Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE IN:
84. INT. KAMAR HANA – MALAM
INSERT:
Hana menulis surat untuk Yumi melalui email.
Yumi, senang mengetahui bahwa dirimu baik-baik saja disana. Aku jadi ingin mengobrol banyak tentangku disini. Disini aku memiliki teman-teman yang baik. Setiap jam istirahat di sekolah, mereka mengajakku makan bakso. Teman terdekatku adalah Zuna, Reta dan Kusniyah. Mereka sangat suka sekali makan bakso. Bakso itu daging sapi yang dibentuk bulat dan disertai kaldu di dalamnya. Atasnya dibubuhi daun bawang dan bawang goreng. Dicampur saus sambal dan saus tomat juga lebih enak. Oh ya, makanan yang selalu dibelikan oleh Zeno juga enak. Namanya nasi krawu. Nasi krawu itu makanan khas disini loh! Nanti kapan-kapan akan aku kirimkan fotonya.
Mmm, Zeno dan Zuna itu saudara kembar yang tinggal di sebelah rumahku. Mereka juga satu kelas denganku. Makanya aku sangat dekat dengan mereka. Tetapi beberapa bulan sudah berlalu. Hubunganku dengan Zuna semakin merenggang. Ia tidak lagi pernah menyapaku. Aku memiliki permasalahan dengannya. Tentu saja, beberapa bulan yang lalu aku ingin menyelesaikannya secara baik-baik. Tetapi setiap aku mengajaknya berbicara tentang permasalahan kami, dia menghindar. Aku tidak ingin masalah kami berlarut-larut dan Zeno mengetahui bahwa kami masih bertengkar. Aku tidak ingin ia juga campur tangan dengan permasalahan kami. Aku merasa segala kerumitan ini harus aku selesaikan dengan tanganku sendiri. Zeno sudah terlalu banyak membantuku. Sejak hari pertamaku disini, dialah yang mengajariku percakapan sehari-hari disini. Kami juga selalu belajar bersama. Dia adalah cowok yang pintar dan sangat.. sangaaattt baik.
Oh, aku belum mengenalkanmu dengan kak Haru juga! Namanya cukup unik loh, Haru Einstein. Kak Haru cukup pendiam. Walaupun setiap kali aku mengajaknya berbicara, ia masih selalu acuh padaku. Aku selalu merasa bahwa ia menanggapiku dan mendengarkanku dalam keterdiamannya. Kak Haru juga beberapa kali menolongku saat aku kesulitan. Dia selalu menghabiskan waktu dikamarnya. Aku tidak pernah tahu apa yang dilakukannya. Tetapi aku selalu mendengar ia bermain gitar dan bernyanyi disana. Suaranya seindah malaikat. Waktu kali pertama aku bertemu dengannya di bandara, aku kira dia memang malaikat yang dikirimkan Tuhan untukku. Sekarang aku begitu menyayanginya.
Kamu tahu tidak, sekolahku sudah memasuki masa semester dua. Itu berarti sebentar lagi aku naik ke kelas 11 di sekolah. Ada kabar baik juga! Beberapa bulan yang lalu, mamaku memberikan kabar baik. beliau sedang mengandung! Sekarang sudah berjalan empat bulan, mama akan memeriksakan kandungannya nanti untuk mengetahui jenis kelamin calon adikku. Apapun jenis kelaminnya, aku harap ia terlahir dengan sehat. Untuk menyambut kelahiran adikku, mama dan papa menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. pada trimester pertama, mama sudah sibuk memilih untuk menemui dokter kandungan terbaik di rumah sakit. Papa selalu membelikannya vitamin agar kandungannya semakin sehat. Mama juga sering sekali mual-mual. Papa selalu memijat pundak mama jika mama merasa mual. Papa memijitnya sambil terus berbicara agar mama tidak boleh banyak pikiran dan harus mengonsumsi makanan bergizi. Mereka tampak saling menyayangi. Oh ya, mama juga mengajakku untuk berbelanja pakaian khusus ibu hamil. Ternyata pakaiannya lucu-lucu loh! Mama juga sering memaksa papa untuk meluangkan waktunya berolahraga bersamanya. Mama juga memaksaku, tetapi beliau tidak bisa memaksakan kak Haru untuk ikut.
