Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL : AROMA LAUT DI PAGI BUTA
PENULIS : RANA KURNIAWAN
Kabut tipis menutupi atap seng yang berkarat. Udara lembap bercampur bau amis laut. Dari kejauhan, langkah kaki dan suara sepeda berderit terdengar.
RANA (30-an), lelaki sederhana Berpakaian lusuh, mendorong gerobak berisi ember-ember ikan. Nafasnya teratur, wajahnya tenang meski mata tampak lelah.
RANA
“Ya Allah, mudahkan hari ini… seperti laut yang tenang pagi tadi.”
RANA
menata dagangannya. Tangannya cekatan, menyusun ikan kembung, tongkol, dan selar. Di sisi lain pasar, pedagang lain mulai membuka lapak.
Tiba-tiba suara motor berhenti. TOPAN (40-an) turun dengan pakaian rapi dan senyum licik. Ia membawa peti ikan besar yang tampak lebih segar.
TOPAN
(tersenyum ke pembeli)
Ayo, ikan baru dari Pelabuhan Bayah! Murah, segar, timbangannya pas!
Pembeli langsung berkerumun. Rana hanya melirik sekilas, menahan perasaan.
INT. PASAR – SIANG
Suasana semakin ramai. Rana berusaha memanggil pelanggan, tapi banyak yang sudah berpindah ke lapak Topan.
> PEMBELI 1
(berbisik ke temannya)
Ikan Topan lebih murah. Katanya Rana sering campur ikan kemarin.
PEMBELI 2
Ah masa? Tapi Rana kan jujur orangnya.
RANA
menunduk, pura-pura tak dengar.
EXT. SUDUT PASAR – SIANG
Di sisi lain, beberapa SANTRI USTAD HUDRI—ERWIN, RASYA, SARI, ALDI, RITA, dan SANTI—membeli sayur untuk dapur pesantren. Mereka melihat kejadian itu.
SARI
Kasihan Bu Rana, dari dulu paling rajin, sekarang sepi begini.
RASYA
Ya… orang jujur suka kalah di awal. Tapi nanti juga kelihatan, siapa yang main curang.
Mereka saling berpandangan, menyimpan niat untuk membantu.
EXT. PASAR – SORE
Langit mulai jingga. Rana menghitung hasil dagang yang sedikit. Uang di tangannya tak sampai sepuluh ribu.
Topan lewat sambil menepuk pundaknya.
TOPAN
(sinisme halus)
Sabar, Pak Rana. Namanya juga rezeki, kadang di atas, kadang di bawah.
(lalu tertawa kecil)
Yang penting usaha, kan?
RANA
hanya tersenyum kecil, menahan getir.
EXT. KADUBANA – MALAM
Rana pulang ke rumahnya yang sederhana di pinggir kampung. Lampu minyak bergoyang tertiup angin. Ia menatap ember kosong, lalu mengambil air wudu.
RANA
(berdoa lirih)
Ya Rabb, Engkau tahu aku tak pandai bersaing. Tapi jangan ambil rezeki yang jujur dari tanganku.
Kamera menyorot wajah RANA yang basah air mata, lalu naik ke langit malam penuh bintang.