Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
7. Chapter 7: Pembuktian Kamar Kosong

FADE IN:


22. INT/EXT. KAMAR DIMAS DAN RUMAH UTAMA - PAGI

Terdengar suara burung berkicau. Tatkala Dimas terbangun dari tidurnya, ia kaget karena baru sadar, tidur di bawah ranjangnya.

Dimas lantas pergi ke toilet. Suara air pun terdengar.

Dimas tampak buru-buru berpakaian kemeja dan celana jeans. Ia bercermin sebentar dan mengingat mimpi semalam yang begitu membekas.

Setelah merapikan buku ke dalam tas, memakai sepatu, Dimas keluar dan mengunci kamar. Ia melihat arloji digitalnya. Dimas melihat sebentar ke lantai bawah, tampak Erlina sedang menyapu di teras rumah utamanya.

Dimas segera turun buru-buru menghampiri perempuan itu.

Setelah turun ke lantai bawah, ia lantas melihat Erlina yang sedang menyapu itu menatap dirinya ramah. Dimas jadi ragu-ragu menjelaskan kejadian semalam.


ERLINA
Eh, Nak Dimas. Tumben pagi sekali, mau kuliah?

Erlina berhenti menyapu. Ia tampak memegangi sapunya. Sementara Dimas hanya mengangguk.


DIMAS
Bu...

ERLINA
Iya? Ah, Nak Dimas, ibu lupa. Tadi malam Nak Dimas sudah ketemu dengan Euis, kan? Masakan dia enak lho, mau dibuatkan sarapan olehnya?

DIMAS
Nggak, Bu. Terima kasih.

ERLINA
Yakin?

DIMAS
Iya, Bu.

ERLINA
Kalau besok-besok mau dibuatkan sarapan, langsung bilang aja sama Euis. Daripada sarapan di luar.

DIMAS
Iya, Bu. Makasih... Kalau begitu saya berangkat.

ERLINA
Ya.

Dimas mengurungkan niatnya untuk bertanya. Tapi, setelah ia sampai gerbang kosan. Perasaan itu terus mengganggunya sehingga ia kembali ke teras rumah utama. Erlina yang sudah selesai masuk, dan hendak masuk ke rumah mulai terheran dengan Dimas.


ERLINA (CONT'D)
Apa ada yang ketinggalan?

DIMAS
Begini, Bu... Bboleh saya tanya sesuatu?

Dimas menampakkan wajah cemas.


ERLINA
Tentu saja. Apa itu?

DIMAS
Apa kamar paling ujung itu benar-benar kosong?

ERLINA
Sudah ibu ceritakan kemarin, kan? Masak ibu bohong. Kamar itu sudah kosong, sudah hampir tiga tahun. Ah, mungkin empat tahun... Apa Nak Dimas ingin ganti kamar?

DIMAS
Nggak, Bu. Saya nggak mau merepotkan.

ERLINA
Nggak apa-apa kalau memang Mas mengiginkannya.

DIMAS
Tapi, saya melihat ada seseorang memasuki kamar itu semalam, Bu. Seorang perempuan.

Raut ramah Erlina sekejap berubah jadi dingin. Ia menatap tajam Dimas, membuat pemuda itu harus membuang pandangnya ke arah lain.


ERLINA
Apa mau ibu tunjukkan kepadamu?

Dimas terdiam sesaat. Erlina berlalu sesaat ke dalam rumah utamanya, lalu muncul lagi dengan membawa kumpulan kunci kamar. Dimas bisa merasakan perubahan sikapnya.


ERLINA (CONT'D)
Ikut ibu, ayo...


22A. EXT/INT. RUMAH UTAMA DAN KAMAR KOSONG - SELANJUTNYA

Dimas mengekorinya menuju kamar paling ujung itu. Perasaan tak nyaman terus menguasai Dimas selama ia berjalan menaiki anak tangga, hingga mereka tiba di lantai tiga, Erlina berjalan agak lambat menuju kamar paling ujung tersebut. Langkahnya seperti orang yang hati-hati berjalan.

Ketika Dimas dan Erlina tiba di depan kamar paling ujung, udara tiba-tiba memanas dan pengap. Erlina tampak berkeringat.

Erlina mulai membuka pintu kamar itu. Dimas bisa mendengar kumpulan anak kunci itu berkeroncengan.

Wajah Dimas tampak tegang, begitu juga Erlina. 

Saat pintu itu terbuka, Erlina lantas kembali memandang Dimas. 


ERLINA
Silakan, Nak Dimas boleh mengeceknya. Apa ada tanda kamar ini ditempati seseorang.

Dimas menggeleng.

Pemuda itu segera masuk ke kamar itu. Tapi, Dimas hanya berdiri di bibir pintu kamar. Ia tampak ragu sekaligus tercengang, bahwa kamar yang ia lihat sekarang adalah kamar yang sama di dalam mimpi buruknya akhir-akhir ini.

Kamar itu tampak sangat berdebu, dan berbau lembab. Tampak pula plafon mulai lapuk dan rusak. Langit-langit kamar banyak ditumbuhi sawang karena udara yang lembab dan pengap.

Tidak sadar, Dimas mulai berjalan agak masuk ke tengah ruangan itu. Sedangkan Erlina menunggunya di luar, dan tak ingin melihat Dimas di dalam sana.

Dimas melihat banyak sarang laba-laba di sudut ruangan dan di langit-langit dekat lampu. Ia pun sempat menyalakan lampu, tapi percuma. Mati.