Entah kenapa kak Haru semakin terlihat aneh dan canggung di setiap harinya. Seperti bukan dirinya yang biasanya. Memang sih kak Haru sudah sangat aneh semenjak selalu dekat dan hanya berinteraksi dengan Zuna. Melihat kedekatan mereka yang seperti sepasang kekasih membuat dadaku terkadang menjadi semakin sesak. Aku jadi bertanya-tanya apakah sebenarnya mereka menjalin hubungan khusus? Ah, masa bodoh! Ada yang lebih penting dari itu! Semenjak mama mengabarkan kehamilannya, kak Haru semakin aneh. Dia tidak menghabiskan makanan yang disiapkan oleh mama. Aku juga terkadang memergoki kalau kak Haru selalu menatap mama dengan tatapan kebencian secara terang-terangan.
Sebelumnya sih aku sudah menyadari bahwa dia membenci kehadiran kami, tetapi dia tidak pernah membenci kami dengan begitu terlihat. Setiap jam kelas, biasanya dia selalu tertidur. Tetapi sekarang ia hanya menatap kosong ke depan. Seolah-olah dia tidak memperhatikan guru di depannya. Seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. Aku juga pernah memergokinya berdiri di ambang pintu kamar dimana aku, mama, dan papa sedang menyusun dan memasukkan beberapa benda untuk kebutuhan calon adik kelak. Kak Haru melihat kami dengan wajah sendu. Dia juga tidak lagi bermain musik di kamarnya seperti biasanya. Bahkan Zuna yang sering mampir ke dalam kamarnya juga tidak diperbolehkan masuk lagi. Kakakku itu jadi lebih banyak diam. Aku ingin mengerti tentang dia. Tetapi entah kenapa dia selalu memasang dinding yang tinggi didepanku. Padahal aku benar-benar tulus menyayanginya.
Maaf ya, Yumi. Sepertinya aku banyak bercerita. Di lain waktu aku juga ingin mendengarkan kisahmu ya. Salam sayang, Hana.
SEND!
JUMP CUT TO:
Setelah mengirim email melalui laptop, Hana menyandarkan tubuh ke belakang. Rasanya sudah terlalu lama ia mengetik surat untuk Yumi. Hana melihat jam weker yang berada di atas meja.
HANA
(merasa lelah)
NOBUKO
(memanggil dari lantai bawah)
Panggilan Nobuko membuat Hana berhenti menekuk punggung ke belakang. Dengan segera ia membuka pintu kamar. Hana terkejut saat melihat Haru berdiri terpaku di ambang pintu kamarnya.
HANA
(V.O.)
Sepertinya akhir-akhir ini kak Haru banyak melamun. Apa aku coba sapa ya?
NOBUKO
(memanggil lagi)
HANA
(menjawab panggilan Nobuko)
Dengan segera Hana menuruni tangga untuk menemui Nobuko tanpa menoleh ke belakang.
CUT TO:
85. INT. RUMAH ADIGUNA / RUANG BAYI DI LANTAI BAWAH – MALAM
Baru kali ini Haru merasa semakin hampa di tengah keterbingungannya. Semenjak Nobuko mengabarkan kehamilannya membuat Haru semakin marah. Tetapi ia juga merasa tidak marah. Perasaannya campur aduk. Haru menuruni tangga dan mendengar suara tawa papa, Nobuko dan Hana di dalam kamar yang akan ditempati oleh adik barunya kelak. Dia mengintip ruangan yang setengah terbuka itu. Barang-barang disana sudah tersusun rapi seperti tempat tidur bayi, lemari pakaian, perlengkapan mandi, bedong selimut, dan berbagai mainan. Haru mengamati apa yang dilakukan oleh mereka bertiga. Papanya sedang memasang kelambu di atas tempat tidur bayi, sedangkan Nobuko dan Hana sedang merajut bersama. Mereka bertiga tampak bahagia. Haru merasa ditinggalkan. Baru kali ini dia benar-benar merasa sangat kesepian.
HARU
(berbicara pelan)
Sesuatu menggelinding di kakinya. Haru melihat segulung benang wol berwarna hijau muda berada di dekatnya. Ia tidak menyangka bahwa Hana mengejar benang wol itu dan agak terkejut melihat kehadirannya. Hana tampak kikuk. Dia menoleh ke papa dan mamanya sambil merapikan poninya. Lalu dia pun tersenyum pada Haru. Gadis itu menengadahkan tangannya seakan menyambut kedatangannya.
HANA
(tersenyum bahagia)
Rupanya suara Hana juga terdengar oleh Adiguna dan Nobuko. Mereka berdua sama-sama terkejut melihat kehadiran Haru, tetapi itu semua ditepis dengan senyuman yang hangat. Tiba-tiba saja Haru merasa malu akan dirinya. Ia merasa kenapa dirinya sampai mengintip mereka segala. Hana menarik tangannya hingga ia juga masuk ke dalam ruangan tersebut.
ADIGUNA
(sumringah)
HARU
(V.O.)
Aku tidak pernah melihat senyum itu lagi semenjak papa dan ibu sering bertengkar. Bahkan hingga di kematian ibu, senyum itu tidak ada lagi. Tapi sekarang senyum papa begitu cerah. Kebahagiaan tertulis di wajahnya. Entah kenapa aku tidak suka melihat perubahan papa. Membuatku semakin membencinya.
ADIGUNA
(bahagia)
NOBUKO
(bahagia)
Haru beralih melihat Hana yang masih menyunggingkan senyum. Haru menjadi semakin benci melihatnya. Kehadiran Hana lah yang membuat papa dan Nobuko semakin rukun. Haru tidak menyukai itu.
HARU
(V.O.)
kenapa Hana harus repot-repot membahagiakan orang sana-sini? Apa dia sudah bosan untuk membahagiakan hidupnya, makanya dia selalu mengurusi hidup orang lain. terus mengekor dibelakangku, berteman dekat dengan si kembar, ikut campur dan berpura-pura menghentikan papa yang hendak memukulku, bahkan sekarang ikut membantu memberikan saran untuk bayi yang bahkan belum lahir di dunia ini. Hana benar-benar melakukan sesuatu yang tidak terduga. Aku juga semakin benci padanya.
HANA
(bercerita dengan riang)
HARU
(marah sambil menunjuk ke arah Hana)
Amarah Haru kian meledak. Haru tidak mampu membendungnya lagi. Batas kesabarannya sudah habis. Mendengar Hana yang banyak berbicara tentang calon bayi itu membuatnya semakain ingin muntah. Kepalanya semakin berdenyut-denyut. Ia tidak dapat lagi mengontrol emosinya. Haru merobohkan lemari kecil di sampingnya dan menendang-nendang mainan di depannya. Nobuko segera merangkul Hana yang ketakutan. Sedangkan papanya terkejut dengan pemberontakan yang dilakukannya.
HARU
(mengamuk)
ADIGUNA
(berteriak)
Haru mengabaikan suara teriakan papanya. Ia terus mengobrak-abrik barang di sekitarnya. Namun tanpa disangka, Hana menamparnya dengan keras. Hening. Haru juga berhenti melakukan aksinya. Semuanya terkejut dengan perlakuan Hana padanya. Papa dan Nobuko tidak menyangka kalau Hana melakukan hal itu. Kemudian terdengar isak tangis darinya. Hana menarik kaos Haru dengan masih menangis. Wajahnya tertunduk lesu.
HANA
(berteriak sambil menangis)
Kemudian Hana menjatuhkan diri di lantai. Ia sudah tidak kuat menopang kedua kakinya yang gemetaran. Haru hanya berdiri terpaku didepannya.
HANA
(marah dengan nada bergetar)
Suara teriakan Hana menggema di ruangan tersebut. Haru tidak pernah melihat Hana meluahkan semua perasaannya seperti itu. Haru tidak tahu harus bagaimana lagi.
HARU
(V.O. / baru tersadar)
Apa yang sudah aku lakukan?
Haru tidak mampu lagi mengangkat wajahnya. Ia memilih untuk pergi dari sana dengan langkah lunglai. Nobuko segera memeluk dan menenangkan Hana. Sementara Adiguna terduduk di lantai dengan tubuh lesu. Beliau melihat Hana yang masih menangis ke dalam pelukan ibunya.
86. INT. LANTAI 2 – MALAM
Adiguna segera bangkit dan berjalan menghampiri pintu kamar Haru yang tertutup. Beliau mengetuk pintu kamarnya. Namun tidak ada suara apapun.
ADIGUNA
(berbicara sendiri)
Setelah mengatakan hal itu, Adiguna mengusap air matanya yang mengalir. Ia menuruni tangga dengan langkah lunglai. Tanpa disangka pintu kamar Haru terbuka. Haru hendak memanggil papanya yang sedang berjalan menuruni tangga. Namun diurungkannya. Wajahnya tampak kusut. Sebenarnya Haru mendengarkan pembicaraan papanya di balik pintu. Baik perkataan Hana dan papanya membuatnya semakin sesak. Di dalam dadanya terasa sangat sakit. Ia hanya memandang kepergian ayahnya tanpa berbicara sepatah katapun.
FADE OUT