Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Luka Tanpa Asa
Suka
Favorit
Bagikan
1. Pertemuan Kita

FADE IN :

1. INT. BANDARA JUANDA – PAGI

HANA

(V.O.)

Sebuah luka yang tergores di tubuh tidaklah terasa sakit jika dibandingkan luka batin yang aku rasakan selama ini. Entah mengapa luka itu sudah lama menganga lebar dan diriku tidak mampu menjahitnya lagi. Sisa-sisa jahitan yang telah terputus itu terlihat menyedihkan. Ingin rasanya aku berteriak keras menunjuk ke atas langit untuk menurunkan keajaiban padaku. Mungkin doa ku telah didengar. Mama telah memutuskan untuk menceraikan orang itu dan kami berdua akan menjalani hidup baru di Indonesia. Tiada lagi orang itu. Tiada lagi orang-orang pembuli yang seharusnya aku anggap sebagai teman. Mereka semua adalah para iblis yang selalu menyiksaku. Menjadikanku sebagai seorang remaja pemurung seperti ini. Akan tetapi hari ini tidaklah lagi. Keajaiban telah meruntuhkan penderitaanku. Untuk kesekian kalinya aku harus bisa bangkit kembali untuk menyongsong kehidupan baruku di Indonesia. Aku akan mengusir jauh-jauh kehidupan yang membosankan itu dan memiliki kehidupan yang bahagia disana. Walaupun sebenarnya aku merasa ragu, tetapi aku akan tetap melakukannya! Demi diriku sendiri dan juga demi malaikat bersayap yang selalu berada di sampingku, mama.

 

NOBUKO

(mengulurkan tangannya di depan Hana)

Hana, sudah siap menyapa papa Adiguna?

 

Hana tersenyum lebar dan meraih tangan Nobuko.

Hana dan Nobuko berjalan sembari mencari kertas bertuliskan nama mereka di depan segerombolan banyak orang.

HANA

(menunjuk kertas yang diangkat tinggi-tinggi oleh seorang pria bertubuh tinggi semampai)

Mama! Itu!

 

Kertas itu bertuliskan nama Hana Asuka dan Nobuko Asuka. Mereka melambaikan tangan secara bersamaan.

Adiguna juga membalas lambaian mereka dengan wajah cerah.

Nobuko mempercepat langkahnya. Kemudian Nobuko berpelukan erat dengan Adiguna.

 

HANA

(V.O.)

Padahal baru dua minggu tidak bertemu tetapi mereka tampak merindukan satu sama lain. Dari mama, aku mengetahui nama pria itu. Namanya Muhammad Adiguna. Nama yang masih cukup sulit ku ucapkan dengan lidah orang Jepang sepertiku.

DISSOLVE TO:


HANA

(O.S. / FLASHBACK)

Sebenarnya aku sudah mengenalnya sebelumnya. Biasanya aku memanggilnya paman. Beliau adalah teman ayah semasa kuliah. Saat berkunjung ke rumah dan mengetahui kondisi di rumah kami, beliau menyarankan mama untuk bercerai dengan ayah dan menikah dengannya. Mungkin kisah itu terlihat kejam bila didengarkan oleh orang lain. Tetapi mama punya alasan tersendiri kenapa ia memutuskan untuk berpisah dengan ayah. Iya, seorang ayah yang sudah aku anggap sebagai orang asing. ‘Orang itu’ sebutannya. Akhirnya mereka menikah secara sederhana di Nagoya, tempat kelahiranku. Kemudian paman kembali ke Indonesia dan menunggu kami membereskan barang-barang di Jepang untuk dibawa ke rumah paman Adiguna.


 CUT BACK TO:


NOBUKO

(sambil mencari seseorang)

Loh, mana itu ... Siapa namanya. Aku lupa.

 

Hana hampir tertawa mendengar Nobuko berbicara bahasa Indonesia dengan fasih tapi masih dengan logat khasnya.

 

HANA

(V.O.)

Yap, mama memang fasih berbahasa Indonesia karena pernah menikahi orang Indonesia juga. Yang aku maksud adalah ‘orang itu’. Aku sendiri sudah lupa kapan terakhir ‘orang itu’ mengajarkanku berbahasa Indonesia. Saking muaknya aku pun tidak pernah ingin menggunakan bahasa itu lagi. Karena bahasa itu akan selalu mengingatkanku akan kenangan dengan ‘orang itu’. Tetapi sekarang berbeda. Mau tidak mau, aku harus menggunakannya. Kamus saku yang ku bawa ini mungkin akan berguna. Aku sudah mempelajarinya selama beberapa hari ini.

ADIGUNA

(telunjuknya mengarah kepada Haru yang berdiri sambil bersandar di tembok)

Oh, Haru! Itu dia sudah menunggu disana.

 

HANA

(O.S.)

Oh, jadi dia yang bernama Haru. Dia seperti remaja pada umumnya. Tetapi menurutku dia remaja dalam versi keren. Jaket hoodie yang dikenakannya juga tampak cocok dengannya. Rambutnya yang terurai berantakan dan berjatuhan menutupi sebagian dahinya membuatku berpikir bahwa dia memang cukup keren.

 

Hana segera berlari menghampiri Haru. Haru melihat Hana sekilas. Lalu matanya kembali ke arah ponsel yang tengah dimainkannya.

 

HANA

(V.O.)

Aku harus mengesankannya. Aku ingin lebih dekat dengan kakak tiriku ini.

 

Dengan segera Hana membuka kamus dan mencari halaman yang dia butuhkan.

 

HANA

(mencoba membaca dengan lugas)

Onii ... Ekhem! Kakak! Perkenalkan.. nama saya adalah ... Hana Asuka. Senang berkenalan denganmu.

 

Hana kembali melihat Haru lagi. Akan tetapi Haru melihatnya dengan tatapan yang aneh. Seperti tatapan tidak suka.

 

HANA

(V.O.)

Oh tidak! Aku harus tersenyum padanya! Ayo, Hana! Kamu harus berpikir positif! Kamu pasti bisa!

 

Hana mengulurkan tangannya, berharap Haru menerima salamnya dengan tatapan ramah. Hana pun mencoba tersenyum seramah mungkin. Haru malah tampak semakin tidak suka melihatnya. Lalu Haru mengenakan headphone-nya dan berjalan pergi meninggalkan Hana. Hana terbengong-bengong melihat kepergiannya.

Adiguna menepuk pundak Hana pelan. Hana berbalik dengan wajah sedih. Nobuko mengusap kepala Hana dengan lembut.

 

ADIGUNA

(kecewa)

Maaf ya, Hana. Anak papa sikapnya memang kurang baik. Namanya Haru Einstein. Kamu bisa memanggilnya kak Haru ya.

 

Wajah Hana kembali cerah.

 

HANA

(senang)

Ya, paman.

ADIGUNA

(senang)

Eits, mulai sekarang kamu juga harus memanggil papa. Paaa ...

HANA

(sambil tersenyum lebar)

Pa. Papa.

 

CUT TO:

 

2. INT. DI DALAM MOBIL - PAGI

Sesampainya mereka bertiga di mobil, Haru sudah berada disana duluan. Hana mencoba tersenyum lagi kepadanya. Tetapi dia malah mengacuhkan Hana dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Hana hanya mendengarkan obrolan Adiguna dan Nobuko. Sementara Haru yang duduk di sampingnya terus saja diam sembari memainkan ponselnya.

 

ADIGUNA

(mengobrol santai sembari menyetir)

Berapa lama kalian berada di pesawat, sayang?

NOBUKO

(tenang)

Uhmm ... Kira-kira enam belas jam lebih. Ini kita langsung ke Gresik?

ADIGUNA

(santai)

Iya dong. Dari bandara Juanda langsung pulang ke rumah. Aku akan mengajak kalian berkeliling sepanjang perjalanan juga. Hitung-hitung buat cuci mata. Tapi setelah itu kita harus segera pulang ke rumah. Kalian kan pasti kecapekan karena perjalanan jauh.

 

Hana menengok kaca di sebelah kanan. Tampak pemandangan bangunan-bangunan yang cukup tinggi. Suasananya juga sangat ramai. Banyak kendaraan mobil dan motor yang lalu-lalang.

 

CUT TO:

 

3. EXT. RUMAH ADIGUNA - SIANG

NOBUKO

(bersuara pelan)

Hana, bangun sayang.

 

Mata Hana terbuka secara perlahan. Rasa kantuk masih menyerang. Setelah menguap, Hana berusaha untuk turun dari mobil dengan dibantu oleh Nobuko. Hana melongok ke dalam mobil kembali.

 

HANA

(bingung)

Kak Haru dimana, ma?

ADIGUNA

(berbicara santai sambil mengambil koper di dalam bagasi)

Kak Haru sudah masuk ke rumah duluan, sayang. Ayo, Hana. Bantu papa bawa koper ini.

 

Kedua tangan Adiguna membawa tas-tas dan koper. Hana menganggukkan kepala sembari tersenyum pada Adiguna.

 

HANA

(V.O.)

Mendengar kata-katanya yang begitu halus mengingatkanku akan ‘orang itu’ yang dulu.

 

Hana mencari keberadaan Nobuko. Nobuko sedang mengobrol dengan seorang ibu dan dua remaja disampingnya. Hana menghampiri mereka sembari menyeret tas koper. Kedua remaja itu berusia tidak jauh dari Hana. Yang satu cowok berkacamata dengan helaian rambut yang rapi. Sementara yang satu lagi seorang cewek berambut keriting sebahu dengan bandana berwarna pink yang modelnya hampir sama seperti yang Hana kenakan sekarang.

 

BU HERMAWAN

(sambil tersenyum menggoda)

Nah, kalau yang di sebelah bu Nobuko ini siapa? Cantik sekali.

HANA

(V.O. / kagum)

Baru kali ini aku melihat seseorang yang mengenakan kain penutup di kepalanya.

 

Nobuko menarik tangan Hana dan mengelus bahunya lembut.

 

NOBUKO

(tersenyum)

Dia anakku. Namanya Hana Asuka.

 

Hana segera membungkukkan tubuhnya di depan bu Hermawan. Kemudian Hana menyalami tangan bu Hermawan dan kedua anaknya.

 

BU HERMAWAN

(senang)

Aduh manis sekali. Oh ya. Perkenalkan juga kedua anak saya. Anak yang laki-laki namanya Zeno dan yang satunya namanya Zuna. Mereka kembar. Kalau ada apa-apa bilang saja. Jangan sungkan bertamu di rumah saya. Hana juga. Mampir ke rumah. Main dan ngobrol bareng anak-anak saya.

 

Bu Hermawan terus saja berbicara dan berakhir menatap Hana. Hana berusaha mencerna kata-katanya. Ia merasa jika bu Hermawan terlalu cepat dalam berbicara. Seorang cowok berkacamata yang bernama Zeno berjalan mendekati Hana dan berdiri disampingnya sembari membungkukkan setengah tubuh untuk menatap Hana dengan jelas.

 

ZENO

(berbicara terang dan jelas)

Hana, mama saya bilang kalau kamu bisa bermain bersama saya dan adik saya kapan pun.

 

Hana langsung memahami apa yang diucapkan oleh Zeno.

 

HANA

(spontan)

Ohh ... Hai’! Terima kasih, bibi ...

BU HERMAWAN

(senang)

Panggil saja aku bibi Hermawan. Bibi Her deh ya Hana!

 

Hana menyunggingkan senyum.

 

HANA

(V.O.)

Aku tidak menyangka bahwa aku menemui orang-orang ramah seperti mereka.

 

Obrolan kecil itu pun berakhir. Nobuko pamit untuk masuk ke dalam rumah. Saat berjalan hendak masuk ke dalam rumah, Hana mengangkat wajah ke atas. Ia merasa seolah-olah ada yang sedang memperhatikan kami dari jauh. Hana melihat Haru seperti mengintip mereka dari sana. Saat Hana memergokinya, ia segera menutup tirainya.

 

HANA

(bergumam)

Hmm, sepertinya kamar kak Haru berada di lantai dua. Aku penasaran dimana dan seperti apa ruangan kamarku.

 

JUMP CUT TO:

4. INT. RUMAH ADIGUNA - SIANG

Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Hana kembali dibuat takjub dengan ruangan tamu yang begitu rapi, luas, dan bersih. Ada beberapa lukisan yang terpajang disana. Salah satunya menarik mataku untuk terus melihatnya. Lukisan yang tampak seperti keluarga kecil. Ada gambar seorang pria seperti sosok Adiguna dan anak cowok yang wajahnya begitu mirip dengan Haru. Satu lagi seorang wanita yang duduk di depan keduanya. Raut wajahnya tampak lembut dan cantik.

 

HANA

(bergumam)

Cantik sekali.

 

ADIGUNA

(tenang)

Hmm.. cantik, bukan? Dia mama Haru yang sudah meninggal.

 

Hana agak sedikit terkejut melihat kehadiran Adiguna di sampingnya.

 

ADIGUNA

(menjelaskan sambil menunjuk lukisan)

Kalau pria itu adalah papa dan anak laki-laki di sebelah papa adalah Haru.

HANA

(takjub)

Sudah saya duga. Mirip sekali!

ADIGUNA

(mengalihkan topik)

Oh ya, ayo papa tunjukkan kamarmu sekarang. Kopernya jangan lupa dibawa.

HANA

(tergelak)

Oh ya! Hehehe ...

 

Hampir saja Hana melupakan tas koperku. Kamar yang akan Hana tempati berada di lantai dua. Karena Hana agak keberatan mengangkat tas koperku, Adiguna ikut membantu Hana untuk membawanya sampai ke lantai atas.

 

HANA

(tersenyum)

Terima kasih, papa.

ADIGUNA

(senang)

Sama-sama. Nah, ini dia kamarmu.

 

Adiguna membuka pintu kamar berwarna merah muda. Nuansa kamar Hana begitu cerah. Dinding berwarna merah muda, tirai berwarna merah muda, kasurnya pun juga berwarna yang sama. Ada meja belajarnya juga.

 

HANA

(senang)

Terima kasih, pa!

 

Adiguna langsung tertawa sembari menepuk pundak Hana. Hana pun juga ikut tertawa canggung. Walaupun ia tidak tahu apa yang ditertawakannya.

 

ADIGUNA

(tersenyum lebar)

Anak papa lucu sekali. Sedikit-sedikit bilang terima kasih. Haru pasti senang memiliki adik yang lucu dan cantik seperti dirimu.

 

Ucapan Adiguna membuat Hana teringat kembali dengan Haru.

 

HANA

(celingak-celinguk dengan bingung)

Kamar ... Kak Haru?

 

ADIGUNA

(salah tingkah)

Oh, kamarnya tepat berada di depan kamarmu. Ya, sudah. Kamu istirahat dulu ya.

 

Hana menganggukkan kepalanya. Setelah Adiguna pergi, Hana berjalan mendekati kamar Haru. Ia merasa ada yang begitu misterius dari kakak tirinya. Pertemuannya dengan Haru tidak begitu baik. Hana merasa bahwa perkenalan mereka harus diperbaiki. Hana mengetuk pintu kamar Haru. Hening. Ia mengetuk lagi. Kali ini pintu kamarnya terbuka. Hana kembali dihadapkan dengan wajah masam Haru. Haru tidak berkata apapun.

 

HANA

(bingung)

Eeeng, kak Haru ... Ano ...

 

Hana mencoba untuk berpikir keras. Belum sampai berbicara lebih lanjut, Haru malah menutup pintu kamarnya dengan keras sampai menimbulkan suara nyaring. Hana pun terkejut dibuatnya.

 

HANA

(bersemangat)

Huaaahhh.. sepertinya aku harus berusaha lebih keras untuk bisa lebih dekat dengan kak Haru! Ayo, Hana! Kamu harus berjuang! Kamu sudah memiliki kehidupan yang baru! Jadi kamu juga harus berubah menjadi lebih ceria dan bersemangat! Lupakan yang dulu dan gapailah mimpimu yang sekarang! Demi Kehidupan yang lebih baik! SEMANGAT!

 

FADE OUT

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar