Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
PENGASIHAN DAGANGAN
Suka
Favorit
Bagikan
15. ANGIN PERUBAHAN

JUDUL : ANGIN PERUBAHAN

PENULIS : RANA KURNIAWAN


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI TENANG


Langit biru lembut. Pasar Gunung Kencana terlihat damai.

Lapak-lapak kembali hidup, suara tawar-menawar terdengar hangat.

Anak-anak santri membantu para pedagang menata barang, suasana penuh gotong royong.


Rana dan Risa sibuk menyiapkan ikan di lapak mereka.

Senyum Risa merekah, wajahnya berseri.

Tak ada lagi tatapan curiga dari pedagang lain — semua ramah, bahkan ada yang meminta maaf.


PEDAGANG 1 (tulus)

Maaf ya, Ran, dulu aku sempat ikut ngomong yang nggak bener.

Ternyata kamu benar-benar orang jujur.


RANA (tersenyum tenang)

Nggak apa-apa. Semua ini sudah lewat.

Yang penting, sekarang kita sama-sama jaga pasar ini biar nggak rusak lagi.


Risa menatap suaminya bangga.

Topan datang membawa kopi dan roti singkong.


TOPAN

Akhirnya damai juga, ya.

Kayak mimpi — kemarin hampir rusuh, sekarang orang malah saling bantu.


RISA (tersenyum)

Karena fitnah cuma bisa hidup kalau kita kasih makan.

Begitu kita saling percaya lagi, dia mati sendiri.


Mereka semua tertawa kecil, suasana hangat.



---


INT. RUMAH LURAH JAYA – SIANG


Lurah Jaya duduk di ruang tamu, memandangi surat pengunduran diri dari investor kota.

Di meja, ada foto lamanya bersama warga pasar, waktu ia baru menjabat dulu — wajahnya masih tulus di sana.

Pintu diketuk.


LURAH JAYA

Masuk.


Ternyata yang datang adalah Gopur.

Wajahnya lebam sedikit, tapi kini tanpa senyum licik. Ia membawa kantong plastik berisi ikan segar.


GOPUR (pelan)

Ini… dari pasar, Pak. Dari lapaknya Rana.

Katanya buat Bapak, biar makan malamnya ada lauk.


Lurah Jaya terdiam lama.

Ia mengambil kantong itu, menatap Gopur.


LURAH JAYA (lirih)

Kamu nggak takut datang ke sini?


GOPUR (menunduk)

Saya udah capek, Pak.

Selama ini saya pikir kuat karena disuruh orang berkuasa.

Tapi kemarin saya lihat sendiri — orang jujur justru yang paling berani.


Lurah Jaya terdiam, matanya berkaca-kaca.


LURAH JAYA (pelan)

Kamu tahu, Pur… waktu aku muda, aku juga dagang di pasar itu.

Cuma bedanya, waktu jadi lurah, aku lupa rasanya jadi orang kecil.


Gopur menunduk lebih dalam.

Hening lama di antara mereka.


GOPUR (lirih)

Kalau Bapak izinkan… saya mau bantu perbaiki semua yang saya rusak.


Lurah Jaya menatapnya dengan mata yang mulai tenang.


LURAH JAYA

Kalau kamu mau tobat, mulai dari minta maaf ke orang-orang.

Aku juga akan turun ke pasar lagi.

Bukan buat ngatur, tapi buat minta maaf.



---


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – SORE


Suasana sore cerah, cahaya matahari keemasan menyinari pasar.

Rana dan Risa sedang menutup lapak ketika dari kejauhan tampak Lurah Jaya dan Gopur berjalan pelan ke arah mereka.

Orang-orang berhenti beraktivitas, menatap penasaran.


Lurah Jaya berhenti di depan Rana.

Ia menunduk dalam, suaranya bergetar.


LURAH JAYA

Saya minta maaf, Ran… Risa…

Saya sudah buta karena ambisi.

Saya hampir menghancurkan tempat yang seharusnya saya lindungi.


Rana menatapnya lama, lalu mengulurkan tangan.


RANA (pelan)

Saya juga maafkan, Pak.

Mungkin ini memang jalan dari Allah supaya kita semua belajar.


Risa ikut tersenyum, air matanya jatuh tanpa sadar.

Warga bertepuk tangan pelan — suasana penuh keharuan.

Topan mengusap matanya diam-diam.


TOPAN (pelan)

Aduh, kayak sinetron beneran ini… tapi indah banget.


Semua tertawa kecil, mencairkan ketegangan.



---


INT. PONDOK PESANTREN – MALAM


Ustad Hudri duduk di serambi, ditemani santri-santri muda.

Mereka bercerita sambil menikmati teh hangat.


SARI

Kyai, pasar sekarang adem banget. Lurahnya juga sering datang ke pesantren.


USTAD HUDRI (tersenyum)

Begitulah, Nak.

Hati manusia bisa gelap oleh kuasa, tapi juga bisa disinari oleh kesadaran.

Yang penting, jangan sombong waktu di atas, dan jangan putus asa waktu di bawah.


Para santri mengangguk, mencatat pesan itu di hati masing-masing.



---


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – MALAM


Kamera menyorot suasana pasar dari atas.

Lampu-lampu obor berkelap-kelip.

Anak-anak bermain kejar-kejaran di antara tenda ikan.

Rana dan Risa duduk berdampingan, menatap bintang.


RISA (lembut)

Mas… aku senang banget lihat pasar kayak gini lagi.

Kayak nggak cuma tempat jualan, tapi juga tempat orang saling jaga.


RANA (tersenyum)

Iya, Ris.

Pasar ini mungkin kecil, tapi hati orang-orang di dalamnya besar.

Dan selama kita jujur, Allah bakal terus jaga tempat ini.


Risa menyandarkan kepala di bahu suaminya.

Kamera menjauh perlahan, meninggalkan keduanya dalam cahaya hangat malam.



---


NARASI (VO – USTAD HUDRI):


> “Kadang ujian datang bukan untuk menjatuhkan,

tapi untuk menyadarkan.


Pasar yang hancur bisa dibangun lagi,

tapi hati yang rusak hanya bisa diperbaiki dengan keikhlasan.”





---


FADE OUT.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)