Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Luka Tanpa Asa
Suka
Favorit
Bagikan
8. Kasar

FADE IN:

46. INT. RUMAH ADIGUNA / RUANG MAKAN – MALAM

Seperti biasa, malam itu Adiguna, Nobuko, dan Hana sedang makan bersama di meja makan. Sedangkan Haru menenggelamkan diri di dalam kamarnya. Haru tidak pernah makan bersama dengan mereka. Hana menjadi tergelitik untuk bertanya kepada Adiguna tentang bagaimana kepribadian Haru yang dulu. Setelah menelan makanan terakhir, Hana memberanikan diri untuk menatap Adiguna.

 

HANA

(dengan nada hati-hati)

Pa, saya boleh bertanya?

 

Adiguna tersenyum pada Hana dan menatapnya dengan penuh perhatian.

 

ADIGUNA

(santai)

Ya. Tanya apa, sayang?

HANA

(V.O.)

Sepertinya papa sedang dalam suasana hati yang bagus. Semoga papa tidak marah jika aku bertanya tentang kak Haru.

 

Mata Hana melirik ke arah Nobuko sebentar. Rupanya beliau juga sedang memperhatikannya.

 

HANA

(hati-hati)

Kak Haru memang dulunya pendiam seperti ini ya, pa?

 

Pertanyaan Hana membuatnya terbatuk-batuk saat beliau sedang meminum air putih. Adiguna terbatuk-batuk sebentar, lalu menatap Hana lagi. Kini dengan tatapan datar.

 

ADIGUNA

(menjawab singkat dengan wajah datar)

Yap, seperti itulah kakakmu.

HANA

(V.O.)

Sepertinya papa kurang suka jika aku membahas kak Haru. Rasanya seolah-olah seperti ada jurang pemisah di antara hubungan mereka. Aku harus berusaha lebih keras lagi untuk bertanya lebih lanjut. Ayo Hana!

HANA

(kagum)

Tapi apa yang saya dengar dari teman-teman katanya kak Haru itu dulunya begitu ramah, bergaul dengan siapapun, bahkan ikut ngeband juga loh, pa! Saya semakin kagum deh dengan kak Haru!

 

Adiguna baru saja akan menyendok makanan untuk suapan terakhirnya. Namun ia menghentikan aktivitasnya ketika mendengar Hana berbicara lagi. Ia menatap Hana tanpa berkata apa-apa.

 

NOBUKO

(ikut kagum)

Loh, ternyata Haru anggota band juga seperti kamu, Han? Wah, anak-anak mama hebat di bidang seni ya. Hmm.. ya kan, pa?

 

Pembicaraan itu membuat Adiguna berdeham setelah sebelumnya terbatuk-batuk lagi. Nobuko menuangkan air putih di gelas Adiguna lagi. Setelah beliau meminumnya, ia melihat ke arah Hana lagi.

 

ADIGUNA

(marah sekaligus kecewa)

Itu Haru yang dulu, nak. Sekarang dia Haru yang berbeda. Bukan lagi siswa teladan. Hanya suka cari masalah bersama dengan teman-teman berandalnya itu. Entahlah.. apa dia tahu kalau yang sudah dia lakukan selama ini hanya merugikan dirinya sendiri.

HANA

(O.S.)

Aku melihat kekecewaan di mata papa. Beliau langsung menunduk agar aku tidak begitu menyadari kesedihannya. Rupanya selama ini papa juga mengkhawatirkan keadaan kak Haru yang semakin jauh darinya. Tentu saja penyebab dari ini semua adalah kehadiranku dan mama. Tetapi aku juga tidak bisa menyalahkan keputusan mama yang telah memberikanku seseorang yang baik dan penyayang seperi papa.

HANA

(memanggil dengan wajah sedih)

Pa..

 

Adiguna kembali melihat ke arah Hana.

 

HANA

(tersenyum lembut)

Saya tahu bahwa sebenarnya di hati yang terdalam, kak Haru sayang papa. Sayang teman-temannya. Sayang dengan dirinya sendiri. Saya tidak tahu kapan kak Haru akan kembali seperti kak Haru yang dikenal oleh semua orang. Tetapi yang pasti, kak Haru akan kembali kepada kita semua, pa. Saya janji akan selalu berada di dekatnya dan memastikan bahwa kak Haru baik-baik saja.

 

ADIGUNA

(bangkit dari duduknya dan menghambur ke arah Hana)

 Hana..


Adiguna memeluk Hana dengan erat. Hana merasakan sesengguk dari isak tangis ayah angkatnya.

 

ADIGUNA

(menangis tersedu-sedu)

Terima kasih. Papa sangat berterima kasih padamu karena kamu tidak menyerah begitu saja padanya. Haru dan papa begitu beruntung memilikimu sebagai bagian dari keluarga kami, nak. Terima kasih.

 

Hana tidak dapat berkata-kata. Namun air matanya mulai mengalir dalam sekejap. Kesedihan yang dirasakan Adiguna dapat tersampaikan jelas pada Hana. Hana menepuk-nepuk punggung Adiguna perlahan. Berusaha menenangkannya. Hana juga melihat Nobuko yang sudah berdiri di samping Adiguna sembari mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

 

FADE OUT

 

FADE IN:

47. INT. RUMAH ADIGUNA / RUANG KAMAR HANA / LANTAI 2 – PAGI

Hari itu hari minggu. Hana melihat jelas di kalendar yang terpampang di atas meja belajar. Hana membalik beberapa lembar dari kalender itu. Terdapat salah satu tanggal yang sebelumnya sudah ia lingkari dengan spidol merah. Hana pun tersenyum melihat kalender tersebut.

 

HANA

(tersenyum senang)

Sebentar lagi! Aku harus memberikan kado apa ya?

 

Terdengar suara seseorang sedang menaiki tangga. Dengan segera Hana membuka pintu kamar.

 

HANA

(berseru gembira)

MAMA!!!

 

Nobuko agak terkejut melihat kehadiran Hana di depan pintu kamarnya secara tiba-tiba. Hana tertawa kecil melihat Nobuko yang masih mengelus dada sambil menggeleng-gelengkan kepala.

 

NOBUKO

(lega)

Hana, untung saja makanan kakakmu tidak jatuh.

 

Nobuko menyeimbangkan nampan berisi sepiring nasi dan ayam goreng. Hidung Hana mencium aroma lezat yang terasa dari ayam goreng tersebut.

 

NOBUKO

(memukul pelan bahu Hana)

Hussh! Ini buat kakak kamu. Punya Hana di meja makan dong.

HANA

(dengan sigap menawarkan diri)

Iya, mama. Saya sudah tahu kok. Sini, biar Hana yang membawakannya.

NOBUKO

(agak ragu)

Tap.. tapi..

HANA

(mencoba meminta dari Nobuko)

Ma, setiap pagi kan Hana yang memberikannya kepada kak Haru. Jadi...

 

Nampan tersebut segera Hana pindahkan di tangannya.

HANA

(senang)

Biar saya saja ya...

 

Nobuko tersenyum sembari membelai kepala Hana.

 

NOBUKO

(memastikan)

Kamu yakin?

 

Hana langsung menganggukkan kepalaku dengan mantap. Setelah itu Nobuko melihat pintu kamar kak Haru yang masih tertutup dan melihat Hana lagi dengan mata berkaca-kaca.

 

HANA

(terharu)

Mama percaya pada Hana.

 

Setelah itu Nobuko segera berlalu. Hana menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Ia mengetuk pintu kamar Haru. Tidak ada jawaban. Hana mengetuk lagi, berharap Haru membuka pintu kamarnya. Namun hasilnya nihil.

 

HANA

(ngambek)

Ya, sudahlah. Biasanya juga seperti ini.

 

Hana meninggalkan nampan di bawah lantai. Ia pun hendak menuruni tangga. Namun langkahnya terhenti. Hana melihat nampan itu lagi. Kali ini ia membuang rasa bimbang di hatinya. Hana mengambil nampan itu lagi dan mengetuknya sekali lagi. Hening. Hana memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Haru. Kepalanya melongok ke dalam ruangan. Tidak ada siapapun. Ia pun memasuki kamar Haru dan menutup pintu secara perlahan.

 

CUT TO:

 

48.       INT. RUMAH ADIGUNA / RUANG KAMAR HARU – PAGI

HANA

(terkesima)

Oh, jadi ini kamar kak Haru.

 

Ruangan kamarnya yang begitu rapi. Beberapa poster terpampang di dinding. Ada gitar, ada patung mini doraemon dan kawan-kawannya, ada radio juga di samping gitar, lalu buku-buku yang tertata rapi di tempatnya. Hanya kasurnya saja yang masih berantakan. Hana menengok di seluruh ruangan mencari dimana Haru berada. Tak lama terdengar suara orang mandi di kamar mandi yang berada di sudut ruangan.

 

HANA

(sambil menunjuk ke arah televisi)

Woah, makanya kak Haru betah di dalam kamar. Kamar mandinya saja di dalam kamar. Televisinya juga!

HANA

(berbicara sendiri)

Saya agak sedikit cemburu karena di dalam kamar kak Haru ada televisi. Sedangkan saya selalu menonton televisi di lantai bawah.

 

Hana menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Setelah itu nampan ia letakkan di atas meja yang berlapiskan kaca. Dengan segera Hana merapikan kasurnya yang berantakan. Setelah merapikannya, Hana mengusap keringat di dahi dengan perasaan lega.

 

HANA

(senang)

Kalau begini kan sudah sempurna.

 

Tubuh Hana berbalik ke arah dimana buku-buku yang tertata rapi di dalam lemari berlapiskan kaca. matanya melihat berbagai judul buku yang tersusun disana. Lalu mata Hana terpaku ke arah buku yang sampulnya bertuliskan ‘LAGU KARYA HARU’. Karena penasaran, ia langsung membukanya tanpa ijin. Hana menjatuhkan tubuh di atas kasur sembari membaca tangga-tangga nada yang pernah ditulis oleh Haru. Ia mencoba menyanyikannya. Dengan salah satu kaki mengayun ke kanan-kiri.

 

HARU

(berteriak)

NGAPAIN KAMU DISINI?!

 

Spontan Hana bangkit dari tidurnya. Namun ia masih terduduk di kasur saking kagetnya. Tubuhnya sedikit bergetar melihat kehadiran kak Haru. Wajah Haru menunjukkan amarah kepadanya. Ternyata Haru sudah selesai mandi. Ia memakai kaos berwarna merah dengan handuk yang terlilit di pinggangnya. Lantas matanya beralih melihat buku yang Hana pegang sedari tadi. Melihat hal itu kak Haru semakin geram. Dengan gesit Haru menarik buku itu dariku.

 

HARU

(desisnya sembari menepuk-nepuk buku itu di pipi Hana)

Siapa yang ngijinin kamu membaca buku ini?!

 

Mata Hana tidak berani melihatnya. Hana segera berdiri dan hendak pergi. Namun Haru malah menarik tanganku dengan kuatnya seakan-akan tidak ingin membiarkanku pergi.

 

HANA

(takut)

Kak, lepasin..

 

Hana mencoba melepaskan tangannya dari Haru. Haru melonggarkan pegangannya dan menarik Hana hingga berbalik tepat dihadapannya. Kepala Hana masih tertunduk. Namun tak lama ia mencoba untuk menguras rasa takut ini dan menjadi berani dihadapan kakak tirinya. Karena Haru tidak berkata apa-apa, segera Hana tegakkan wajahnya dihadapan kakak tirinya. Haru langsung menyengir.

 

HARU

(menyengir sambil mengejek)

Woah, sudah semakin berani rupanya!

HANA

(kesal)

Kak Haru tidak boleh bersikap jahat pada adiknya. Saya sudah tahu apa itu bermuka dua. Saya.. saya bukan bermuka dua. Saya selalu jujur pada papa, pada mama, pada Zeno, pada Zuna, pada semuanya! Terutama pada kak Haru juga!

HARU

(mengejek)

Wah rupanya kamu sudah terlalu banyak bicara ya? Pasti Zeno sangat bangga padamu. Dia seperti anjing tolol yang terus saja mengekor padamu.

 

Hana mengerutkan kening tidak mengerti.

 

HANA

(bingung)

Anjing tolol? Anjing kan hewan yang lucu. Tolol itu.. apa?

 

Haru melepaskan lengan Hana dan tertawa terbahak-bahak. Hana pun terperangah melihatnya. Tidak pernah sekalipun ia melihat Haru tertawa. Walaupun masih terlihat babak belur, namun kini tampak bersinar.

 

HANA

(V.O. / takjub)

Aku seperti baru saja melihat wajah tampan seorang malaikat.

 

Haru berhenti tertawa saat melihat Hana lagi. Dia berdeham dan melihat ruangan sekitar. Hana pun tersenyum dan mengikuti wajah Haru yang menengok ke kanan-kiri.

HARU

(wajahnya kembali masam)

Kenapa? Kenapa kamu melihatku seperti itu, hah?!

 

Wajah Hana juga langsung cemberut ketika menyadari hilangnya senyuman itu. Hana berbalik dan berjalan-jalan di sekitar ruangan, melihat-lihat berbagai barang di sekitar.

 

HARU

(membentak)

Hey, kenapa kamu malah cemberut begitu?! Hee.. telingamu tuli apa?!!

 

Hana hanya tersenyum kecil berusaha tidak mempedulikannya. Sekali-kali ia juga ingin menjahili Haru. Kemudian mata Hana tertumbuk pada sebuah foto berpigura yang berada di atas meja. Ia segera mengambil dan melihatnya dengan takjub.

 

HANA

(takjub)

Ini pasti foto mama kak Haru. Wajahnya memang sangat cantik!

 

Hana agak terkejut ketika Haru merebut pigura itu darinya dan mendorongnya hingga terjatuh ke lantai. Tanpa sadar lengan Hana tergores sudut lapisan kaca pada meja yang tidak jauh di belakangnya. Darah mengucur deras di lengannya. Hana segera berdiri tanpa rasa sakit.

 

HARU

(marah)

DASAR LANCANG! NGGAK TAHU DIRI! Tidak aku ijinkan kamu sedikitpun untuk mengejek ibuku! PERGI SANA!

 

Wajah Hana tertunduk sedih.

 

HANA

(V.O.)

Padahal kak Haru baru saja tertawa. Hampir saja hubungan kami akrab. Tetapi aku malah mengacaukannya lagi dan lagi.

 

Hana pun berbalik dan menarik gagang pintu kamar Haru.

 

HARU

(memanggil)

Tunggu!

 

Hana menengok ke arah Haru lagi. Haru berjalan mendekatinya. Suasananya semakin memanas.

 

HARU

(membentak)

Jangan harap mama mu bisa menggantikan kedudukan ibuku. Kamu tidak boleh masuk kesini lagi, MENGERTI?!!

 

Kepala Hana semakin tertunduk. Tanpa berkata apapun lagi Hana segera keluar dan memasuki kamarnya dengan menahan air mata yang kian menyeruak.

 

FADE OUT


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar