Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
19. Chapter 19: Menuju Keberangkatan

69. INT. KANTOR ALDO - SELANJUTNYA

Aldo berjalan di lorong-lorong kantornya, menuju ruangannya. Seorang sekretaris kemudian memberitahu Aldo, tentang kedatangan ibunya beberapa saat lalu.


SEKRETARIS
Pak Aldo, tadi Ibu Wilda datang.

ALDO
Ya. Kasi tahu dia aja, gue udah di kantor.


Ketika ia masuk ruang kerjanya Aldo lantas mengambil minuman dan meminumnya di kursi kerjanya.

Dia tampak merenung dan sebentar mengambil sesuatu di lacinya. Sebuah foto yangmana di dalamnya terdapat Aldo dan Dimas memakai baju SMA. Terlihat di foto itu mereka tampak bahagia sekali.

Mata Aldo tampak berkaca-kaca.

Tak lama, ibunya, Wilda memasuki ruangan Aldo begitu saja. 


WILDA
Aldo...(mengembuskan napas) dari mana aja kamu, sih. Mama cariin dari tadi.

Aldo menyeka matanya, ia segera memasukkan foto tersebut ke laci lagi.


ALDO
Ah, tadi cari makan di luar.

WILDA
(menggeleng)Kenapa wajahmu? Kenapa berwajah lemah gitu. Naikkan kepalamu. Kamu ini direktur. Mama akan membantu kamu naik lagi.


Wilda mendekat. Lalu memegang dagunya.


ALDO
(menggeleng)Cukup, Ma. (pelan)

WILDA
Apa?

ALDO
Aku nggak mau meneruskan ini lagi.

WILDA
Kenapa kamu jadi lemah. Apa kamu nemuin lagi perempuan mini market itu lagi.
(beat)
Mama tahu, kok. Pak Jarot selalu lapor ke mama.

ALDO
Ini nggak ada urusan dengannya.

WILDA
Jelas ada!

ALDO
Aku ingin menentukan pilihanku sendiri, Ma! Aku nggak pernah mau ini semua, apalagi dengan cara-cara seperti...


Belum selesai bicara Wilda segera menampar Aldo. Perempuan itu kemudian meninggalkan Aldo.


WILDA
Mama nggak mau tahu. Kamu harus cepat ke ruang rapat.


Perempuan itu menutup pintu keras. Wilda menguatkan diri dan pergi dari ruangan anaknya.

Sementara Aldo melempar gelasnya ke arah pintu.

CUT TO:


70. INT. KAMAR DIMAS - MALAM

Dimas tampak melamun di ranjangnya. Tak lama, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Dimas kemudian membukakan pintu. Ia terkejut Laura datang lagi ke kamarnya.

Laura tampak pucat. Rambutnya panjang kusut. Gaun tidur putihnya begitu lusuh. Laura tampak menangis sambil menggendong bayi.


DIMAS
Laura.

LAURA
Dimas. Ini anakku.


Air mata Laura berlinang. Kemudian, Dimas menggendongnya. Dimas pun tampak meneteskan air mata. Dimas kemudian menimang-nimang bayi tersebut. Ia merasai begitu dingin tubuh bayi itu, juga tangan Laura.


LAURA (CONT'D)
Dimas, kamu udah tahu semuanya, kan? Sekarang aku mau pergi duluan.

DIMAS
Ke mana?

LAURA
Nanti aku akan beri tahu kamu.

DIMAS
Biar aku antar.

LAURA
(menggeleng)Aku bisa sendiri. (senyum)


Saat Laura mencium kening Dimas dan membelai pipinya, bayi yang digendong Dimas itu tiba-tiba lenyap begitu saja. 

Laura kemudian pergi dari hadapannya ke arah anak tangga. Tapi, sebelum Laura menuruni anak tangga, Dimas memeluknya dari belakang.


LAURA (CONT'D)
Dimas. Biarkan aku pergi.

DIMAS
Biar aku peluk kamu sebentar.

LAURA
Nanti kita juga akan pelukan.

DIMAS
Maksud kamu?

