Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
12. Chapter 12: Perempuan Itu Bernama Laura

42. EXT/INT. BERANDA INDEKOS DAN KAMAR KOS DIMAS SELANJUTNYA

Setelah memasuki gerbang indekos yang tidak dikunci itu, Dimas masuk buru-buru melewati halaman indekos. Angin malam begitu besar sehingga tubuh Dimas agak menggigil.

Ia lantas buru-buru naik anak tangga. Setelah tiba di lantai dua, Dimas langsung menuju lantai tiga. Tak mengecek kondisi penghuni seperti sebelumnya. 

Sebelum naik ke lantai tiga, Dimas menyalakan senter pada ponselnya, lalu naik ke anak tangga. Ia mematikan senter dan segera mengambil kunci kos yang disimpan dalam saku. Ia kembali buru-buru membuka pintu. Namun, kunci terasa mandek dan sulit membuka.

Tak lama, ia mendengar seperti ada seseorang sedang menaiki anak tangga. Ia mendengar langkah kakinya, semakin dekat, semakin dekat.

Dimas tak mau melihat ke arah tangga, ia berusaha tetap fokus pada kunci. Sebentar, Dimas merasakan hembusan angin dingin. Udara yang semula agak pengap, mendadak berubah dingin.

Dimas merasakan seseorang berjalan di belakangnya, lalu melewatinya.


LAURA
Permisi.


Dimas refleks melihat ke belakang. Ia sedikit terkejut, tatkala melihat seorang perempuan mengenakan piyama berjalan melewatinya. Rambutnya panjang, dikuncir kuda.

Dimas bahkan dengan jelas melihat perempuan itu berjalan ke arah ujung beranda, tepat ke kamar paling ujung.

Dimas setengah percaya dengan kenyataan tersebut. Ia terlihat ragu sambil memegang kunci yang kembali ia keluarkan dari dalam lubang pintu.

Dimas antara ingin menegur perempuan yang tampak tak berbahaya itu, atau langsung masuk ke kamar. Tapi lelaki itu justru melangkah maju sedikit ke arah perempuan.


DIMAS
Permisi...


Laura berhenti melangkah dan menengok ke arahnya.


LAURA
Ya? (tersenyum ramah)


Mendadak Dimas dan Laura terjebak dalam kecanggungan. Mereka saling tersenyum dan seolah semua yang ditakutkan oleh Dimas hanyalah halusinasinya semata: seperti yang dikatakan oleh Rudi.


DIMAS
Maaf. Aku pikir, kamar itu kosong, karena kemarin aku melihatnya bersama...

LAURA
Bu Erlina?

DIMAS
Ya.

LAURA
Memang belum bersih banget. Tapi, aku coba memperbaikinya (senyum).


DIMAS
Sendiri?

LAURA
Ya? Kenapa nggak?

Dimas tampak tak percaya. Laura yang jadi ragu pun akhirnya memutuskan untuk pamit. Dimas sesekali masih melihat Laura membuka pintu. Lelaki itu tersenyum dan menggeleng-geleng.

Saat Dimas lebih dulu membuka pintu kamar, ia tak langsung masuk. Dimas justru ingin menuntaskan keraguan di dalam benaknya dengan memberinya pertanyaan lagi.


DIMAS
Mbak Laura!

LAURA
Panggil Laura aja.

DIMAS
Ah, ya. Laura. Kamu ... Bukan setan, kan?

LAURA
(terdiam sejenak) Aku? Setan?

DIMAS
M-Maaf. Soalnya...

LAURA
(tertawa)

DIMAS
Soalnya. Setiap pulang kerja aku sering melihatmu lewat, sementara kamar itu kosong katanya.

LAURA
(masih tertawa)M-Maaf. (beat) Aduh. Perutku sampai sakit. Mas...


DIMAS
Saya Dimas.

LAURA
Ah, Mas Dimas (tertawa). Dimas, maafkan aku sudah membuatmu takut. Jadi, kamu menganggapku setan selama ini?

DIMAS
Ya. Bukan maksudku untuk meledek kamu tapi...

Dimas menggaruk-garuk kepala


LAURA
Ya. Ya. Aku paham. Kalau begitu sampai bertemu besok. (tersenyum hangat)

DIMAS
Ya. (nyengir) Kalau gitu, aku masuk kamar dulu.

Laura mengangguk.

Mereka berdua pun sama-sama menutup pintu kamar.


43. EXT. BERANDA LANTAI TIGA DAN KAMAR LAURA - PAGI

Minggu pagi Dimas keluar dari kamarnya untuk membuang sampah. Di saat yang sama, ia melihat Laura keluar kamarnya, terlihat kesusahan saat mau membuang sampah ke lantai bawah.

Dimas melihat sampah Laura yang dibungkus plastik sampah bening besar, lebih banyak berisi kayu-kayu, bekas plafon, dan perabotan dari penghuni lama yang masih ada di kamar itu.


DIMAS
Biar aku bawakan sekalian sini.

LAURA
(senyum) Eh, nggak apa-apa. Biar aku sendiri. Aku bisa.

DIMAS
Nggak apa-apa sampahku sedikit. Sekarang masih jam enam, tangga di lantai tiga situ nggak ada lampu.

LAURA
(terkekeh)Kamu itu cenayang, ya. Bisa tahu kalau aku mau jatuh. (Senyum)

Masih dengan senyum sumringah, Laura melewat begitu saja sambil membawa sampah yang banyak dengan menarik plastik sampah tersebut. Dimas tersenyum, dan membuntutinya: melihat gerak-gerik Laura, takut perempuan itu jatuh dan sampah yang banyak itu tumpah berceceran. 

