Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
PENGASIHAN DAGANGAN
Suka
Favorit
Bagikan
3. ILMU PENGASIHAN

JUDUL : ILMU PENGASIHAN

PENULIS: RANA KURNIAWAN


INT. WARUNG KOPI PASAR – MALAM


Suasana warung kopi pasar Gunung Kencana. Lampu minyak bergoyang ditiup angin.

Beberapa pedagang duduk sambil bercanda. Di pojokan, Topan duduk sendiri, menatap kosong ke arah luar jendela.

Uang hasil dagangan di tangannya terasa berat, tapi wajahnya gelisah.


> TOPAN (dalam hati)

“Kenapa aku masih nggak puas? Rana itu… kenapa bisa tetap tenang walau dagangannya sepi?”




RUDI, anak buahnya, datang membawa kopi panas.


RUDI

Bang, orang bilang dagangan Rana mulai naik lagi. Katanya santri-santri pesantren Ustad Hudri yang bantu beli.


Topan mendengus. Ia menatap ke luar jendela, ke arah jalan gelap menuju kampung Kadubana.



---


EXT. JALAN KAMPUNG KADUBANA – MALAM


Kabut turun perlahan. Suara jangkrik bersahutan.

Topan berjalan sendirian. Langkahnya ragu-ragu, tapi amarah di matanya menutupi rasa takut.


Dari kejauhan, tampak bayangan seorang wanita tua berjubah hitam berdiri di tepi jalan, menatapnya.


> WANITA TUA

“Kau pedagang yang ingin dagangannya laku, bukan?”




Topan terkejut, tapi diam.


> TOPAN

“Iya… siapa nenek ini?”




> WANITA TUA

“Aku cuma penuntun jalan rezeki. Tapi ingat, semua rezeki punya harga…”




Wanita itu memberikan kotak kayu kecil berukir aneh. Di dalamnya ada batu hitam kecil dan seutas benang merah.


> WANITA TUA (melanjutkan)

“Letakkan batu ini di bawah timbanganmu, dan ikat benang ini di tanganmu setiap kali berdagang. Orang-orang akan tergila-gila dengan daganganmu.”




Topan menatap benda itu, matanya berkilat.


> TOPAN

“Kalau cuma itu, aku sanggup.”




Wanita itu tersenyum samar, giginya hitam dan jarang-jarang.


> WANITA TUA

“Sanggupkah kau membayar dengan hatimu nanti?”




Topan diam. Angin malam tiba-tiba menderu.

Ketika ia menunduk sebentar lalu menatap lagi — wanita itu sudah menghilang.



---


INT. RUMAH TOPAN – MALAM


Topan membuka kotak itu di atas meja. Ia menatap batu hitam yang kini berkilau samar.

Dari dapur terdengar suara air menetes… tik… tik… tik…


Ia mengikuti instruksi wanita itu. Batu ia letakkan di bawah timbangan, benang merah ia lilit di pergelangan tangan.


> TOPAN (lirih)

“Mulai besok… semua orang bakal datang ke lapakku.”




Kamera fokus pada matanya — pupilnya mengecil, seperti ada bayangan merah di dalamnya.



---


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI


Suasana pasar seperti biasa. Tapi kali ini, saat Topan membuka lapak, angin berhembus aneh.

Ikan-ikan di embernya tampak lebih segar dari biasanya — seolah baru diambil dari laut.


Pembeli mulai berdatangan.

Satu per satu, mereka langsung mendekat ke lapak Topan, seakan tertarik tanpa alasan.


PEMBELI 1

Mas Topan, ikannya wangi banget ya, saya ambil dua kilo!


PEMBELI 2

Saya juga, Mas! Tambah udang sekilo!


Topan tersenyum puas. Lapaknya penuh, sementara lapak lain kosong — termasuk lapak Rana.



---


EXT. LAPAK RANA – PAGI


Rana terkejut melihat kerumunan di lapak Topan.

Ikan-ikannya sendiri tiba-tiba jadi cepat membusuk, padahal semalam baru dibersihkan.


RANA

(khawatir)

“Astagfirullah… kenapa begini, ya Allah?”


SANTI, santri perempuan yang lewat, menghampiri.


SANTI

Pak Rana, sabar ya. Ustad bilang, kalau ada yang tak wajar di pasar, jangan panik dulu.


Rana hanya bisa mengangguk, matanya tetap memandangi Topan dari jauh — yang kini tertawa puas dikelilingi pembeli.



---


INT. PONDOK PESANTREN – SORE


Para santri melapor pada Ustad Hudri.


ERWIN

Kyai, pasar jadi aneh. Semua orang belanja ke Topan. Mereka bilang, ikannya bikin nagih.


Ustad Hudri menatap mereka serius.


USTAD HUDRI

Ada ilmu yang bukan dari Allah, Nak. Dan jika itu yang digunakan Topan… maka ia sedang berjalan di jalan gelap.


Beliau menutup kitab, lalu berdiri perlahan.


USTAD HUDRI

Malam ini, kita akan berdoa bersama. Bukan untuk menjatuhkan, tapi agar kebenaran kembali tampak.


Kamera

menyorot wajah para santri — Erwin, Rasya, Sari, Aldi, Rita, dan Santi — mereka menunduk, menyiapkan diri untuk malam panjang.



---


FADE OUT.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)