Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Montase
Suka
Favorit
Bagikan
11. Act 2 (6)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. LAPANGAN BASKET - MALAM HARI

Irham dan beberapa temannya sedang bertanding basket. Wildan duduk di pinggir lapang sambil memotret. Irham berhasil memasukkan bola, ia kegirangan. Irham meminta pergantian pemain ke temannya. Ia duduk di samping Wildan sambil meminum air dan mengeringkan badannya.

WILDAN
Jago juga loe main basket.
IRHAM
Bagus gak foto gue ?

Wildan memperlihatkan hasilnya.

IRHAM
Wuidiihh, keren keren. Gue minta yang ini ya, buat foto profil. Kirimin nanti.
WILDAN
Siap.
IRHAM
Mau wawancara sekarang ?
WILDAN
Boleh. Loe sambil istirahat aja.

Irham meregangkan badannya melakukan pendinginan. Wildan menyalakan perekamnya.

WILDAN
Loe atlet dulunya ?
IRHAM
Iya. Waktu SMA gue kapten tim basket. Pernah ikut timnas juga. Terus cidera parah, jadi harus pensiun dini. Jadi cuman bisa main sebentar-sebentar kayak tadi.
WILDAN
Terus tiba-tiba jadi aktor gimana ceritanya ?
IRHAM
Gak sengaja sebenernya. Jadi gue lagi deket sama seseorang, dia anak teater di kampus gue. Ya udah tuh gue ikutin media sosialnya, terus setiap latihan gue suka ikut, pura-puranya gue anggota teater itu. Eh tiba-tiba gue disuruh adu akting sama dia. Aduh padahal, gue gak bisa akting sama sekali, bingung dong harus ngapain. Tapi daripada di usir, terus gagal misi gue, ya udah, nekat aja. Eh gak tahunya, semua orang yang nonton pada tepuk tangan, cewek yang gue suka juga bilang akting gue bagus. Seneng dong gue, bangga banget. Ya udah dari situ, gue jadi jatuh cinta sama akting. Keterusan sampai sekarang.
WILDAN
Terus cewek yang loe suka gimana ?
IRHAM
Dia udah punya pacar ternyata, anak satu teater juga, ketuanya. Ya udah lah, bodo amat. Untung gue udah jatuh cinta sama yang lain.

Wildan dan Irham tertawa mendengar ceritanya.

IRHAM
Ini bener, fotonya gak harus di tempat bagus, pakai baju keren gitu...
WILDAN
Gak, gak perlu. Ini udah bagus kok.

Irham tersenyum bangga. Ia mengambil bola dan memainkannya.

WILDAN
Loe dulu pernah pacaran sama Reina ?
IRHAM
Iya. Kok tahu ?
WILDAN
Berapa lama ?
IRHAM
Dua bulan aja.
WILDAN
Putusnya kenapa ?
IRHAM
Kok loe nanya Reina sih ? Kan di sini mau nanya gue.
WILDAN
Ya mungkin, ada pengaruhnya dengan diri loe sebagai seorang aktor ? Mungkin putusnya kalian berdua membuat loe terinspirasi membuat sesuatu atau merubah cara loe berakting ?

Irham berhenti bermain bola dan kembali duduk di samping Wildan.

IRHAM
Gak ada sih kayaknya. Kita putus baik-baik kok. Reina fokus kerja, gue juga begitu, jadi ya profesional aja. Gak ada pengaruhnya.

Wildan memotret Irham yang seketika terdiam.

IRHAM
Tapi dipikir-pikir, gue lupa, awalnya kenapa gue pacaran sama dia.
(berpikir)
OOOOH!!! Iya ya. Jadi, kita mau pementasan, gue sama Reina karakternya jadi sepasang kekasih. Tiba-tiba aja Reina ini mulai baik banget ke gue, selalu bangunin gue tiap pagi, bikinin bekal tiap ketemu, ngasih gue hadiah, wahh, romantis banget pokoknya. Gue belum sadar waktu itu. Pas pementasan, lagi adegan romantisnya nih, dia tiba-tiba nyium gue, padahal gak ada di naskah. Gue kaget banget, tapi ya udahlah gue mainin aja. Pas udah putus gue baru sadar. Kalau semuanya itu tuh, hanya metodenya dia untuk bisa mendalami perannya. Makannya kenapa kita bisa pacaran, supaya dapet chemistry nya. Ya setelah pementasan sih, dia biasa lagi ke gue. Gue nya aja yang baperan.

Wildan terdiam mendengarkan Irham, lalu memotretnya kembali. Teman Irham memanggilnya untuk kembali bermain basket.

IRHAM
Eh, gabung yuk. Satu game.
WILDAN
Enggak ah. Gue nonton aja.
IRHAM
Ayolah, kurang orang nih. Yuk. Bisa main kan loe ?
WILDAN
Bisa, tapi baju gue gini. Gak apa-apa ?
IRHAM
Aaaah, gak masalah. Yuk.

Wildan menaruh kamera di dalam tas dan menitipkannya ke teman Irham yang sedang duduk di sana.

Irham dan Wildan mulai bertanding.


INT. GEDUNG TEATER RUPAKATA - RUANG PEMENTASAN - SIANG HARI

Wildan merasa pegal-pegal akibat bermain basket dengan Irham. Reina menghampiri Wildan yang sedang duduk di bangku penonton paling belakang dan fokus dengan laptopnya.

WILDAN
Gak ikut ngumpul di sana ?
REINA
Males gue. Enak sendiri.

Wildan membereskan barang-barangnya, bersiap untuk pindah.

REINA
Loe disini aja. Gak apa-apa.

Wildan mengeluarkan laptopnya kembali dan fokus dengan pekerjaannya.

WILDAN
Udah sampai mana, monologue-nya ?
REINA
Gak akan ikut.
WILDAN
Waktu itu, loe bilang ke Poppy, udah siap katanya ?
REINA
Kalau gak gitu, Poppy bisa panik.
WILDAN
Ya loe bilang lah ke Poppy. Kasian, udah berharap-harap sampai kegirangan. Loe malah bohongin.
REINA
Kenapa tiba-tiba jadi peduli sama Poppy ?
WILDAN
Bukan tentang Poppy, ini kan acaranya dia yang produserin, dia yang sutradarain, kalau emang gak ikut ya, bilang aja. Buat kebaikan semua.
REINA
Terus nanti gue bilang apa ? Apa alasannya gak ikut ?
WILDAN
Ya bilang aja ---
REINA
--- Gue kena kanker gitu ? Minta perhatian mereka ? Minta belas kasihan mereka ?
WILDAN
Masalahnya kan ini udah bentar lagi, kasian mereka yang udah latihan capek-capek, loe nya malah ---
REINA
--- Kenapa loe yang ribet sih ? Kerjaan loe itu cuman fotoin mereka, wawancara, edit, terus kasih ke gue. Gak usah kritik-kritik yang lain.

Wildan menarik nafas panjang, tidak ingin menyelesaikan debat ini lagi.

WILDAN
Ya udah. Sorry.

Reina dan Wildan terdiam dalam kecanggungan.

REINA
Lagi ngapain ?
WILDAN
Edit foto yang kemarin.
REINA
Udah lah, gak usah perfect banget. Yang ngeliat juga gue.
WILDAN
Tahu. Tapi ini kan karya gue, pekerjaan gue. Gue gak suka setengah-setengah. Walaupun yang ngeliat anak kecil yang gak tahu apa-apa, tetap harus terlihat sempurna di mata gue. Jadi maaf, kalau loe gak suka ngelihat orang yang terlalu perfeksionis.
REINA
Ya udah maaf. Gak usah emosi. Cuman nanya doang.

Reina dan Wildan kembali terdiam dalam kecanggungan.

Poppy sibuk mengatur kru-kru membereskan properti panggung. Beberapa aktor sedang melatih monologue nya di bangku penonton. Kru-kru selesai membereskan properti dan kembali turun dari panggung.

POPPY
LEOOO ! UDAH SIAP BELUM ?
LEO (O.S)
BENTAAAAR !

Poppy dan anak-anak yang lain sabar menunggunya.

LEO (O.S.)
OKAAAY READY !

Poppy mengarahkan kru untuk mematikan lampu dan bersiap-siap. Ia duduk di bangku paling depan. Leo keluar dari belakang panggung dengan kostum dan riasan rapih dan menawan. Kebulan asap keluar menambah elegan penampilan Leo. Ia berjalan menuju tengah panggung dan menatap tajam ke atas.

LEO
Semuanya terlihat hijau. Indah. Luas. Langit sangat cerah. Aku membawa anak-anakku ke tengah padang rumput nan hijau. Mereka berpegangan tangan. Saling tersenyum melihat semua keindahan itu. Aku bilang “Berlarilah, sebarkan keindahan cinta di bumi ini.” . Mereka berlari menyebarkannya. Hari berganti, tahun berlalu. Aku merasakan tubuh ini semakin lemah. Ada sesuatu yang menyakiti tubuhku. Aku tidak tahu apa ini, tapi... Sakit sekali... Sakiit sekali...

Leo terjatuh berlutut. Ia menempelkan cairan berwarna merah darah dan menempelkennya ke seluruh kostum dan wajahnya.

LEO
(kesakitan)
Tolong...Tolong aku. Aku kesakitan. Aku tak bisa apa-apa. Aku...aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku...sekarat. Tolong aku.
(diam)
BERHENTI MENYAKITIKU !

Reina menahan tawanya melihat akting dari Leo. Wildan melihat Reina dengan sinis.

Leo tertidur menatap kosong ke atas. Ia mengangkat satu tanganya ke atas, seperti ingin meraih sesuatu.

LEO
Anak-anakku. Tolong aku. Aku tak berdaya. Tolong aku.

Ia menurunkan tangannya. Lampu dimatikan. Beberapa kru menaruh properti di tengah-tengah panggung, sebuah mannequin dengan tertutup kain lusuh dan bersimbah cat warna merah darah. Leo berjalan mendekati mannequin itu dengan kostumnya yang telah berganti menjadi kain hitam panjang.

LEO
Anak-anaknya melihat dengan tatapan kosong ke arahnya. Mereka tidak terlihat bahagia atau sedih. Mereka hanya...memandanginya. Lalu satu anak berbisik...

Leo mendekatkan wajahnya ke samping mannequin.

LEO
Ini bukan salahmu. Ini salah mereka. Cinta dan kasih sayang tidak cukup untuk seluruh isi di bumi ini. Mereka mengubahku menjadi kegelapan. Aku hanya melakukan apa yang kau suruh. Tapi mereka merubahku menjadi sesuatu yang tak bisa aku hentikan. Kami masih berusaha, untuk bisa menjaga mu. Bertahanlah ibu...bertahan. Tidak semua isi bumi jahat.

Leo berdiri dan melihat ke atas.

LEO
Aku masih percaya, ada cinta tersembunyi di sini. Masih ada harapan. Janganlah engkau menangis ibu. Janganlah menyerah saudaraku. Masih ada cinta yang tersisa di dalam diri kita. Untuk ibu kita...untuk bumi ini.

Leo menundukkan kepalanya. Lampu padam.

Poppy dan anak-anak lain bertepuk tangan melihat penampilan Leo. Wildan bertepuk tangan dan tersenyum lebar melihatnya. Reina hanya menatapnya sinis, ia tidak percaya Wildan menyukai penampilan Leo. Leo memberikan penghormatan ke seluruh penonton.


INT. BAR - MALAM HARI

Musik barat dari mesin pemutar musik membuat suasana ala bar Amerika semakin kental. Wildan dan Leo duduk sambil menikmati minuman mereka.

LEO
Dia ngetawain gue kan pas waktu itu ? Gue denger tuh suaranya. Bikin gak fokus.
WILDAN
Iya, tapi bukan gara-gara penampilan loe. Itu salah gue. Dia ngetawain jokes gue.
LEO
Gak usah ngebohong. Gue tahu Reina gimana orangnya. Gue udah seneng, dikira dia gak bakal dateng. Kalau ada dia tuh bawaanya nervous. Suka ketawa, senyum-senyum sendiri ngelihat penampilan kita. Nanti habis ngetawain kita, dia ngomong dibelakang, kasih kritikan tapi gak membangun. Malah ngejatuhin. Sok perfect --- Tapi kadang omongannya emang suka bener. Kesel gue.

Wildan memotret Leo.

WILDAN
Emang dia pernah kritik apa aja ke loe ?

Leo menaruh gelasnya dan menirukan gaya Reina.

LEO
“Le, loe tuh psikopat. Gue tahu loe melambai, tapi seenggaknya loe yakinin gue kalau loe itu pembunuh. Megang pisau tanganya lemes gitu. Keponakan gue yang cewek aja lebih gagah dari loe. Mau diajarin sama anak umur 8 tahun gimana caranya jadi orang gagah ? Malu, loe tuh cowok. Loe tuh aktor. Kalau gak bisa akting, jangan buang-buang duitnya Bang Julian yang udah bayar loe kerja di teater ini. Pergi aja sana. Masih banyak orang yang bisa ngambil peran loe. Kita gak butuh banci amatiran kayak loe ! “
WILDAN
Serius dia ngomong gitu ?
LEO
Serius Wil. Loe Bayangin. Di depan muka gue coba. Gue udah kesel banget tuh dengernya, pingin nonjok kalau gak ngelihat dia temen gue. Tapi sesudahnya dia bilang gini. --- “Kesel kan loe ? Pingin marah kan ? “ --- Terus dia jalan ngedeketin gue. Mukanya deket banget. --- “ Ayo ! Marah sama gue ! Nih muka gue ! Ayo tonjok ! Tunjukkin kalau loe jantan ! Tunjukin kalau loe bisa akting ! Ayo ! “ --- Gue diem di situ. Gak bisa ngomong sama sekali. Terus dia ngeluarin cutter dari saku celananya, dan dikasih ke gue. Gue suruh megang. Dipaksa sama dia. Terus dia teriak --- “AYO LE... BUNUH GUE BUNUUH ! “ --- Gue teriak, gue dorong badannya. Keras banget sampe kepalanya kebentur. Gue masih megang itu cutter sambil nahan emosi. Dan dia cuman senyum, terus bilang --- “Tahan kayak gitu. Kita naik ke panggung” --- Dan kita lanjut performance nya. Pura-pura gak ada apa-apa. Lalu semua penonton standing ovation . Muji akting gue. Semuanya. Dan loe mau tahu reaksi dia gimana ?

Wildan tersenyum sambil terus memotret setiap ekspresi Leo.

LEO
“ Selamat ya. Akting loe bagus banget” dengan muka yang polos. Kayak gak ada apa-apa. Padahal mukanya hampir gue tusuk pake cutter. Dan dia nyantai aja, buat dia kejadian itu tuh nothing. Kalau gue kesetanan gimana coba. Emang gila tuh orang.

Wildan tidak percaya mendengar cerita Leo, ia hanya menggelengkan kepala. Leo tertawa mengingat kembali momen itu dan kembali meminum bir nya.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar