Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
PENGASIHAN DAGANGAN
Suka
Favorit
Bagikan
13. PERTARUHAN KEJUJURAN

JUDUL : PERTARUHAN KEJUJURAN

PENULIS : RANA KURNIAWAN


INT. KANTOR KELURAHAN GUNUNG KENCANA – PAGI


Pintu kantor terbuka perlahan.

Rana masuk dengan langkah tenang tapi mantap.

Di dalam ruangan, Lurah Jaya duduk di balik meja besar, sedang menandatangani beberapa berkas.

Di sudut ruangan, Gopur berdiri sambil merokok, menatap Rana dengan tatapan sinis.


LURAH JAYA (tanpa menatap)

Kamu pedagang ikan ya?

Yang katanya bikin heboh pasar?


RANA (tenang)

Saya cuma mau dagang dengan jujur, Pak.

Tapi beberapa hari ini, saya dan istri difitnah.

Katanya kami menolak pembangunan pasar.


Lurah Jaya menutup map, menatap Rana dengan pandangan tajam tapi datar.


LURAH JAYA

Kalau kamu memang jujur, seharusnya nggak takut perubahan.

Kita mau bikin pasar ini lebih modern, lebih bersih.

Masalahnya cuma satu — kalian nggak cocok di sistem baru.


RANA

Kami bukan takut modern, Pak.

Kami cuma takut kehilangan keadilan.

Kalau pedagang kecil disingkirkan, siapa yang mau jualan buat rakyat biasa?


GOPUR (menyeringai)

Banyak omong kamu, Ran.

Lihat tuh pasar lain — mereka manut aja, dapat uang ganti.

Kamu aja yang keras kepala.


Rana menatap Gopur dengan tegas.


RANA

Kalau semua orang diam, nggak akan ada kebenaran yang tersisa, Pur.

Kami cuma mau hak kami dihargai.


Gopur melangkah maju, menatapnya tajam.

Rana tetap berdiri tegak — tensi di ruangan menebal.


LURAH JAYA (dingin)

Sudah, sudah…

Gopur, jangan di sini.

Rana, kamu boleh bawa surat izin jualanmu, tapi ingat —

keputusan akhir tetap di tangan saya.


Rana menyerahkan berkas izin retribusi yang sah, disertai tanda tangan Ketua Pasar.

Lurah Jaya menatapnya sebentar, lalu meletakkannya di meja.


LURAH JAYA (pelan tapi menekan)

Kalau kamu menentang saya,

hidupmu di pasar itu nggak akan tenang.


Rana menatap lurah itu tanpa gentar.


RANA (tegas)

Yang saya lawan bukan Bapak, tapi ketidakadilan.

Kalau saya harus jatuh karena jujur, biarlah.

Tapi saya nggak akan jual hati saya untuk uang.


Suasana hening.

Lurah Jaya menatap Rana lama, lalu menepuk meja pelan.


LURAH JAYA

Keluar dari ruangan ini.

Kita lihat siapa yang bertahan di akhir.


Rana keluar tanpa menunduk, meninggalkan ruangan penuh tekanan itu.

Gopur memandangnya pergi dengan raut licik, lalu menatap lurahnya.


GOPUR

Saya urus aja, Pak? Biar pasar tenang.


LURAH JAYA

Jangan kasar… tapi bikin dia nyerah.

Pakai cara halus — gosip, isu, apa saja.

Yang penting Rana jatuh.



---


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – SIANG


Rana kembali ke pasar.

Risa menghampirinya dengan wajah cemas.


RISA

Gimana, Mas?


RANA (pelan)

Lurahnya nggak mau dengar.

Tapi kita nggak akan mundur.

Kalau mereka mau tipu, kita lawan dengan bukti.


Risa menggenggam tangan Rana, matanya bergetar tapi penuh keyakinan.


RISA

Aku di samping Mas.

Sampai akhir.


Topan mendekat, napasnya terengah.


TOPAN

Ran! Ada masalah!

Anak buah Gopur nyebar kabar katanya kamu bawa dukun ke pasar!

Orang-orang mulai ribut!


Rana menatap ke arah kerumunan pasar yang mulai gaduh.

Suara pembeli berteriak, pedagang saling tuduh.

Beberapa wajah marah terlihat menuju lapak Rana.


RISA (panik)

Mas, ini fitnah lagi!


RANA (tegas)

Biarkan mereka bicara.

Kita hadapi dengan tenang.

Yang penting, jangan ada kekerasan.



---


EXT. PASAR – BEBERAPA SAAT KEMUDIAN


Kerumunan makin ramai.

Gopur berdiri di antara orang-orang, mengipasi api fitnah dengan senyum dingin.

Beberapa pedagang mulai berteriak, menuduh Rana memakai “pengasihan dagangan” buat menarik pembeli.


PEDAGANG 1 (teriak)

Lapaknya laku terus karena sihir!

Dia lawan pembangunan, bikin pasar sial!


TOPAN (berusaha menenangkan)

Hei, jangan asal tuduh!

Rana orang jujur! Kalian tahu sendiri gimana dia berdagang!


Gopur pura-pura memisah, padahal justru memprovokasi.


GOPUR (bersuara keras)

Kalau nggak percaya, suruh aja dia sumpah depan ustad!

Kalau dia bohong, biar pasar yang menolak dia sendiri!


Kerumunan berteriak setuju.

Risa mulai menangis pelan, memeluk tangan suaminya.


RISA (lirih)

Mas, ini sudah keterlaluan…


RANA (menatap ke langit)

Kalau itu jalan yang harus kita ambil, kita buktikan.

Biar Allah yang jadi saksi.



---


INT. PONDOK PESANTREN – MALAM


Ustad Hudri menerima kabar itu.

Para santri seperti Erwin, Sari, Rita, dan Santi berkumpul dengan wajah cemas.


ERWIN

Kyai, pasar hampir rusuh. Orang-orang mau paksa Rana sumpah besok pagi.


USTAD HUDRI (pelan)

Baiklah…

Besok saya sendiri yang turun ke pasar.

Biar semua tahu, siapa yang benar, siapa yang main kotor.



---


EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – MALAM (VISUAL PENUTUP)


Pasar sepi.

Lapak Rana kosong, hanya tersisa lampu minyak yang masih menyala.

Risa duduk bersimpuh di depan lapak, berdoa dengan air mata jatuh satu per satu.


Kamera menyorot langit malam.

Awan bergerak perlahan, menyisakan cahaya bulan yang menembus gelap —

seperti simbol bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya.



---


NARASI (VO – USTAD HUDRI):


> “Fitnah adalah api yang menyala dari lidah-lidah gelap,

tapi doa orang jujur adalah hujan yang tak bisa dipadamkan oleh kebohongan.”





---


FADE OUT.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)