Mereka terus menuruni anak tangga bersama dari lantai dua sampai di lantai satu.

Senyum mereka belum juga hilang.


43A. TEMPAT SAMPAH DEPAN INDEKOS - SELANJUTNYA

Dimas tetap membantu Laura ketika meletakkan sampahnya yang besar dan banyak itu.


DIMAS
Biar aku yang mengangkatnya.

LAURA
Makasih.


Dimas tampak kesusahan meletakkan ke tumpukan sampah yang sudah menggunung itu. Beberapa sampah lain tumpah ke sisi jalan.

Laura mengambil beberapa dan meletakkanya kembali. 

Melihat Dimas tampak kesusahan mengangkat dan merapikan sampah-sampah yang banyak itu, akhirnya Laura turun tangan juga. Perempuan itu menyingkapkan lengan piyamanya.


LAURA (CONT'D)
Sini, kita lakukan berdua.

DIMAS
Oke (terkekeh) ternyata berat juga, yah. Kamu hebat.

LAURA
Ini nggak ada urusan sama hebat-hebatan. Yang kulakukan tadi cuma menarik plastiknya.

DIMAS
(cengengesan)

Dimas menepuk-nepuk tangannya untuk menghilangkan debu.

Sampah pun berhasil diletakkan di puncak gunung sampah. Dimas dan Laura saling cekikikan.


43B. BERANDA LANTAI TIGA - SELANJUTNYA

Dimas dan Laura saling naik tangga menuju lantai tiga bersama lagi. Mereka terlihat sama-sama kikuk.

Ketika Dimas akan masuk ke kamarnya, Laura berhenti juga di dekat Dimas. Laura melihat keringat memenuhi kening Dimas, Laura pun mengeluarkan sapu tangan dari saku piyamanya.


LAURA
Nih, buat lap keringetmu. Makasih, ya.

Dimas tersenyum hangat dan menerima sapu tangan tersebut.


DIMAS
Ya. Sama-sama.

Laura pun memutuskan pergi ke kamarnya.


DIMAS (CONT.D)
Eh, tunggu. Ini bukan bekas ingusmu kan? (terkekeh)

LAURA
(menoleh)Enak aja. Itu bersih tahu. Pakai aja. Sekalian cuciin juga kalau mau (cekikikan)

Dimas tersipu-sipu. Candaannya dibalas dengan jitu.

INTERCUT


43C. EXT. HALAMAN RUMAH UTAMA - SELANJUTNYA

Erlina dan Euis tampak mengernyitkan keningnya tatkala melihat Dimas gembira dan bercakap-cakap sendiri.

Mereka tak melihat siapapun ada di lantai tiga selain Dimas. Termasuk, ketika pandangan mereka terarah pada pintu kamar paling ujung di lantai tersebut.

INTERCUT:


43D. EXT/INT. BERANDA LANTAI TIGA DAN KAMAR KOS DIMAS SELANJUTNYA

Dimas melihat Laura membuka pintu, dan masuk ke kamarnya. Mereka masih saling cekikikan dan tersenyum merekah. Dimas pun masuk ke kamarnya.

Setelah ia menutup pintu kamar, ia mematikan televisi yang sejak semalam nyala. Lalu senyum-senyum sendiri sambil memegang remote televisi.


44. EXT/INT. BERANDA LANTAI TIGA DAN KAMAR KOS DIMAS - SIANG

Beberapa hari selanjutnya, Dimas dari kamarnya bisa melihat Laura hilir-mudik setiap pagi membuang sampah ataupun membeli makanan.

Dimas mulai sengaja membuka pintu kamarnya hanya untuk melihat Laura melewat di depan kamarnya.

Mereka saling bertegur sapa.


44A. INT. KAMAR KOS DIMAS - SUATU HARI/SIANG

Laura mengetuk pintu kamar kos Dimas. Dimas yang sedang rebahan setelah pulang kuliah lantas melirik ke jendela: melihat Laura yang mengetuk pintu kamar, Dimas segera membereskan kamarnya. Ia masukkan ke kolong ranjang beberapa kaos yang berserakan. Ia lipat selimut. Meletakkan mangkuk bekas makan ke kamar mandi agar mejanya terlihat bersih.

Barulah Dimas membukakan pintu.


DIMAS
Hai. Maaf, tadi baru beres-beres dikit.

LAURA
Hai... (sedikit melongok ke dalam kamar) ya, aku tahu. Ini, aku tadi baru dapat kiriman makanan dari mamaku. Aku pikir, kalo dua kebanyakan, mubazir nantinya. Terus, aku jadi inget kamu. Mau ya?


Dimas menerima sekantung keresek hitam. Ia belum tahu makanan apa yang ada di dalamnya. 


DIMAS
Buat aku?

LAURA
Iya.

DIMAS
Makasih. Mau masuk?... Maksudku, makasih.

LAURA
Aku juga ada es krim, gimana kalau kita makan bareng.

DIMAS
Di sini?

LAURA
(mengangguk) Sebentar aku ambilkan dulu, ya.

Laura berlalu sebentar ke kamarnya. Sementara Dimas menyiapkan meja dan kembali merapikan kamarnya. Ketika ia duduk dan membuka keresek makanan tersebut, ia menemukan Soto Betawi masih hangat. Namun, dua mangkuk yang ia letakkan di kamar mandi masih belum dicuci, dan ia tampak malas mencucinya.

Ketika Laura telah kembali dengan dua kotak es krim, Dimas cengengesan menatapnya.


DIMAS
Laura...

LAURA
Apa?

DIMAS
Kamu ada mangkuk. Mangkukku...

LAURA
Dasar, pasti belum dicuci. Bentar aku ada. 

Laura kembali berlalu ke kamarnya.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar