
Nggak pernah berubah, selalu kambuh.
BEN
Aku kangen, Tar.
Gentari diam memandang ke arah depan.
BEN
Kamu memang nggak mau balas chat atau telphon yaa?
GENTARI
Males Kak, nggak ada gairah kehidupan.
BEN
Waktu kamu tu masih banyak kenapa nggak digunain? Siapa tau ada keajaiban dan kamu sembuh.
GENTARI
Nggak ada sih menurut aku.
BEN
Kamu bukan Tuhan, dokter juga bukan Tuhan, kamu mungkin aja bisa punya banyak tahun yang bakal kamu lewatin. Bahkan orang yang sehat pun bisa aja besoknya mati, contohnya kecelakaan atau tragedi yang menimpa, memangnya kita tau? Sekarang itu waktunya kamu bahagia, pakai waktu kamu sebaik mungkin, urusan kapan meninggalnya itu bukan urusan kita.
Gentari hanya diam sambil mengerucutkan bibir.
GENTARI
Mama udah tau kalau kita pacaran.
BEN
Aku juga udah jujur kok, secara langsung.
GENTARI
Serius?
BEN
Iya. Waktu kamu di rumah sakit.
GENTARI
Hah? Serius? Tapi kata Mama dia meriksa HP aku.
BEN
Setelah meriksa dia langsung nelpon dan ngajak ketemu, kebetulan waktu itu aku ada di rumah sakit, buat nemuin kamu sebelum berangkat sekolah.
GENTARI
Terus apa kata Mama? Nyuruh kita udahan?
BEN
Nggak, tapi jangan digangguin.
GENTARI
Serius gitu?
BEN
Ya banyak lagi yang ditanyain, hampir kayak wawancara.
Ben tertawa, diikuti Gentari setelahnya.
BEN
Mama kamu minta untuk aku bujuk biar mau berobat.
GENTARI
Berobat apa lagi sih? Lagian ngapain Mama minta tolong sama Kakak segala, kalau aku mau berobat pasti pertama kali Mama minta juga aku nurut.
Ben tertawa.
BEN
Mungkin mama kamu pikir karena aku pacar kamu jadi pasti mau dibujuk.
Gentari tertawa.
GENTARI
Pasti karna dia pikir aku kayak orang lain pacaran, yang kalau dimintai orang tuanya nggak mau tapi kalau pacarnya mau.
BEN
Terus dirayu dikit langsung luluh.
GENTARI
Kalau aku punya alasan untuk sembuh ya cuma mama, dan kalau aku mau berobat ya pasti karna mama. Nggak mungkin karna Kak Ben yang merapakan pacar tapi dalam kurung sebenarnya orang asing terus aku turutin, kan nggak mungkin.
BEN
Ya bener sih yang kamu bilang.
GENTAR
Sebaik apapun Kak Ben, mama tetap nggak ada gantinya.
BEN
Mungkin mama kamu pengen aku ngasih pandangan yang berbeda, jadi kalau misalnya kamu mau itu bisa jadi karena pandangan yang aku kasih, bukan karna aku orangnya.
GENTARI
Bisa jadi sih. Jadi kalau Kakak gimana bujuknya?
BEN
Posisikan aja diri kamu sebagai mama kamu, sebagai saudara, sebagai pacar, dan sebagai sahabat dari orang yang lagi sakit. Kamu bayangin jadi mama kamu yang mau anaknya sehat, kamu bayangin jadi saudara kamu yang maunya tetap utuh, jadi sahabat kamu yang selalu berharap formasinya tetap.
Ben menarik jemari Gentari, lalu mengguntingkan kukunya yang tadi sempat terhenti.
BEN
Mungkin kanker kamu memang nggak akan sembuh, tapi setidaknya bisa memperpanjang waktu kamu hidup dengan berobat dengan berbagai cara.
Gentari hanya diam memperhatikannya.
BEN
Kalau kamu memang nggak mau berobat untuk hidup lebih lama, minimalin aja hidup sampai kamu tamat SMA, atau kamu ulang tahun, entah pengen foto wisuda bareng Kak Putri atau Kak Randi. Seenggaknya sampai ulang tahun mama kamu. Memang sih stadium akhir itu memang harapan hidupnya nggak banyak, tapi dengan harapan untuk tetap hidup bisa membuat tubuh kamu lebih semangat. Walaupun kematian tetaplah punya takdirnya sendiri. Tapi setidaknya kalau kamu mau terapi pasti mama kamu dapat kebahagiaan dari harapan itu.
Gentari menghela nafas pelan.
BEN
Bukannya kalau kamu nggak mau berobat lagi sama aja kamu mau bunuh diri?
Gentari mengerucutkan bibirnya.