Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL : MUJIZAT DOA
PENULIS: RANA KURNIAWAN
EXT. LANGIT PAGI DI KADUBANA – SUBUH
Kabut tipis masih menutup atap rumah warga.
Suara adzan Subuh menggema lembut dari surau kecil di ujung kampung.
Dari balik jendela rumah sederhana, cahaya lampu minyak masih menyala.
Di dalam rumah itu, Rana sedang berwudu.
Sementara di kamar, Risa sudah duduk bersila di atas sajadah, mengenakan mukena putih.
Wajahnya tenang, bersih, seperti baru disapu cahaya lembut pagi.
RISA (lirih dalam doa)
Ya Allah, aku tidak meminta banyak...
Cukup beri kami kekuatan untuk tetap sabar dalam ujian-Mu.
Jika Engkau kehendaki, sembuhkanlah aku agar bisa membantu suamiku lagi.
Air mata menetes di pipinya.
Suara lantunan doa terdengar lirih, tapi terasa dalam.
INT. RUMAH RANA – PAGI
Rana selesai salat, lalu mendekati Risa.
Ia duduk di sampingnya sambil tersenyum kecil.
RANA
Kamu kuat, Ris. Aku yakin sebentar lagi kamu sembuh.
Doa orang sabar nggak akan sia-sia.
RISA
(tersenyum pelan)
Aku bukan mau sembuh supaya bisa kerja, Mas.
Aku cuma pengen hidup bermanfaat… dan tetap bisa bareng kamu.
Rana menatap istrinya haru. Ia memeluknya dengan lembut.
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI
Pasar mulai ramai.
Topan sedang menata ikan di lapak Rana, menggantikannya sementara.
Para pedagang kini saling sapa dengan lebih hangat — suasana pasar benar-benar berubah.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terlihat sosok Risa berjalan perlahan menuju pasar.
Orang-orang berhenti sejenak, terkejut sekaligus senang.
PEDAGANG 1
Itu... Risa? Bukannya dia sakit parah?
PEDAGANG 2
Iya, tapi lihat… dia kelihatan sehat sekarang. MasyaAllah.
Risa tersenyum pada mereka semua, wajahnya bercahaya oleh kebahagiaan.
Rana menatapnya tak percaya — air mata menetes tanpa sadar.
RANA (lirih)
Ya Allah… mujizat-Mu nyata.
EXT. LAPAK RANA – PAGI
Risa duduk di kursi kecil, membantu menimbang ikan.
Pembeli mulai berdatangan lagi, tapi kali ini suasananya penuh keharuan.
PEMBELI WANITA
Bu Risa, saya kira Ibu nggak akan ke pasar lagi. Alhamdulillah, sehat ya sekarang!
RISA
(tersenyum hangat)
Iya, Bu. Allah kasih kesempatan kedua.
Sekarang saya cuma mau dagang dengan niat ibadah.
Topan ikut tersenyum sambil membantu melayani pembeli.
Semua orang di pasar seolah ikut merasakan kedamaian yang sama.
INT. PONDOK PESANTREN – SIANG
Ustad Hudri duduk di serambi bersama para santri: Erwin, Sari, Rita, dan Santi.
Topan datang membawa kabar bahagia.
TOPAN (tersenyum lebar)
Kyai, Risa sudah sembuh! Hari ini dia ke pasar lagi.
Semua orang senang, pasar penuh pembeli.
USTAD HUDRI
Alhamdulillah…
Begitulah kuasa Allah. Doa yang lahir dari hati bersih tak pernah tertolak.
Itu bukan mujizat karena kesaktian, tapi karena ketulusan.
SARI
Berarti pengasihan dagangan itu bukan ilmu gaib ya, Kyai?
USTAD HUDRI (tersenyum)
Bukan, Nak.
Pengasihan sejati datang dari hati yang ikhlas dan wajah yang bersinar karena doa.
Itulah rahasia rezeki yang berkah.
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – SORE
Rana dan Risa menutup lapak.
Cahaya senja menyinari wajah mereka berdua.
Suara anak-anak santri lewat sambil tertawa di antara gang pasar.
RANA
Ris, kamu yakin nggak capek?
RISA
Capek sedikit nggak apa-apa. Tapi hari ini hati aku tenang sekali.
Kayak semua orang di pasar saling mendoakan.
RANA
(tersenyum)
Itu karena kamu, Ris.
Kamu bukan cuma bantu jual ikan… tapi juga ajarin aku arti sabar dan doa.
Risa tersenyum malu, lalu menatap langit jingga yang indah.
EXT. LANGIT SENJA – MONTAGE VISUAL
🎥 Montase lembut dan penuh makna:
Topan membantu pedagang lain menata dagangan.Ustad Hudri menulis catatan dakwah di serambi pesantren.Anak-anak santri berjalan sambil tertawa membawa ember ikan.Rana dan Risa menutup lapak bersama, lalu tersenyum saling pandang.
Suara adzan Maghrib terdengar, perlahan menutup adegan.
USTAD HUDRI (VO, narasi penutup)
“Setiap rezeki punya jalannya, dan setiap ujian punya hikmahnya.Pengasihan bukan dari jampi atau ilmu gaib, tapi dari hati yang bersih dan doa yang tak pernah putus.Barang siapa ikhlas dalam usaha, maka Allah akan memuliakannya dengan ketenangan.”
FADE OUT.