Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL : BAYANGAN PASAR GELAP
PENULIS : RANA KURNIAWAN
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI
Langit mendung, suasana pasar agak tegang.
Beberapa pedagang berbisik-bisik, tatapan mereka mengarah ke ujung pasar.
Tampak GOPUR (40-an), tubuh kekar, tatapan tajam, berjalan santai sambil menggigit tusuk sate.
Ia dikelilingi dua anak buahnya.
PEDAGANG 1 (berbisik)
Itu si Gopur ya? Katanya orang suruhannya Lurah Jaya.
PEDAGANG 2
Iya, denger-denger pasar mau dirombak.
Mereka disuruh “ngurus” pedagang lama biar mau pindah.
Gopur berhenti di depan lapak Rana dan Risa.
Ia menatap papan kecil bertuliskan “Jujur Itu Segar.”
Tersenyum miring.
GOPUR
Bagus slogannya. Tapi kayaknya sebentar lagi nggak laku di sini.
RANA (tenang)
Kenapa, Bang? Kami dagang di tempat resmi, bayar retribusi tiap hari.
GOPUR (menyeringai)
Mulai minggu depan, pasar ini mau dibangun ulang.
Lurah Jaya butuh ruang kosong.
Yang mau pindah, dikasih kompensasi.
Yang ngeyel... ya urusannya panjang.
Risa menatap Gopur dengan wajah tegang tapi tetap sopan.
RISA
Bang, kami cuma cari rezeki halal.
Kalau pasar dibongkar, kami dagang di mana?
GOPUR (dingin)
Itu urusan Lurah, bukan gue.
Tugas gue cuma “ngasih tahu” biar nggak ada yang ribut nanti.
Ia pergi meninggalkan lapak, menyenggol ember ikan hingga tumpah.
Risa terkejut, Rana menahan diri agar tidak terpancing emosi.
---
INT. KANTOR LURAH GUNUNG KENCANA – SIANG
Kantor megah dengan pendingin ruangan dan foto pejabat di dinding.
LURAH JAYA, berusia lima puluhan, mengenakan batik mahal, duduk di kursi empuk sambil memandangi peta tata ruang pasar.
LURAH JAYA
Kalau proyek ini jadi, kita dapat bagian besar dari investor kota.
Pasar tradisional itu kuno, bau, dan kotor.
Kita butuh mall rakyat, bukan becek ikan.
GOPUR
Udah saya omongin ke pedagang, Pak. Tapi yang keras kepala itu si Rana sama istrinya.
Mereka malah ngomong soal kejujuran dan doa segala.
LURAH JAYA (dingin)
Kalau begitu, buat aja mereka kelihatan salah.
Sebar isu, bikin mereka dijauhi orang.
Biar masyarakat sendiri yang dorong mereka keluar.
Gopur mengangguk, senyum licik mengembang.
---
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – BEBERAPA HARI KEMUDIAN
Suasana pasar berubah tegang.
Isu mulai beredar: “Rana mau sabotase proyek”, “Risa pakai ilmu pengasihan buat laris”, “Lapak mereka sumber fitnah.”
Topan mendekati Rana, khawatir.
TOPAN
Ran, hati-hati. Gosipnya makin liar.
Ada yang bilang kamu nyuruh orang nolak pembangunan pasar.
RANA
Fitnah lagi, Pan.
Dulu kita diuji sama iri, sekarang sama kekuasaan.
Tapi aku nggak akan mundur.
RISA (tegas)
Kita nggak melawan, Mas. Kita cuma mau adil.
Kalau pasar mau dibangun, ya libatkan semua pedagang, bukan cuma yang punya uang.
Topan menunduk, setuju.
---
INT. PONDOK PESANTREN – MALAM
Ustad Hudri menerima kedatangan Rana, Risa, dan Topan.
Wajah mereka muram.
USTAD HUDRI
Aku sudah dengar tentang Lurah Jaya.
Kekuasaan tanpa hati, Pan, itu seperti pasar tanpa timbangan — tak pernah adil.
RANA
Kami nggak tahu harus mulai dari mana, Ustad.
Kalau kami diam, lapak kami digusur.
Kalau kami melawan, bisa dicap pemberontak.
USTAD HUDRI
Jangan melawan dengan amarah.
Gunakan akal dan bukti.
Kebenaran itu seperti air — bisa menembus batu tanpa kekerasan.
Ia menatap Rana dengan sorot mata penuh makna.
USTAD HUDRI (lanjut)
Besok, temui Lurah Jaya baik-baik.
Bawa saksi, bawa surat izin resmi kalian.
Kalau dia berniat jahat, biar rakyat yang menilai.
---
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – ESOK PAGI
Rana berjalan menuju kantor kelurahan dengan wajah tegas.
Risa menatap dari jauh, berdoa dalam hati.
Topan mengikutinya diam-diam, takut ada yang terjadi.
Dari kejauhan, Gopur sudah menunggu dengan tatapan tajam.
Suasana terasa seperti badai sebelum petir pertama menyambar.
---
CUT TO BLACK.
NARASI (VO – USTAD HUDRI):
> “Ketika kejujuran diuji oleh kekuasaan,
hanya keberanian yang bisa menjaga kebenaran.”
---
FADE OUT.