Ranjang pun tak ada kasurnya, hanyalah tumpukan rangkaian kayu ranjang yang harus dirakit. Meja belajar tampak penuh debu dan sarang laba-laba: beberapa kecoak hilir mudik di bawahnya.

Dimas melihat dinding dekat pintu toilet tampak berlumut dan berjamur. Bintik-bintik hijau kehitaman memenuhi dinding tersebut. Tiba-tiba angin dari luar kamar membuat tubuhnya merinding. Udara yang semula pengap sekejap berubah menjadi dingin. Dimas pun akhirnya keluar dari kamar tersebut.


ERLINA
Bagaimana?

DIMAS
Seperti tidak berpenghuni. (pelan)

ERLINA
(Terkekeh) Memang tak ada yang menghuninya, Nak Dimas.

Dimas mengangguk.


ERLINA (CONT'D)
Ayo, kita turun lagi.


22B. EXT. BERANDA LANTAI 3 DAN HALAMAN DEPAN RUMAH INDEKOS SELANJUTNYA

Setelah mengunci kamar, Erlina tampak berjalan terburu-buru. Ia seperti tak ingin berlama-lama di tempat bersuasana aneh itu.

Dimas mengikutinya.

Ketika mereka turun ke lantai dua, Erlina menatap Dimas lagi. Kini perangainya kembali meramah, seperti pertama kali Dimas melihatnya.


ERLINA (CONT'D)
Nak Dimas, benar-benar nggak mau sarapan dulu?

DIMAS
Nggak usah, Bu. Terima kasih. Saya ada kelas pagi.

Erlina kembali berjalan, dan mereka segera menuruni anak tangga ke lantai pertama.


DIMAS (CONT'D)
Saya berangkat kuliah dulu, Bu.

ERLINA
Ya. Hati-hati, Nak Dimas.


Dimas yang agak kikuk itu hanya mengangguk dan tersenyum kecut. Dimas kembali berjalan ke gerbang yang telah terbuka lebar. Namun, selama ia berjalan menuju gerbang, Dimas merasa Erlina terus memerhatikannya.

Ketika ia berbelok menuju jalan utama, sekilas ia melihat wajah Erlina tersenyum misterius. Persis seperti senyum Euis yang ia lihat semalam.

Dimas berusaha melupakannya. Tapi, tak lama setelah itu, tepat setelah ia menyeberang jalan, Dimas tak sengaja melihat ke arah lantai tiga rumah indekosnya. Di balkon paling ujung, yakni depan kamar kosong tersebut, Dimas seperti melihat seorang perempuan berambut panjang baru saja melihatnya.

DISSOLVE TO:


23. INT. KELAS PERKULIAHAN - SIANG

Di kelas, Dimas kembali mengantuk. Lusi sahabatnya pun kembali melihat Dimas dari baris bangku belakang.

Sementara dosen masih menerangkan. Lusi ingin sekali menegurnya, tetapi kini di belakang dan di sisi kanan maupun kiri tempat duduknya, tak ada yang kosong. Lusi seperti gelisah sendiri.

Dosen perempuan itu mulai melirik ke arah Dimas yang sedang melawan rasa kantuknya.

Sebentar, dosen perempuan itu berdeham ke arahnya. Dimas lantas terhenyak.


DOSEN PEREMPUAN
Dimas...

DIMAS
Y-Ya, Bu.

DOSEN PEREMPUAN
Kalau kamu mengantuk, coba ke toilet dulu, basuh dulu wajahnya supaya segar, setelah itu kembali ke kelas saya lagi. Bagaimana?

DIMAS
Apa nggak papa, Bu?

DOSEN PEREMPUAN
(mengangguk tegas) Ya. Silakan. Daripada kamu nggak bisa kuis nanti setelah ini.

Sekejap, mahasiswa ribut karena dosen itu sebelumnya tak berkata kepada mahasiswanya akan segera digelar kuis (tes).

Dimas pun segera beranjak dari bangkunya.


TEMAN DIMAS
Lu sih... (berbisik)

DIMAS
Lah, justru karena gue lu jadi tahu mau ada kuis, kan?

Yang lain pada tertawa. Lusi pun demikian.


24. INT. SELASAR DAN TOILET KAMPUS - SELANJUTNYA

Dimas telah di di depan wastafel toilet lelaki. Ia mulai menyalakan kran air. Dimas mulai membasuh wajahnya dan melihat ke arah cermin.

Semakin lama ia membasuh wajahnya, ia seperti mendengar suara perempuan sedang memanggil namanya. "Dimas, Dimas! Dimas!"

Dimas keheranan.

Ia segera mematikan kran lalu berjalan keluar toilet lelaki. Ketika berdiri di depan pintu toilet, Dimas segera menyadari, perempuan tersebut adalah seorang mahasiswi yang sedang memanggil nama pacarnya, selepas mahasiswi itu keluar dari toilet perempuan, dan pacarnya terlihat menunggunya dengan bersender di dinding.

Dimas melihat, setelah pacarnya menghampiri, perempuan itu lantas pergi bersama lelaki yang bernama serupa dengannya. Dimas kemudian hendak pergi kembali ke kelasnya. Tapi, tak lama setelah perempuan dan pacarnya itu pergi, ekor matanya melihat seorang perempuan berambut panjang dengan gaun tidur terusan, baru saja keluar dari toilet perempuan. Berjalan mengikuti pasangan tersebut.

Sekejap, Dimas merasa merinding. 

Ia melihat ke arah pasangan itu yang telah berjalan jauh, tak ada siapapun di belakang mereka.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar