Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Luka Tanpa Asa
Suka
Favorit
Bagikan
9. Hana Bercerita

FADE IN:

1. INT. RUANG KELAS X-1 – PAGI

Hana merasakan tatapan heran dari Reta, Kusniyah dan Zuna. Mereka melihat jaket berjenis duffle coat yang Hana kenakan. Entah kenapa hal ini menarik perhatian mereka. Sebenarnya Hana mengenakan jaket untuk menutupi luka di lengannya kemarin.

 

HANA

(V.O.)

Aku berharap mereka tidak menemukan goresan luka ku. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir.

 

RETA

(menatap heran)

Hana, kamu nggak kepanasan?

 

Sementara Kusniyah dan Zuna sudah tertawa terbahak-bahak.

 

RETA

(menahan tawa)

Itu kan jaket untuk musim dingin.

 

Tubuh Reta bergetar. Ia juga tidak mampu menahan tawanya. Hana hanya tertawa kaku sembari mematut diri.

 

HANA

(V.O.)

Apa aku terlihat seaneh itu di mata mereka? Sebenarnya aku punya sweater tipis tetapi ternyata masih berada di jemuran baju.

HANA

(sambil tertawa kecil)

Sweater saya masih basah. Jadi saya pakai yang ini.

ZUNA

(menebak)

Hmm.. pasti mau gaya-gayaan seperti Reta kan?

 

Hana melihat Reta sedang memamerkan blazer rajut berwarna cokelat yang dikenakannya. Memang Hana sudah memperhatikannya mengenakan blazer itu dari hari pertama dimana mereka bertemu.

 

HANA

(berdalih)

I.. iya! Saya ingin tampil gaya! Ehh.. ano.. keren?!

 

Hana ikut mencoba memamerkan jaketnya dengan bergaya seperti Reta. Mereka bertiga malah tertawa semakin keras. Hana pun hanya terkekeh. Giliran Hana yang heran.

 

HANA

(V.O.)

Apa ada yang lucu dariku?

KUSNIYAH

(tersenyum senang)

Kamu itu kok lucu banget sih, Hana! Iih, bikin gemas!

 

Kusniyah mencubit kedua pipi Hana. Hana mengaduh kesakitan.

 

KUSNIYAH

(merasa bersalah)

Eh, maaf. Sakit ya , Han?

 

Hana menggelengkan kepalanya sembari tertawa kecil. Mereka berempat tertawa bersama.

 

HANA

(O.S.)

Aku tidak pernah merasa sedekat ini dengan teman-temanku sebelumnya. Namun kedekatanku dengan mereka mengingatkanku dengan seorang teman yang kutinggalkan disana. Mengingatnya membuatku ingin segera menghubunginya. Setelah kaki ku menapak di Indonesia, aku belum sama sekali menghubunginya melalui email. Bagaimana aku bisa melupakannya begitu saja? Hana, kamu tidak boleh seperti ini! Merasakan kebahagiaan dari teman-teman barumu dan melupakan teman lamamu. Aku harus menghubunginya sekarang juga!

 

Hana segera duduk di bangku dan mengambil ponsel di saku seragamnya.

 

INSERT:

Kemudian ia mengetik kata-kata bertuliskan, ‘Hai, Yumi! Bagaimana kabarmu sekarang? Maaf ya saya baru menghubungimu sekarang. Aku baik-baik saja disini.’ SEND!

 

ZUNA

(sambil mengucek-ucek matanya)

Wah, kamu mengetik apa sih? Aku tidak bisa membaca tulisannya. Hurufnya Jepang banget!

 

Hana terkekeh mendengarnya.

 

HANA

(V.O.)

Rasanya aku begitu beruntung bisa mengenal Zuna. Dia lah yang mengenalkanku dengan Reta dan Kusniyah. Berkat Zuna, aku bisa dengan mudah berkenalan dengan teman-teman disini. Karenanya, aku bisa memiliki sahabat. Zuna benar-benar gadis yang baik.

HANA

(bercerita sambil tersenyum)

Saya baru saja mengirim email pada teman di Jepang.

ZUNA

(penasaran)

Eh, beneran?! Namanya siapa?

HANA

(senang)

Aku biasanya memanggilnya Yumi-chan. Dia..

 

Belum selesai menjelaskan, Hana segera beranjak dan berlari kecil menghampiri Haru yang baru saja datang.

 

HANA

(membuka topik dengan wajah sumringah)

Kak Haru! Kak, tahu nggak kalau saya memakai jaket agar terlihat keren seperti kakak!

HANA

(V.O.)

Aku berusaha mengajaknya berbicara lagi. Aku masih belum menyerah. Ini belum batasku. Aku pasti bisa melunakkan hati kak Haru.

HANA

(berseru senang)

Wuah, warna jaket kita sama, kak!

 

Haru tetap acuh pada Hana. Dia terus berjalan menuju bangkunya. Hana mencoba terus berbicara pada Haru sambil mengikutinya dari belakang. Bel masuk pun berbunyi. Hana segera kembali duduk di bangku. Reta dan Kusniyah juga sudah duduk di bangku depan. Tapi mereka membalikkan tubuh mereka dan melihat Hana dengan wajah cemberut.

 

HANA

(bingung)

Kalian kenapa?

 

Reta dan Kusniyah menatap satu sama lain. lalu melihat ke arah Hana lagi.

 

KUSNIYAH

(sambil berpikir)

Hana, aku tahu kalau Haru itu kakakmu. Tapi...

RETA

(memotong pembicaraan)

Hiissh, lama amat!

 

Hana masih bingung dengan apa yang ingin mereka katakan. Reta mengetuk meja ku beberapa kali.

 

RETA

(tegas)

Hana, kami itu kasihan sama kamu yang setiap hari mengekor pada Haru. Apalagi kakakmu itu tidak pernah sekalipun mengobrol secara baik-baik denganmu.

HANA

(menyanggah)

Tapi kak Haru itu orang baik.

RETA

(semakin mempertegas kata-katanya)

Kalau Haru orang baik, nggak mungkin dia selalu berkata jahat padamu. Kalau Haru itu orang baik, tidak mungkin dia selalu berkumpul dengan anak-anak nakal di sekolah ini. Kalau Haru itu orang yang baik, dia bakal menjagamu dan memperlakukanmu selayaknya kakak-adik.

 

Hana masih tidak ingin mempercayai apa yang sudah dikatakan oleh Reta. Mulut Hana ingin mengatakannya lagi bahwa itu semua tidak benar. Tetapi Kusniyah memegang punggung tanganku erat. Hana kembali melihatnya.

 

KUSNIYAH

(menasehati)

Hana, dia sudah berubah. Haru hanya membawa pengaruh buruk untukmu. Kami mengatakan semua ini untuk kebaikanmu. Sebaiknya kamu menjauh darinya.

 

CUT TO:

 

2. INT. KAMAR HANA – SIANG

Zuna dipersilakan masuk oleh Nobuko. Zuna mengatakan bahwa ia sudah ada janji dengan Hana di kamarnya. Nobuko langsung menunjukkan arah tempat dimana kamar anaknya berada.

 

NOBUKO

(memberi petunjuk)

Pintu kamar sebelah kanan ya. Bukan yang sebelah kiri.

ZUNA

(tersenyum ramah)

Aku tahu kok pintu sebelah kiri itu kamarnya Haru. Pintu sebelah kanan itu kamarnya Hana. Makasih, te.

 

Zuna segera menaiki tangga hingga sampai ke lantai atas. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Haru sedang berdiri di depan pintu kamar Hana. Zuna memundurkan langkahnya satu persatu. Ia berusaha mendongak melihat apa yang tengah dilakukan oleh mantan sahabatnya itu. tampak Haru menggantungkan sesuatu di gagang pintu kamar Hana. Lalu ia bergegas kembali ke kamarnya. Rupanya Haru tidak menyadari kehadiran Zuna. Gadis itu menghembuskan nafas lega. Lantas ia naik ke lantai atas kembali dan melihat sebungkus kresek berwarna hitam menggantung disana. Zuna mengambil bungkusan itu dan mengetuk pintu kamar Hana. Pintu kamar pun terbuka. Hana menyambutnya dengan senang. Ia mempersilakan sahabatnya untuk duduk di atas kasur bersamanya. Zuna memberikan bungkusan berwarna hitam itu padanya. Hana menerimanya dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya.

 

ZUNA

(memberitahu)

Tadi Haru yang meletakkan disa..

HANA

(berseru dengan mata berbinar-binar)

Kak Haru? Kak Haru?!! Apa benar kalau kak Haru yang memberikannya padaku?!

 

Hana tampak senang sekali. Padahal ia belum tahu apa isi dari bungkusan itu. Hana membuka kresek hitam tersebut. Zuna ikut melihatnya saking penasarannya. Hana mengeluarkan benda di dalamnya satu persatu.

 

HANA

(termangu)

Alkohol, Plester dan obat antiseptik?

ZUNA

(tertawa geli)

Hah, untuk apa tuh? Aneh-aneh ajah kakakmu itu.

 

Hana tidak mendengarkan perkataan sahabatnya. Ia hanya tersenyum melihat kedua benda di tangannya itu. Hana pun berdiri dan melepaskan jaketnya.

 

ZUNA

(ngedumel)

Tuh kan, kamu malah berkeringat. Untuk apa sih kamu pakai jaket itu terus, Han?

 

Hana menunjukkan goresan lukanya yang memanjang di lengan kanannya. Zuna hampir saja terkejut karena luka itu tampak tidak diobati sama sekali. Darahnya ada yang sudah mengering dan ada juga yang masih terus saja mengalir.

 

ZUNA

(terkejut)

Ya ampun, Hana! Ini luka besar. Kenapa tidak segera diobati sih?!

 

Walaupun masih terus mengomel, Zuna langsung mengambil tisu dan mengelap tetesan darah dari lengan Hana dengan alkohol. Setelah itu Zuna meneteskan obat antiseptik itu dengan hati-hati. Hana meringis kesakitan.

 

ZUNA

(masih ngedumel)

Nggak ada perban? Ini harus diperban! Dasar Haru bego! Dia nggak tahu apa kalau ini luka besar! Dia malah beli plester!

 

Hana malah tersenyum melihat apa yang dilakukan Zuna padanya. Ia merasakan kehangatan dari seorang teman. Setelah Yumi, ia belum pernah menemukan kebaikan lain dari seorang teman. Hana langsung memeluk Zuna tanpa berbicara apapun. Ia menitikkan air mata. Zuna merasa aneh. Tetapi ia membiarkan Hana memeluknya.

 

HANA

(sedih)

Luka ini tidak seberapa dibanding luka-luka yang pernah diberikan oleh orang-orang itu.

 

Zuna tidak mengerti perkataan dari Hana. Ia mengerutkan keningnya saja. Hana melepaskan pelukannya dan meminta Zuna untuk menutup lukanya dengan beberapa plester. Kemudian Hana melihat Zuna lagi. Ia merasa siap untuk bercerita tentang masa lalunya dengan Zuna. Seorang gadis yang kini sudah dianggap sebagai sahabat terdekatnya.

 

HANA

(agak canggung)

Zuna, saya ingin bercerita tentang masa lalu yang selama ini saya tutupi.

ZUNA

(berbicara pelan sambil tetap fokus menempelkan plester di luka Hana)

Hmm.. ceritalah. Aku akan mendengarkannya.

 

DISSOLVE TO:

 

3. INT. RUMAH HANA DI NAGOYA / SEKOLAH HANA DI NAGOYA – SIANG

FLASHBACK

Kemudian Hana menceritakan awal kebahagiaannya bersama dengan keluarga kecilnya. Kemudian beralih dengan kehidupannya yang mulai suram bersama dengan kebangkrutan dari bisnis game ayahnya. Kehidupannya semakin menderita karena dibuli oleh teman-teman sekelasnya. Hanya karena rambutnya yang berbeda dan seragam yang dikenakannya selalu mengundang aroma minuman keras membuatnya semakin diejek. Kemudian ia mengenal sosok Yumi-chan, salah satu siswi di kelasnya. Walaupun Yumi tidak pernah menolongnya saat Hana dibuli, namun Yumi selalu membantu memapahnya sepulang sekolah. Yumi lah yang selalu ada di sampingnya saat Hana selesai dipukuli oleh teman-temannya. Walaupun harus sembunyi-sembunyi, Yumi lah yang selalu mau mengobrol dengannya. Karena terus-menerus dipukuli oleh ayah dan temannya, ia sudah tidak dapat membedakan mana rasa sakit dan mana yang tidak.

 

CUT BACK TO:

 

4. INT. KAMAR HANA – SIANG

 

HANA

(terkekeh)

Saya sudah mati rasa. Luka segini juga tidak terasa sakit sama sekali kok.

 

Zuna memperhatikannya dengan seksama. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.

 

ZUNA

(kesal)

Hana, temanmu yang bernama Yumi itu bukan teman. Dia sama sekali tidak membelamu dari teman-teman yang membulimu.

HANA

(membela)

Dia juga temanku. Bahkan dia yang menceritakan perbuatan mereka pada mama. Lalu mama melaporkan mereka pada guru. Saya terselamatkan berkat dirinya.

 

Hana menghela nafas panjang.

 

HANA

(tersenyum dengan air mata yang hampir menyeruak)

Berkat papa kak Haru, saya terselamatkan juga.

 

Hening. Keduanya saling terdiam. Namun tidak mampu saling menatap. Mereka terus saja menunduk dengan jalan pikiran masing-masing. Kemudian Hana mengetukkan jarinya beberapa kali di pundak kiri Zuna. Gadis itu mengangkat wajahnya dalam diam.

 

HANA

(menyesal)

Maaf ya kamu harus mendengar cerita ini dariku. Seharusnya saya tidak meredam suasana dengan kisahku yang kelam.

ZUNA

(sedih)

Aku sudah tahu dari bundaku kalau rambutmu berwarna abu-abu karena kelainan genetik. Makanya sebelum kamu menjadi siswa baru, aku sudah menceritakan hal itu pada teman-teman sekelas. Maaf juga ya, Han.

 

Hana mengusap air matanya sembari menggelengkan kepalanya.

 

HANA

(tersenyum tulus)

Seharusnya saya yang berterima kasih. Berkat kamu, teman-teman mau menerima saya sebagai teman mereka.

ZUNA

(penasaran)

Han, kenapa kamu cerita ini padaku?

HANA

(tersenyum tulus)

Karena saya percaya padamu.

 

Tiba-tiba saja Zuna merangkul Hana dengan erat.

 

ZUNA

(merasa terharu)

Terima kasih kamu sudah menceritakannya padaku. Kamu harus tabah ya, Hana. Harus ikhlas menjalani kehidupan ini. Kelak Tuhan pasti akan memberikanmu kebahagiaan.

HANA

(kaget)

Tuhan?

ZUNA

(tersenyum)

Iya. Kelak Tuhan akan memberimu kebahagiaan.

 

Mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya membuat Hana tidak mampu membendung tangisnya lagi. Ia menangis keras. Zuna mengelus punggungnya, mencoba menenangkannya. Hari itu Hana begitu bersyukur kepada Tuhan karena telah dipertemukan orang-orang baik dan telah diberikan begitu banyak kebahagiaan di dalam hidupnya.

 

FADE OUT


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar