Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE IN:
142. EXT. HALAMAN BELAKANG SEKOLAH – PAGI
Di belakang sekolah, Haru bersandar di tembok sembari menarik nafas dalam-dalam. Matanya menerawang ke atas, menatap langit biru yang cerah.
HARU
(V.O.)
Andaikan saja hari ini mendung. Pasti aku akan merasa bersyukur sekali. paling tidak, langit juga dapat merasakan apa yang aku rasakan.
Lantas Haru merogoh sesuatu di saku celananya. Ia mengambil seputung rokok dan menyalakan api di ujungnya. Namun belum sampai menghisap rokoknya, ia teringat kembali wajah Hana. Dia tahu kalau Hana tidak suka melihatnya merokok. Haru juga mengingat perkataan Hana waktu itu.
HARU
(berbicara sendiri sambil menatap rokok yang masih dipegangnya)
Sebatang rokok itu ia jatuhkan dan diinjaknya sampai hancur. Haru mengambil kembali sekotak rokok dari dalam saku celananya. Ia keluarkan semua isinya dan dihancurkannya ke tanah seperti nasib putung rokok sebelumnya. Entah kenapa kini perasaan Haru menjadi lebih lega. Ia pun menghela nafas panjang dan kembali menengadah ke langit.
HANA
(terkejut)
Haru terkejut kala melihat Hana berada tidak jauh darinya. Hana tampak sedikit kelelahan. Nafasnya tidak beraturan. Sepertinya dia sehabis berlari sebelumnya. Haru tidak menyahut. Di dalam dasar hatinya, ia merasa khawatir karena melihat Hana baru saja berlari. Ia takut terjadi apa-apa pada Hana lagi setelah ia sembuh dari sakitnya. Namun setelah melihat keadaan adik tirinya itu hanya sekedar merasa lelah saja, ia merasa lega. Hana berjalan mendekatinya. Gadis itu melihat kondisi rokok yang sudah dilumat dengan kaki Haru tadi.
HANA
(tersenyum)
Melihat Hana yang tersenyum padanya, membuat Haru akhirnya luluh juga. Ia ikut-ikutan menyunggingkan senyum. Lalu Hana ikut-ikutan bersandar di tembok dan menengadahkan kepalanya ke atas. Ia memandang langit bersama dengan Haru.
HARU
(penasaran)
Hana melirik Haru sesaat.
HARU
(berseru)
Hana terkekeh mendengarnya.
143. INT. KANTIN – PAGI
FLASHBACK
Hana tidak menduga bahwa ia telah melakukan sesuatu yang berani untuk pertama kalinya. Ingatannya melayang kembali di saat Zeno menyatakan perasaannya kepada Hana di depan banyak orang. Hana tampak ragu untuk menjawabnya. Namun pada akhirnya ia menerima pemberian sekuntum bunga mawar putih itu. semua siswa bertepuk tangan menyambut pasangan baru di sekolahnya. Setelah kerumunan itu bubar, Hana meminta Zeno untuk berbicara berdua dengannya. Teman-temannya pun memberikan ruang untuk mereka berdua.
144. EXT. LAPANGAN BASKET – PAGI
Hana dan Zeno memutuskan untuk mengobrol di dekat lapangan basket.
HANA
(penasaran)
Zeno menganggukkan kepalanya.
ZENO
(V.O.)
Aku sudah mengira bahwa di dalam relung hati Hana hanyalah ada sosok Haru. Padahal aku sudah memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya sekaligus meminta ijin dari Haru. Tidak disangka Haru mengabulkan keinginanku dengan syarat kalau aku tidak boleh membuat Hana menangis dan terluka lagi. Atas bantuan Haru, kejutan tadi berjalan dengan lancar. Namun ternyata kejutan tadi tetap tidak mampu meluluhkan hati Hana.
Hana memberikan kembali mawar putih yang sedari tadi dipegangnya. Zeno menatapnya tidak percaya. Namun Hana membalasnya dengan wajah haru.
HANA
(tersenyum dengan mata berkaca-kaca)
Zeno mengambil kembali mawar putih tersebut. Rasanya ia ingin menangis saat itu juga. Penolakan Hana membuat hatinya terasa sakit. Namun kejujuran dari Hana cukup membuatnya mengerti bahwa yang ada di hati Hana hanyalah Haru.
ZENO
(tersenyum kecut)
HANA
(terkejut)
ZENO
(memancing)
HANA
(terkejut)
Zeno menganggukkan kepala.
ZENO
(tersenyum getir)
HANA
(bingung)
ZENO
(memancing)
Hana meringkuk sembari memeluk lututnya. Ia membayangkan bagaimana seandainya tebakan Zeno benar. Seperti kejutan yang diberikan oleh Zeno hari ini. Segalanya tidak terduga. Jika saat itu tiba, Hana tidak ingin menyesalinya dan mengubur segala perasaannya pada Haru selamanya. Dia menengok ke arah Zeno lagi. Belum mengatakan apa-apa, Zeno tersenyum padanya.
ZENO
(tersenyum tipis)
Hana tersenyum kembali memikirkan Zeno yang selalu mendukungnya.
HANA
(V.O.)
Aku memang akan merasa menyesal karena sudah menolak cowok sebaik dia. Tetapi aku juga tidak ingin membohongi perasaanku hanya untuk menyenangkan hati Zeno. Cowok itu lebih pantas bersanding dengan gadis yang lebih baik daripada diriku.
CUT BACK TO:
145. EXT. HALAMAN BELAKANG SEKOLAH – PAGI
HANA
(berbicara sendiri sambil memandang langit)
Ucapan Hana membuat Haru menoleh ke arah gadis yang masih menengadahkan kepalanya ke atas. Gadis itu tampak begitu menikmati pemandangan di atas sana.
HARU
(heran)
HANA
(menoleh)
HARU
(sambil menunjukkan wajah iseng)
Hana menjadi sebal mendengarnya. Haru terkekeh melihat wajah cemberut adik tirinya. Dia kembali menengadah memandang langit. Hana menelan ludah sesaat. Ia menatap Haru dengan berani.
HANA
(V.O.)
Lalu Hana memejamkan matanya rapat-rapat.
HANA
(terbata-bata)
HARU
(tenang)
HANA
(membuka matanya kembali)
HARU
(memegang kedua bahu Hana)
HANA
(berterusterang)
Haru langsung memeluk Hana dengan erat.
HARU
(tegas)
HANA
(membalas pelukan Haru)
HANA
(V.O.)
Seperti apa kata Zeno, perasaanku menjadi begitu lega. Akhirnya perasaanku terbalaskan juga. Tetapi aku pun tahu tantangan yang harus kami hadapi itu nantinya tidaklah mudah. Kak Haru pun juga sudah menyatakan bahwa ia tidak peduli apa kata orang lain dan aku juga harus berani untuk memperjuangkan perasaan kami juga.
HANA
(pelan)
Haru melepaskan pelukannya. Ia mengelus pipi Hana lembut. Lalu ia kembali bersandar di tembok sembari menengadah ke arah langit. Hana pun melakukan hal yang sama.
HARU
(tersenyum)
Keduanya memandang langit bersama. Langit berwarna biru dengan goresan awan putih yang dirasa begitu indah untuk dinikmati bersama. Baik Hana maupun Haru merasa bahwa hari itu adalah hari yang terlalu berharga untuk disia-siakan.
HANA
(O.S.)
Sebuah luka yang tergores di tubuh tidaklah terasa sakit jika dibandingkan luka batin yang aku rasakan selama ini. Entah mengapa luka itu sudah lama menganga lebar dan diriku tidak mampu menjahitnya lagi. Sisa-sisa jahitan yang telah terputus itu terlihat menyedihkan. Ingin rasanya aku berteriak keras menunjuk ke atas langit untuk menurunkan keajaiban padaku. Namun ternyata Tuhan benar-benar mendengar doaku. Tidak hanya aku yang mendapatkan keajaiban untuk mengobati segala lukaku ini, tetapi orang asing yang bernama Haru Einstein juga turut merasakannya. Kami memang berasal dari dua tempat yang berbeda. Tetapi kami memiliki satu luka yang sama. Seperti luka tanpa asa. Luka dari masa lalu yang kami rasakan begitu dalam. Ukuran kedalamannya pun tak terkira hingga kami sama-sama berpikir untuk tidak lagi mengharapkan orang lain untuk mengulurkan tangannya pada kami. Karena kami tahu bahwa itu semua kan terbuang percuma. Lebih baik tersakiti sendirian. Pertemuan kami yang tidak terencana lambat laun membuat hubungan kami semakin dekat dan saling mengobati satu sama lain. sama-sama menjahit luka dan mengeringkannya hingga jahitan itu tak berbekas. Tentu saja tidak hanya sekedar hubungan kami saja yang membuat kami memutuskan kembali untuk hidup lebih kuat lagi. Papa, mama, Yumi, dan teman-teman disini turut menyembuhkan luka kami. Tak disangka banyak dari mereka yang mengulurkan tangan pada kami. Entah sejak kapan aku maupun kak Haru menerima uluran tangan mereka. Membangun kepercayaan kembali memang tidak mudah. Tetapi kehadiran orang-orang disekitarku membuatku memercayai kembali bahwa orang-orang yang baik dan peduli itu ada. Aku belajar untuk merasa bahagia hingga merasakan rasa sakit dari mereka. Namun itulah yang membuatku semakin menyadari apa arti dari hidup. Kak Haru merasakannya juga, bukan?
FADE OUT
END