Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
PENGASIHAN DAGANGAN
Suka
Favorit
Bagikan
9. RISA JATUH SAKIT

JUDUL : RISA JATUH SAKIT

PENULIS: RANA KURNIAWAN


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI

Suasana pasar tampak seperti biasa — ramai, ramai, tapi sedikit berbeda.

Lapak Rana terlihat sepi hari ini.

Beberapa pedagang menoleh, heran.

PEDAGANG 1

Eh, Risa ke mana ya? Biasanya dia yang nyapa duluan.

PEDAGANG 2

Katanya lagi sakit. Udah dua hari nggak keliatan.

Rana datang dengan wajah lelah. Ia menata ikan seadanya, tanpa senyum seperti biasanya.

Pembeli datang, tapi ia terlihat tak bersemangat.

INT. RUMAH RANA – PAGI

Rumah sederhana di Kadubana.

Risa terbaring di tempat tidur, wajahnya pucat.

Gelas air dan piring bubur ada di meja kecil di samping ranjang.

Rana duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya dengan mata sembab.

RANA

(lembut)

Kamu istirahat aja, Ris. Jangan mikirin pasar dulu.

Aku bisa urus semua.

RISA

(suara pelan, tersenyum lemah)

Aku cuma capek, Mas… mungkin karena kepikiran omongan orang kemarin.

Tapi aku nggak nyesel bantu kamu.

Rana menatap istrinya dengan perasaan bersalah.

RANA

Maaf, Ris… Aku terlalu sibuk sama dagangan.

Padahal kamu yang paling banyak berkorban.

Risa menggeleng pelan, senyumnya tulus.

RISA

Rezeki itu bukan cuma dari uang, Mas… tapi dari doa, sabar, dan cinta yang jujur.

EXT. MASJID PASAR – SIANG

Topan datang menemui Ustad Hudri setelah salat Duhur.

Wajahnya terlihat cemas.

TOPAN

Kyai, Risa sakit. Rana nggak tenang, dagangannya juga turun.

USTAD HUDRI

Setiap orang beriman pasti diuji, Pan.

Kadang bukan untuk menghukum, tapi untuk meninggikan derajatnya.

Mari kita jenguk sore ini.

Topan mengangguk mantap.

INT. RUMAH RANA – SORE

Rana duduk di tepi ranjang.

Risa tampak tertidur.

Suara azan Ashar berkumandang lembut dari masjid dekat rumah.

Ketukan pintu terdengar.

Rana membuka — tampak Ustad Hudri dan Topan berdiri di depan pintu.

RANA

Kyai… Pan… silakan masuk.

Mereka masuk perlahan.

Ustad Hudri duduk di dekat Risa, memegang tangannya, dan mulai membaca doa pelan.

USTAD HUDRI

(tenang dan lembut)

Ya Allah, angkatlah penyakit hamba-Mu ini.

Gantikan lemah jadi kuat, gundah jadi sabar, dan air mata jadi cahaya iman.

Risa membuka mata perlahan, menatap Ustad Hudri dan Rana.

Air matanya menetes.

RISA

Terima kasih, Kyai… Saya cuma ingin sehat biar bisa bantu suami lagi di pasar.

USTAD HUDRI

Kamu sudah membantu lebih dari cukup, Nak.

Sekarang waktunya kamu istirahat.

Allah tahu siapa yang tulus tanpa harus berteriak pada dunia.

EXT. PASAR – BEBERAPA HARI KEMUDIAN

Rana berdagang seperti biasa.

Meskipun sendiri, ia tetap tersenyum pada pembeli — meniru kebiasaan istrinya.

Para pembeli ikut tersentuh dan tetap setia datang ke lapaknya.

Topan datang membantu tanpa diminta.

TOPAN

Aku bantu cuci ember, Ran. Anggap aja ganti budi waktu dulu kamu bantu aku.

RANA

(tersenyum haru)

Terima kasih, Pan. Rezeki memang lebih enak dibagi daripada direbutin.

INT. RUMAH RANA – MALAM

Risa mulai membaik.

Ia duduk di ranjang, menatap jendela ke arah pasar yang terlihat samar dari jauh.

RISA

Mas… aku pengen ke pasar lagi. Cuma sebentar, bantu jualan.

RANA

(tersenyum)

Nanti aja kalau udah kuat, Ris.

Pasar bisa nunggu, tapi kamu nggak bisa aku gantiin.

Risa tertawa kecil. Suasana hangat kembali memenuhi ruangan.

Dari luar terdengar adzan Isya menggema.

Kamera menyorot wajah Risa yang mulai berseri kembali, lalu bergeser ke wajah Rana yang menatapnya penuh cinta dan syukur.

FADE OUT.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)