LAURA
(mengikik)

Laura berbalik dan mencium pipi Dimas.


LAURA (CONT'D)
Daaag. Aku duluan.

Laura tampak pergi dengan riang.

Dimas terduduk di anak tangga, melihat Laura menuruni anak tangga perlahan. Setelah Laura sampai di bawah, Laura

melambaikan tangan lalu menghilang.


70A. INT. KAMAR DIMAS - SELANJUTNYA

Ia terbangun dari tidur. Ketika sadar, Dimas langsung menarik gorden dan melihat ke beranda luar. Ia membuka pintu, lalu celingukan. Tak ada siapa-siapa. Dimas lalu menemukan secarik kertas berisi alamat Laura di atas meja belajarnya.

Tulisannya: "Aku tunggu kamu, kalau kamu memang berkenan datang. Tapi, aku mau ke rumah Risya dulu. Mau pamitan. Mungkin kalau kamu duluan berangkat, aku belum sampai sana."

Alamatnya: Jalan Leuwikaret, No. 339, Cibinong.

INTERCUT


71. EXT/INT. GEDUNG PERKANTORAN - PAGI

Dimas tampak buru-buru masuk ke sebuah gedung perkantoran, sambil melihat ponsel pintarnya. Di sana terdapat pesan dari Lusi: KANTOR ALDO ADA DI LANTAI DELAPAN.

Dimas menerobos keamanan, beberapa satpam lantas menggaduh. Ia segera ke meja resepsionis.


RESEPSIONIS
Ada yang bisa dibantu, Pak?

DIMAS
Telepon Aldo Subagja, saya temannya, Dimas mau ketemu.

RESEPSIONIS
T-Tapi, Pak...

DIMAS
Cepat!

SATPAM
Tapi, Bapak harus taati prosedur dulu.

DIMAS
Birokrasi, brengsek. 


Dimas lantas pergi menuju elevator.


SATPAM
PAK, PAK!!!


Dimas berlari-lari kecil dan berhasil memasuki elevator.

INTERCUT


72. INT. KAMAR DIMAS - MALAM

Dimas tampak memberesi pakaian-pakaian ke dalam sebuah koper besar.

INTERCUT

73. INT. GEDUNG PERKANTORAN - PAGI

Dimas keluar dari elevator.

Dimas mendapat kabar dari Lusi melalui pesan di ponsel pintarnya "RUANG KERJANYA ADA DI DEKAT LORONG SEBELAH KANAN, ADA RUANGAN PALING BESAR. DI SITU ADA SEKRETARISNYA."

Dimas berjalan sesuai arahan Lusi. Setelah sampai di depan ruangan yang dimaksud, seorang sekretaris langsung menahannya.


SEKRETARIS
Bapak sudah memiliki izin?

DIMAS
Bilang saja dari temannya.

Dimas tampak terengah-engah.

Sekretarisnya kemudian mendapatkan sebuah telepon. Ia mendengar Aldo menyuruh Dimas masuk.


SEKRETARIS
S-silakan. Bapak sudah ditunggu.

DIMAS
(mengangguk)

Dimas segera masuk dengan paksa. Setelah masuk, terlihatlah wajah Aldo yang tampak kikuk.


ALDO
Dimas.

DIMAS
Aldo (terengah-engah).

ALDO
Dim, lu udah sehat?

Dimas berwajah sangar. Ia berjalan cepat ke arah meja kerja Aldo, kemudian lompat dan menghajar sahabat lamanya itu. Ia memukulnya berkali-kali sampai wajah Aldo babak-belur.

Sementara Aldo tampak pasrah saja dipukul Dimas. Alih-alih marah, Aldo hanya meneteskan air matanya, karena ia merasa sangat bersalah kepada sahabatnya.


DIMAS
Bajingan lu! Setan!


Dimas melempar tubuh Aldo ke jendela. Menendang perutnya, memukul wajahnya berkali-kali, sampai giginya patah. Aldo muntah darah.

Sebentar, sekretarisnya datang membawa satpam. Beberapa satpam lantas menahan Dimas. Namun, Dimas berontak, dan memukul salah duanya.

Tak lama pula, Wilda, ibu Aldo, datang dengan seraut wajah cemas. Ia tampak terperangah melihat wajah Dimas.

Dimas hanya membalas tatapan Wilda dengan penuh dendam.


WILDA
Tahan!

Namun, Dimas berontak keras dan kabur. Ia berlari kesetanan melewati tangga darurat.


73A. INT. KANTOR ALDO - SELANJUTNYA

WILDA
Apa kata mama.

ALDO
Sudah Aldo bilang, ini bukan urusan Mama!

Ibunya lantas meninggalkan Aldo di kantornya. Wilda membisiki sekretarisnya sesuatu, sebelum pergi.


ALDO (CONT'D)
Mama mau apa?! Mau ngabisin Dimas juga, hah?! Iya, kan?! Dia sahabat aku, Ma!!

Sebelum keluar dari pintu Wilda menoleh kepadanya.


WILDA
Dia bukan sahabatmu lagi.


73B. EXT - LUAR GEDUNG PERKANTORAN - SELANJUTNYA

Dimas berhasil keluar. Ia lari tunggang langgang di trotoar. Dimas terbatuk-batuk. Ia melihat ke belakang, beberapa satpam dan orang suruhan Wilda masih mengejarnya.

Dimas terus berlari-lari di trotoar.

Klakson kendaraan bertaburan di jalan.

CUT TO:


74. INT/EXT. RUMAH UTAMA ERLINA - MALAM

Dimas telah berpakaian rapi dengan koper lantas keluar kamar mengetuk pintu rumah utama Erlina. Dimas mengembuskan napasnya beberapa kali, untuk menenangkan dirinya.

Sebentar Erlina membuka pintu. Dimas lantas memberikan kunci kamarnya.


ERLINA
Nak Dimas, mau ke mana?

DIMAS
Maafkan saya, Bu. Kalau selama ini saya membuat Ibu repot. Saya. (beat) Saya sudah ingat semuanya.

ERLINA
(mengangguk)

DIMAS
Empat tahun lalu saya pernah ke sini, melihat pembunuhan itu. Laura adalah pacar saya.

ERLINA
Saya tahu dari awal. Sebenarnya, saat itu juga, saya menjadi korban pembunuh itu. (beat)
(senyum kecut)Tapi sudahlah. Sekarang, Nak Dimas mau pergi ke mana?

DIMAS
Saya mau ke tempat Laura.


Dimas mengambil sesuatu dari tasnya sebuah amplop berisi uang.


ERLINA
Apa ini?

DIMAS
Itu uang pelunasan sewa tahun ini. Saya minta tolong juga, Bu. Berikan surat ini kepada ibu saya. 

ERLINA
Kenapa nggak Nak Dimas sendiri yang memberikannya.

DIMAS
(senyum) Saya malu. Dia pasti akan marahin saya. Soalnya dia suruh saya lupain Laura. Tapi, saya terlalu terikat dengannya. (beat) Kalau begitu, saya pamit, Bu. Terima kasih. 


Erlina melihat pemuda itu berjalan ke gerbang indekos.


DIMAS (CONT'D)
Bu?... (menoleh ke arah Erlina)

ERLINA
Iya?

DIMAS
Pintunya.


Erlina lantas teringat pintu gerbangnya sudah dikunci. Ia lantas memanggil Euis di dalam. Euis pun keluar dengan raut yang lesu sehabis bangun tidur.


ERLINA
Euis, Euis! Tolong ini, Nak Dimas mau pulang, gembok gerbangnya tolong dibuka.

EUIS
Iya, Bu.


Euis segera mengambil kunci dan tergopoh-gopoh lari ke arah gerbang. Euis segera membukakan pintu.


EUIS (CONT'D)
Kang Dimas?

DIMAS
Iya?

EUIS
Hati-hati di jalan.

DIMAS
Iya. Maaf merepotkan.

Dimas pun pergi dari rumah indekos Erlina.



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar