Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL : TIMBANG CURANG
PENULIS :RANA KURNIAWAN
INT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI
Suara ramai pasar kembali menggema. Pedagang berebut tempat, pembeli berdesakan.
RANA datang lebih pagi, berusaha menata ikan dengan semangat baru.
RANA (berbisik pada diri sendiri)
“Bismillah, rezeki sudah diatur. Aku cuma perlu sabar.”
Ia mengelap meja kayu, menyusun ikan satu per satu. Embun masih menempel di sisik ikan.
EXT. LAPAK TOPAN – PAGI
TOPAN datang dengan peti besar. Di balik meja, tampak TIMBANGAN DIGITAL yang sudah dimodifikasi. Jarumnya tidak akurat.
TOPAN
(kepada anak buahnya)
Ingat, timbangannya jangan diubah. Biar pembeli senang, kita tetap untung besar.
Anak buahnya, RUDI, mengangguk dengan senyum nakal.
INT. PASAR – SIANG
Pasar semakin padat. Pembeli menyerbu lapak Topan. Rana hanya menatap dari kejauhan.
PEMBELI WANITA
Mas Topan, timbang sekilo ya!
(Topan menimbang, jarum bergerak lambat)
TOPAN
(senyum meyakinkan)
Pas satu kilo. Tuh, liat sendiri!
Padahal ikan itu hanya 800 gram.
Pembeli percaya, tersenyum puas, dan pergi.
EXT. LAPAK RANA – SIANG
Sementara itu, Rana mencoba menarik pembeli dengan jujur.
RANA
Ikan segar bu, timbangannya pas. Coba aja bandingkan!
Tapi pembeli cuma lewat. Suara Topan lebih menarik.
Rana menatap dagangannya yang mulai berbau asin kering karena matahari.
INT. PONDOK PESANTREN – SORE
Para santri kembali dari pasar, membawa belanjaan.
Ustad Hudri (50-an) duduk di teras, menatap mereka dengan lembut.
USTAD HUDRI
Hari ini kalian belanja di mana?
ERWIN
Di pasar, Kyai. Tapi… ada yang aneh. Pak Rana sepi, padahal ikannya bagus.
SARI
Topan curang, Kyai. Timbangannya nggak jujur. Kami lihat sendiri.
Ustad Hudri terdiam sesaat, menatap ke arah langit senja.
USTAD HUDRI
Begitulah dunia, Nak. Timbangan manusia bisa dimiringkan, tapi timbangan Allah selalu lurus.
(kemudian lembut)
Besok, bantu Pak Rana. Tapi jangan dengan amarah — dengan ilmu.
Para santri saling menatap penuh tekad.
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – MALAM
Pasar mulai sepi. Topan menghitung uang di lapaknya dengan senyum puas.
Lampu-lampu minyak redup. Dari jauh, Rana masih membereskan sisik ikan.
Topan mendekat, membawa dua bungkus rokok.
TOPAN
(basa-basi)
Rana… kalau mau, ikut aja sama aku. Nggak usah repot jual sendiri. Aku ajarin cara cepat laku.
RANA menatap dingin.
RANA
Cara cepat nggak selalu benar, Topan. Aku nggak mau dagang pakai tipu-tipu.
Topan tersenyum sinis, lalu pergi sambil menyalakan rokok.
INT. RUMAH RANA – MALAM
RANA membuka dompetnya yang tipis. Ia menatap uang kecil itu, lalu menatap ke langit-langit rumah.
Air matanya menetes.
RANA (lirih)
Ya Allah… sampai kapan aku diuji begini?
Kamera perlahan bergerak ke luar jendela, menyorot cahaya bulan
yang menerangi kampung Kadubana.
Angin malam berhembus lembut, membawa suara adzan isya dari kejauhan.