14 INT. MOBIL POLISI — SORE
SUPERIMPOSE: PURWOREJO
ANGGORO menyetir mobil sambil merokok. Dia menawarkan rokok pada Jalaini.
JALAINI
Ada permen?
ANGGORO merogoh saku. Lalu memberikannya pada Jalaini.
ANGGORO
Mumpung harga masih 5 rupiah, Pak.
JALAINI
Memangnya nanti akan jadi harga seratusan rupiah?
ANGGORO
Bisa jadi. Atau bisa saja nanti harganya jadi 200 perak.
JALAINI
(Mengemut permen dan bungkus dikantongi)
Hampir seharga semangkuk bakso sapi dong?
ANGGORO
Pak, Pak Budiman kok ndak mau ikut ke Semarang tadi?
JALAINI
Katanya enggak baik kalau pergi jauh saat bulan Suro.
ANGGORO
Memang sih ada pantangan itu.
JALAINI
Kenapa Saudara melanggar?
ANGGORO
Saya sih menganggap itu mitos saja, Pak. Tapi saya harus menghormati juga to di lingkungan saya. Sementara saya harus profesional pada pekerjaan. Jadi menyesuaikan saja lah. Fleksibel.
(Menunjuk ke depan)
Itu Pak Budiman, bukan?
JALAINI
Iya. Dia memang lebih dulu ke sini. Parkir sebelah situ saja!
CUT TO
15 INT. RUMAH KADES — SORE
Jalaini duduk bersama Anggoro dan Budiman. Ada teh di depan Budiman, sementara di depan Jalaini dan Anggoro kosong.
JALAINI
Sudah ke dua rumah itu, Pak?
BUDIMAN
Ya. Dan keluarga si gadis Kenanga bilang kalau mereka ndak tahu sampai ada orang yang melihat dia bersama pemuda yang bernama Mustofa itu saat malam Satu Suro di tempat penonton pementasan wayang.
ANGGORO
Terus keluarga si pemuda?
BUDIMAN
Mereka juga ndak tahu anaknya pergi dengan siapa malam itu. Anaknya juga ndak bawa barang-barang aneh.
JALAINI
Terkait tahi lalat di punggung?
BUDIMAN
Kenanga punya tanda itu. Keterangan dari keluarganya.
KADES
(Membawa dua gelas teh)
Ini yang manis dan ini yang tawar.
Teh manis diberikan pada Anggoro dan teh tawar diberikan pada Jalaini.
JALAINI
Jadi merepotkan nih, Pak Kades.
KADES
Ndak. Ndak. Istri kebetulan sedang urus dapur-- Oh ya, jadi dua mayat itu kemungkinan hanya Kenanga atau Kenanga dan Mustofa? Nek15.1 Mustofa yang melakukan kok kayane15.2 ndak ya. Dia itu sopan lho.
ANGGORO
Tapi kita ndak tahu di balik itu to, Pak Kades?
KADES
Iya juga-- Eh monggo15.3, monggo diminum.
Jalaini dan Anggoro meminum teh.
KADES
Begini lho, Pak Ja. Samang15.4 kan warga sini juga. Tolonglah benar-benar bisa selesaikan kasus ini. Seumur-umur saya hidup di desa ini, baru ada kasus pembunuhan ini. Malah kasusnya sekejam ini.
JALAINI
Kami berusaha betul untuk menuntaskan kasus ini, Pak. Pak Budiman juga sudah biasa menangani kasus-kasus di kabupaten ini.
KADES
Ya, tapi Pak Ja juga baiknya punya rasa tanggung jawab. Kalau saya jadi Pak Ja, kejadian begini di desa sendiri harus bisa tuntas.
SFX: Pintu diketuk
IBU 2
Pak...
KADES
Monggo, Bu
IBU 2
Pak polisi, itu bukan anak saya to?
JALAINI
(Berjalan menemui IBU 2)
Mohon maaf, Bu. Kami masih perlu menyelidiki lagi. Selain tidak adanya kepala, pakaian para korban juga tidak ada. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.
ANGGORO
Namun, kami juga belum bisa pastikan bahwa itu bukan anak ibu.
IBU 2 menangis.
CUT TO:
16 EXT. TERAS RUMAH JALAINI — MALAM
Jalaini membawa tiga cangkir kopi. Dia meletakkannya di meja.
JALAINI
Yang pahit cuma punya saya.
ANGGORO
Bikin sendiri, Pak?
JALAINI
Ya. Mau siapa lagi?
ANGGORO
Ndak tinggal sama istri?
Budiman menoleh ke Anggoro sambil sedikit melotot. Namun Anggoro tidak melihat ke arah Budiman.
JALAINI
Iya seharusnya. Rumah ini miliknya.
Jalaini mengangkat bokongnya dan mengambil dompet dari saku belakangnya. Foto yang sama dengan yang ditempel di cermin lemari kamarnya.
ANGGORO
Cantik, Pak. Kalau sudah punya anak pasti anaknya rupawan juga.
JALAINI
Seharusnya.
ANGGORO
Kenapa sejak tadi seharusnya?
BUDIMAN
(Mengembuskan asap rokok)
Bisa kita sudahi pembahasan ini?
JALAINI
(Menatap Budiman sambil tersenyum lalu menoleh ke Anggoro)
Calon anakku meninggal di dalam kandungan di usia tujuh bulan.
ANGGORO
Wah, sayang banget keguguran di usia janin segitu.
JALAINI
Bukan keguguran.
Anggoro menyernyitkan dahi.
JALAINI (cont’d)
Karena istri saya meninggal saat mengandungnya.
ANGGORO
Oh. Maaf kalau begitu.
JALAINI
Gantung diri.
Mata Anggoro terbelalak. Lalu Anggoro menunduk. Budiman menyesap akhir rokoknya lalu dibuangnya putung ke cawan. Kemudian tangan kirinya menepuk lengan Jalaini.
Jalaini mengangguk.
ANGGORO
Maaf, Pak, sudah menyinggung.
JALAINI
Tidak apa. Sudah enam bulan lalu. Itu saat saya dinas di Tangerang.
BUDIMAN
(Berdeham)
Tadi Pak Kanit bilang, besok akan memilih pemimpin kasus ini.
JALAINI
Paling juga Pak Budiman, kan? Anggota lain sedang urus kasus juga. Di antara kita bertiga, Pak Budiman yang senior.
BUDIMAN
Ya, gimana ya? Sebenarnya sih saya ndak keberatan. Cuma ya gimana ya?
ANGGORO
Kenapa ndak Pak Ja?
JALAINI
Pembunuhan majemuk tidak sesimpel pembunuhan tunggal.
ANGGORO
Ya sudah, tunggu besok. Lagi pula kita ndak tahu siapa yang dipilih Pak Kanit.
Anggoro meminum kopinya.
CUT TO: