Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL : PASAR YANG BERUBAH
PENULIS: RANA KURNIAWAN
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI BUTA
Kabut tipis menutupi jalan masuk pasar.
Suara ayam berkokok bersahutan.
Tapi ada sesuatu yang berbeda — aroma amis ikan bercampur dengan bau bunga kenanga dan kemenyan.
CUT TO:
Topan datang lebih pagi dari biasanya. Ia membuka lapak dengan senyum aneh di wajahnya.
Batu hitam masih di bawah timbangan, benang merah di tangannya tampak semakin kusam.
> TOPAN (lirih)
“Hari ini, pasar ini milikku.”
Ia menaburkan air dari botol kecil ke meja dagangan — air itu berkilau sesaat, lalu menguap.
---
INT. PASAR – PAGI
Suasana pasar mulai hidup. Tapi kali ini, semua pembeli seolah tersihir.
Mereka berjalan langsung ke lapak Topan, seolah tanpa sadar.
PEMBELI WANITA
(sambil tersenyum lemah)
Mas Topan… ikannya kayaknya paling segar di dunia, ya?
Topan hanya tersenyum.
Sementara di lapak lain — termasuk Rana — tidak ada satu pun pembeli.
RANA
(cemas, berdoa pelan)
“Ya Allah, ada apa dengan mereka?”
Ikan di lapaknya mulai mengeluarkan bau busuk, seolah dipercepat oleh sesuatu yang tak terlihat.
---
EXT. PINGGIR PASAR – SIANG
Para santri pesantren — Erwin, Sari, Aldi, Rasya, Rita, dan Santi — tiba di pasar.
Mereka melihat suasana yang ganjil: pembeli tertawa tanpa alasan, beberapa terlihat melamun sambil menatap ikan Topan.
ERWIN
Ada yang nggak wajar, teman-teman.
Orang-orang kayak hilang kesadarannya.
SARI
Aku tadi dengar dari ibu-ibu, katanya Topan sekarang “punya jimat dagang.”
RASYA
Jimat? Tapi bau pasar ini juga aneh banget. Kayak… campuran bunga dan darah.
Para santri saling pandang.
SANTI
Kita harus lapor ke Ustad Hudri malam ini.
---
EXT. LAPAK TOPAN – SIANG
Topan makin sukses. Pembeli terus datang, uang menumpuk di meja.
Tapi wajahnya mulai pucat, matanya kemerahan, keringat dingin mengucur.
RUDI (khawatir)
Bang, lo nggak apa-apa?
Topan menahan pusing. Ia menatap ember ikan — dan tiba-tiba melihat bayangan wanita tua berjubah hitam di permukaan air.
> WANITA TUA (dalam bayangan air)
“Rezekimu lancar… tapi jangan lupa bayarannya.”
Topan menepis air itu panik. Pembeli menatap heran, tapi efek pengasihan membuat mereka tetap tertarik belanja.
---
INT. RUMAH RANA – SORE
Rana menatap sisa dagangannya yang tak laku.
Di belakangnya, anaknya yang kecil batuk terus-menerus.
RANA (lirih, hampir menangis)
“Ya Allah… aku cuma mau rezeki halal.”
Ia mengambil air wudhu, lalu menunaikan salat dengan hati berat.
Kamera bergerak perlahan ke jendela, menunjukkan sinar matahari sore yang mulai redup — menandakan datangnya kegelapan batin di pasar.
---
INT. PONDOK PESANTREN – MALAM
Ustad Hudri duduk di ruang tamu bersama para santri.
Di meja, ada segelas air putih dan sebatang dupa yang belum dinyalakan.
ERWIN
Kyai, kami lihat sendiri. Orang-orang seperti kehilangan akal.
Mereka cuma mau belanja ke Topan.
USTAD HUDRI
(tenang tapi tegas)
Kalau benar itu ilmu pengasihan, maka pasarnya sudah bukan milik manusia. Itu sudah jadi arena jin.
Para santri saling menelan ludah, suasana mencekam.
USTAD HUDRI (melanjutkan)
Malam Jumat ini, kita akan pergi ke pasar.
Kita lihat siapa yang bermain dengan rezeki Tuhan.
---
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – MALAM
Pasar sudah sepi, tapi beberapa lilin kecil menyala di lapak Topan.
Asap tipis berputar di udara.
Dari kejauhan, terdengar suara zikir para santri yang mulai datang dipimpin Ustad Hudri.
Topan yang sedang menghitung uang tiba-tiba merasa dadanya sesak.
Ia menatap sekeliling — dan melihat ikan-ikan di embernya bergerak sendiri, meski tak ada air.
> TOPAN (teriak pelan)
“Apa yang terjadi…?!”
Kamera menyorot mata Topan — kini memantulkan cahaya merah
.
Suara wanita tua bergema samar:
> WANITA TUA (V.O.)
“Ingat, anak dagang… semua yang cepat datang, cepat pula hilang.”
FADE OUT.